(1)

59.7K 1.9K 32
                                    

"Kitalah yang mengendalikan hati dan perasaan kita. Jangan dibalik, hidup kita yang dikendalikan hati dan perasaan. Bisa berbahaya. Dan lebih lagi, kalau hidup kita dikendalikan seseorang yang bukan siapa-siapa, hanya karena kita menambatkan ilusi pengharapan atau rindu padanya." Aku mengutip quote dari karya penulis idolaku, Tere Liye.

Menatap lurus perempuan di depanku. Perempuan itu menundukkan kepalanya. Menggigit bibir bawahnya. Dia meremas kedua tangannya. Air matanya yang menetes secepatnya dihapus kasar. Dia teman setiaku. Lebih tepatnya salah satu sahabatku.

Dia baru saja menumpahkan seluruh kegalauannya karena seorang laki-laki yang dia sukai, orang yang katanya selalu perhatian padanya memberi semangat di belakangnya telah memiliki pacar. Dia Viona Rosalina. Vionaku yang malang.

Aku mengusap punggung tangannya menyalurkan rasa prihatin karena sahabatku menjadi korban pengharapan palsu. Astaga! Laki-laki zaman sekarang memang selalu membuat perempuan salah paham. Lihatlah! Sahabatku menangis sesenggukan karenamu Wahai laki-laki berengsek!

Dan inilah aku. Shahinaz Malika. Penasehat urusan percintaan. Walau, aku sendiri tak tahu sebenarnya apa itu cinta. Sama sekali tak mengerti apa itu cinta sesungguhnya. Well, itu karena aku belum pernah merasakannya. Aku hanya suka mengutip quotes dari penulis favoritku untuk menasehati sahabatku yang satu ini.

"Dia jahat Sha! Kak Bimo mempermainkanku. Padahal dia selalu memberiku perhatian. Bahkan kau tahu, dia memanggilku 'sayang' Sha. Bayangkan siapa yang tidak kepedean kalau sudah dipanggil sayang. Aku sangat-sangat menyukainya Sha. Kenapa dia malah memacari si Bocah Tengik Gladis? Apa kurangnya aku?"

"Vi, dengar! Makanan jatuh pun dia panggil sayang. Apalagi kamu. Orang yang buruk memang pandai mengobral pengharapan. Kau bisa mendapatkan laki-laki yang jauh lebih baik dari si berengsek itu. Jangan memaksakan perasaan, Vi. Kau tak kekurangan apapun. Memang dianya saja yang tak pantas untukmu."

"Kau pikir ini mudah? Aku mencintainya Sha!"

"Biarlah waktu yang mengobatinya. Aku mengerti tidak akan mudah melupakan seseorang yang pernah menetap di hati kita. Luka hati memang susah diobati daripada luka tubuh. Hanya waktu yang bisa mengobatinya. Biarkan obat itu bekerja, Vi. Dengar dia bukan orang yang tepat untuk kau cintai."

Dia menatapku tajam. Mendorong kursinya ke belakang. Dia berdiri menyambar tas selempangnya.

"Kau tak mengerti cinta Sha! Karena kau belum pernah mencintai seseorang." Serunya menggebu-gebu.

Reflek semua orang di dalam Kafe itu menoleh ke arah kami. Aku menatap punggung bergetarnya yang tertelan pintu kafe. Dia patah hati. Aku mencoba mengerti akan situasi ini.

Dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Dia sahabatku dari kecil. Aku sangat mengerti wataknya yang akan terlampau emosi jika sedang sedih. Dan ketika dia sedih atau marah maka otomatis dia tak waras. Dan aku sangat mengerti cara menanganinya. Yaitu dengan memberikan dia ruang untuk berpikir setelah aku menasehati otak bebal itu.

-Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan yang tak tertahan. -

Aku menghela nafas pelan mengingat quote itu. Merapikan rambut yang sedikit keluar dari jilbabku.

Menyesap minuman di depanku. Aku menyercitkan dahi menjulurkan lidahku. Pahit! Ini seperti dark chocolate, minuman kesukaan Viona.

Aku menatap satu minuman lagi di depanku. Caffè macchiato. Minuman yang kupesan tadi. Astaga! Minuman kami tertukar? Yang benar saja. Aku segera menukar minuman itu dengan minumanku. Menyesap campuran espresso dengan susu. Memejamkan mata menikmatinya. Ini nikmat.

ONE HERZ ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang