Aku menatap sendu perempuan yang meringkuk seperti janin. Mengusap pinggiran kasurnya sebelum beranjak keluar dari kamarnya.
Dua hari, bukanlah waktu sebentar untuk melupakan kenangan menyedihkan itu. Aku tahu tak ada kata mudah untuk move on bagi seseorang yang hatinya sudah tersangkut pada seseorang.
Karena jika hati sudah bertindak maka sudah susah untuk mengatasinya.
Aku menutup pintu kamarnya dari luar. Berbalik badan langsung bertatapan dengan Gibran.
"Bagaimana?"
Aku memberi senyum masam. Menggelengkan kepala. Belum ada perubahan setelah tempo hari.
Gibran mengangguk maklum. Dia merangkulkan tangannya di pundakku. Aku ingin menyentaknya tapi seakan tubuh ini tak punya tenaga.
"Biar waktu yang bekerja."
Dia mengutip kata-kataku kemarin."Tapi, itu tak berlaku jika Vio tak berniat move on, Bran."
"Tunggulah sampai dia ingin move on."
"Tak semudah membalikkan telapak tangan."
Dia mengeratkan rangkulannya.
"Aku tahu. Aku juga pernah merasakannya." Bisiknya terdengar sedih.
Aku mendongak menatapnya, "Kau pernah jatuh cinta?"
Aku sangat penasaran dengan kisah cinta sahabatku yang satu ini.
"Ya. Sampai sekarang." Dia menatapku intens.
Aku memperhatikan sorot matanya yang sayu. Poor boy!
"Jadi, kau berusaha move on tapi tak bisa?"
"Aku pernah mencobanya. Tapi, seakan hati ini terpaku dengannya. Aku tak bisa mengalihkan perasaan ini."
"Orang itu tahu kau suka padanya?"
Dia mengendikan bahunya. Mengalihkan pandangannya kearah lainnya. Mungkin, orang itu tak mengetahuinya. Dasar pria! Apa aku juga harus memberi nasehat juga kepadanya. Jika cinta itu harus diungkapkan. Jangan jadi pria pengecut!
"Dia mungkin tak tahu. Atau pura-pura tidak tahu. Yang jelas dia tidak peka."
Aku menepuk dadanya seakan prihatin. Dia tersentak kecil. Langsung melepaskan rangkulannya.
Dia menatapku nanar menutupi dadanya dramatis seakan aku ingin melakukan hal yang tidak-tidak.
"Hei! Biasa saja. Apa yang kau pikirkan?"
Dia tertawa kecil, "Aku hanya terkejut kau tiba-tiba menepuk bagian sensitifku."
"Astaga Bran, jangan mengatakan hal mesum!"
"Kau yang memesumiku Sha!
Aku mendesis. Dia berisik sekali!
"Vio sedang tidur. Jangan mengatakan hal tak senonoh di rumah orang!"
"Aku tak mau tahu. Kau harus bertanggungjawab padaku!"
Aku mendelik tak terima. Mencubit perutnya yang.. keras? Wow. Sejak kapan tubuhnya atletis.
"Aw.. sakit Sha. Kau baru saja melakukan KDRT padaku. Oh aku tak menyangka Shahinaz Malika semesum ini. Dari menyentuh dadaku sekarang perutku. Bagaimana jika yang lain? Misal—"
Aku langsung membekap mulutnya. Omong kosong macam apa ini? Astaga! Mulutnya kotor sekali. Aku tahu arah pembicaraannya.
Dia mengatakan sesuatu tak jelas. Well, aku semakin membekap mulutnya. Lebih baik dia diam daripada menambah masalah baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE HERZ ✓ (COMPLETED)
Short Story(Follow sebelum baca) Bagaimana jika salah satu sahabat terbaikmu memperkosamu? Apa yang akan kamu lakukan? --- "Jadilah istriku!" "Jangan gila Bran!" --- Cover by pinterest Buku keempat Big Boss and Me #2 in puisi