Chapter 28

292 65 6
                                    

Hiks hiks

Aku bikinnya malem-malem

Dan baru ngedit tadi eh pas kepala lagi puyeng

Maafkan kalau ada kata-kata atau kalimat yang malah ngelantur :'u

Jangan lupa tinggalkan vote dan komen yaw

Salam damai ✌ Isa desu~

.

.

Enjoy

.

.

.

"Sebenarnya, apa yang sedang terjadi ya?"

Chisa duduk sambil memeluk lututnya dan menyandarkan kepalanya disana. Memandang langit biru luas didepannya dengan dikelilingi begitu banyak bunga Nemophila.

Tapi seindah dan seluas apa pun tempat ia berada sekarang, yang Chisa rasakan hanyalah kesepian. Orang terakhir yang ia temui kini sudah menghilang entah kemana. Hal terakhir yang dia ingat hanyalah tubuh mereka hancur dengan cara yang berbeda lalu saat sadar ia sudah ada disini sendirian.

Tidak tahu sudah berapa lama. Ia sudah mengelilingi tempat itu tapi semuanya terasa seperti berjalan ditempat. Ia bahkan tak bisa mendekati satu-satunya pohon yang terlihat disana. seakan ada dinding pembatas antara dirinya dan dunia tempat dimana ia berada sekarang.

"Hufft... apa aku coba bunuh diri saja ya?"

Saat tengah memikirkan itu, akhirnya Chisa melihat sebuah pergerakan dikejauhan. Menangkap pergerakan itu, mata Chisa langsung melebar dan dia segera bangkit dari duduknya lalu melambai-lambaikan kedua tangannya dengan semangat.

"OOOIiiIII!" ia berteriak seperti itu beberapa kali tapi pergerakan itu seakan tak menyadarinya dan malah pergi ketempat lain seakan mengabaikannya.

'... duh sakit banget...'

Chisa berusaha keras agar air matanya tak menetes, sampai tiba-tiba.

Srak srak srak

Suara pijakan itu membuatnya berbalik dan melihat orang yang seakan tiba-tiba muncul entah dari mana.

Chisa membuka mulutnya dengan tak percaya saat melihat orang-orang itu. Ia bisa melihat mereka, mendengar mereka, namun saat tangannya mencoba menyentuh mereka, tubuhnya menembus mereka seakan ia adalah hantu.

Seorang anak laki-laki berambut hitam berlari melewati tubuhnya. Chisa berbalik untuk mengejar anak laki-laki itu. Tak peduli walau ia tak bisa menyentuhnya mau pun sebaliknya.

"Onii-san...!" Chisa berteriak memanggilnya, tapi anak itu sama sekali tak berhenti, sampai akhirnya ia berhenti mengejarnya saat suara familiar terdengar.

"Tsukasa, apa ibu bilang? Lihat sekarang kau malah jatuh."

Suara lembut nan hangat walau terdengar datar. Wanita berambut putih dan bernetra merah itu berjalan melewatinya dengan sebuah senyum diwajahnya. Berlutut didepan sang anak laki-laki yang terduduk dengan senyum menahan sakit dibibirnya.

"Hehe..." tawa polos yang keluar darinya mengingatkannya kembali pada Sora yang tertawa mirip seperti itu jika ia melakukan kesalahan. Ia menaikkan poni hitam miliknya dan menunjukkan dahinya yang kotor akibat menyentuh tanah. Mengingatkannya pada Rael yang dulu lebih ceroboh dari yang sekarang–

Tidak, sejak awal itu adalah sebaliknya. Bukan Tsukasa yang mengingatkannya pada Sora dan Rael. Tapi Sora dan Rael lah yang mengingatkannya akan saudara laki-lakinya itu.

Brighter?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang