~HAPPY READING~
GUDANG
Dean membaca tulisan pada papan yang terpampang jelas di depan sebuah ruangan yang nampak sepi dan tidak terpakai.
"Van lo ngadi ngadi ya, masa ruang kepsek buluk gini," gerutu Dean.
Jeevan menukikan alis lalu menghampiri Dean yang berada tepat di depan pintu.
"Lah katanya ke sini arahnya."
"Ah dikibulin lo mah tolol."
"Anjir bener tuh cewe ngarahin kesini."
"Jangan-jangan emang lo yang bego nih ga tau arah."
"Emang bego kan dia" Timpal Juan yang sedang menghisap rokok dan sudah berjongkok di pinggir tembok.
Shit!
Brukk...
Pemuda yang sejak tadi hanya diam mengikuti teman-temannya menendang tong sampah besar yang terlihat kosong hingga menggelinding jauh ke ujung koridor.
"Bacot! Kita bolos."
Setelahnya pemuda itu melengos melewati ketiga temannya dan mulai mendobrak pintu gudang.
Brakk brakk
Tak butuh waktu lama, pintu terbuka dan menampilkan kondisi ruangan yang terlihat berisi beberapa meja, kursi, dan alat-alat lain yang sudah usang.
Galvazka memasuki gudang tersebut diikuti Dean dan Jeevan. Sedangkan Juan masih setia ditempatnya menghisap rokok.
"Bagus, hari pertama udah bolos." Ucapnya terkekeh lalu membuang puntung rokoknya dan segera menyusul teman-temannya.
__________________________________
"Mampus mampus gimana dong guys."
Ira tak henti-hentinya merengek kepada teman-temannya sejak tadi. Kini mereka sudah siap untuk menyantap makanan di kantin, namun Ira masih saja merengek dan mengulang kata yang sama. "Mati gue."
"Udah sih dari tadi mati gue mati gue, lo mau mati beneran hah?"
Hera tak tahan melihat Ira yang sejak tadi uring-uringan tidak jelas.
"Gue takut anjir ntar kalo mereka samperin gue terus gue di gebukin gimana coba?" Ira mulai melebay-lebaykan keadaan.
"Tenang cogan mah gabakal main tangan," ucap Zevanda yang sudah fokus dengan bakso di hadapannya.
"Ya tapi kan ntar gue di bilang tukang bohong gimana coba. Duhh habis image gue dimata cogan."
"Ah mereka ga ada waktu cuman buat mikirin lo yang tukang boong."
"Heh gue ga boong ya, tadi gue salting aja makanya salah jawab."
Sewot Ira yang tak terima di bilang tukang bohong oleh Hera.
"Ya lagian sok banget pake angkat tangan segala, gue aja tadi kejer pas liat eh lo malah sok mau jadi pahlawan nunjukin arah" Ucap zevanda. "Arah palsu lagi", lanjutnya.
"Iiihhh Aylen bantuin gue dong diem mulu kek orang sawan lo."
Aylen yang sejak tadi fokus dengan mie ayamnya seketika menantap Ira.
"Emang keliatannya gue bisa bantu?"
"Udah ah percuma kalo ngomong sama Aylen di tembak mulu gue."
Putus asa sudah. Teman-teman nya memang tidak ada yang bisa di andalkan. Zevanda bilang mereka berjumlah empat orang. Dan yang menanyakan arah kepadanya hanya satu orang, mungkin yang lainya menunggu di depan kelas saat itu.
Entahlah bagaimana nasibnya nanti jika mereka marah dan mencari dirinya untuk di beri pelajaran. Membayangkannya saja sudah bergidik ngeri.
Satu pemuda yang yang menanyakan ruang kepsek saja berparas tampan dan tubuh atletis. Yang lainnya sudah jelas tidak berbeda jauh. Apalagi menurut pengakuan Zevanda, mereka berbadan atletis, tinggi, tampan, dan terlihat arogan.
Aarrgghh tolong dia tidak bisa membayangkannya!
Panggilan untuk murid baru bernama Galvazka Jeffrakleon Genanta, Jeevan Brayndi, Dean Adya Baskara, dan Juan Rael Herfando, harap segera menuju ruang Kepala Sekolah. Terimakasih.
Deg!
Mendengar nama-nama itu seketika jantung Aylen melecos seperti akan segera terlepas.
Aylen terkejut bukan main. Bagaimana bisa dunia ini mempertemukan mereka kembali?
"AAAAAAAA..serius itu nama mereka? Anjirr namanya aja berdemage banget."
Pekik Zevanda kembali heboh setelah mendengar pengumuman tersebut.
"Wait wait, jadi mereka dari tadi belum sampe di ruang Kepsek?" tanya Hera menatap satu-persatu temannya.
Zevanda masih senyum-senyum tidak mempedulikan pertanyaan Hera, Aylen hanya mengedikan bahu acuh, sementara Ira sudah pucat pasi.
"Wah bahaya lo ra, mereka tersesat gimana coba?"
Sungguh entah itu pertanyaan atau peringatan, tapi sangat membuat Ira dilanda kecemasan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCELTA (Belum Revisi)
Fiksi RemajaSCELTA PUBLISH ULANG BUKAN REVISI *** Scelta (Italia) = Pilihan Dia Galvazka. Sosok pemuda angkuh dan arogan yang benci aturan, tidak pernah mendapatkan teguran. Sebuah keselarasan tercipta ketika dipadukan dengan gadis semacamnya. Tak ada aturan a...