(31)

13.3K 860 5
                                    

Sha menyedekapkan tangannya kesal melihat pria itu terus menggodanya. Ia sedang marah. Kemarin ia langsung masuk ke kamar tanpa bicara sepatah katapun saking jengkelnya dengan pria itu. Ia hanya sekedar menginap dengan sahabat masa tidak boleh? Hanya semalam padahal.

"Kita akan melepas kepergian Vio jika kau mau, sayang."

"Aku saja, kau tak usah."

"Kenapa?"

"Kenapa? Memangnya siapa Vio dalam hidupmu?"

Gibran menghela nafasnya pelan.

"Berapa kali aku bilang sayang.. Vio adalah sahabatmu. Aku akan memperlakukannya dengan baik jika dia juga baik denganmu."

"Lagipula dua minggu ini adalah waktu honeymoon kita. Bukan semata-mata aku menuntutmu harus selalu bersamaku, tidak. Aku hanya harus selalu menjagamu, sayang. Semalam bukan waktu sebentar. Kau istriku. Sedang hamil anak kita. Bukannya aku egois. Tapi sekali-kali kau harus mengertiku.. aku juga ingin dimengerti.. aku hanya ingin memastikanmu baik dalam pengawasanku," ujarnya dengan nada lembut.

"Dan.. hubungan kita juga sudah semakin baik kemarin. Kau sudah mencoba membuka hati padaku. Walau hanya semalam kau ijin padaku untuk meninggalkanku. Aku merasa kau akan meninggalkanku selamanya. Jujur aku... aku takut."

Sha tercekat mendengar itu. Seharusnya ia belajar dari kesalahannya. Ia harus mencoba mengerti perasaan orang lain.

"Hei, Gibran.." wanita itu menyentuh tangan suaminya.

"Darimana pemikiran itu berasal? Aku tak akan meninggalkanmu."

Pria itu menatapnya sendu, "Apa kau yakin?"

"Iya sayang. Aku sangat yakin."

"Lalu pesanmu dengan Viona, apa maksudnya?"

Sha meneguk ludahnya kasar, "Yang mana?"

"Apa aku harus memperlihatkannya?"

"Kau membuka ponselku?"

"Aku menyadapnya, Sha."

Sha menundukkan wajahnya. Astaga.. tentulah pria itu sudah tahu sekarang.

"Berapa hari aku harus dihukum?"

"Hmm?"

"Berapa hari kau akan meninggalkanku?"

"Gibran.. aku.. aku tak bermaksud seperti itu. Aku hanya.. ingin.." ujarnya tergagap.

"Ingin menghukumku dengan meninggalkanku berlibur bersama Viona diam-diam? Kau tahu kelemahanku. Tanpamu. Itu kelemahanku." Nada pria itu seakan kecewa padanya.

"Pergilah.. hukum aku jika kau mau."

"Gibran.." matanya berkaca-kaca.

"Aku pantas dihukum. Aku pria berengsek. Aku jahat.. aku.. aku.."

"Bran! Dengarkan aku!" Sha menangkupkan wajah suaminya agar menatap wajahnya.

Kedua netra pria itu berkaca-kaca. Hatinya kini rapuh.

"Aku sayang padamu ingat itu! Kau bukan pria jahat. Aku bukan menghukummu. Tapi memperbaiki kesalahanku.."

***

Pria itu tersenyum melihat Sha dengan gaun putih yang cantik dari jauh. Wanita itu sedang duduk di pinggir jendela kamar Viona. Tiba-tiba ia mengkhawatirkan sesuatu.

"Apa ia pantas bersanding denganku? Ia terlalu menawan untukku."

Masih dalam masa hukumannya. Baru tiga hari ia ditinggal istrinya menginap di rumah Viona. Gibran diam-diam menyelinap mengamati istrinya. Pria itu menutup matanya perlahan, ia sangat merindukan istrinya. Bisakah ia sekarang bertemu? Berapa sisa masa hukumannya?

"Kau sangat keras kepala, dude!" Zafer menepuk pundak sepupunya tiba-tiba.

"Shit! Apa yang kau lakukan disini?!"

"Mengunjungi calon istriku. Apa yang kau lakukan disini? Ah.. tidak usah bilang aku sudah tahu. Haha.. suami yang malang."

"Tutup mulutmu!"

"Heh.. pergilah sebelum istrimu melihatmu dan menambah masa hukumanmu!" bisiknya sebelum meninggalkan Gibran seorang diri.

"Fuck.." geramnya lirih.

Ia menatap lagi posisi istrinya. Kenapa tidak ada? Pria itu menghembuskan nafasnya pelan sebelum pulang. Langkahnya tiba-tiba gontai. Rasanya hampa tak ada istrinya. Demi apapun.. Sha sangat berarti dalam hidupnya.

ONE HERZ ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang