Sha menatap penasaran ponsel yang tergeletak di samping pria itu. Ia penasaran dengan pesan Viona. Memang salahnya tak menghidupkan ponselnya beberapa hari ini. Karena ia malas membuka.
Gibran masih menekuri pekerjaannya tak ada waktu untuk sekedar bermain ponsel.
"Apa aku boleh pinjam ponselmu?"
"Tentu, ambilah sayang!"
"Terimakasih."
Sha sekejab dibuat terdiam melihat wallpaper layar kunci pria itu. Foto saat dirinya dicium pipinya oleh Gibran saat tidur. Entah kapan diambil.
"Maaf menciummu saat tidur."
"Tidak apa."
"Hmm?" terkejut mendengar wanita itu tak keberatan sama sekali.
"Kau hanya menyimpan nomorku, Bran?" ujarnya sungguh terkejut.
"Iya."
"Kau tak menyimpan nomor keluargamu?"
"Tidak."
"Kenapa?"
"Nomor mereka kusimpan di ponselku yang satunya. Khusus keluarga."
"Bagaimana dengan relasi bisnis?"
"Tidak penting. Tak pernah kusimpan."
"Nomor Viona juga?"
Pria itu berdehem kecil, "Tak penting menyimpannya."
"Tapi, kenapa?"
"Karena yang penting adalah istriku dan keluargaku."
"Tapi, Viona sahabat kita Bran."
"Hmm, sahabatnya istriku."
"Maksudmu?"
"Dia bukan sahabatku tapi sahabatmu. Aku dekat dengannya karena aku ingin dekat denganmu. Aku tak ingin bersahabat dengan Viona sejak awal. Karena yang kuinginkan hanya kau, sayang. Maafkan jika aku begini."
Sha menghela nafasnya panjang. Ia tak tahu harus menjawab apa.
"Tapi, tenang saja. Aku akan baik dengannya selagi dia baik denganmu."
"Kau jahat, Bran. Bertahun-tahun kalian bersama tapi sama sekali kau tak menganggapnya," ujarnya sedikit kecewa.
"Kau tak bisa memaksa seseorang untuk menerima orang yang berarti dalam hidupnya, sayang."
Sha seketika terdiam. Pria itu ada benarnya. Ia tak bisa memaksakan pria itu untuk menerima Viona menjadi sahabat.
***
"Sialan!"
"Kenapa Bran?" melihat pria itu memukul meja yang tak bersalah.
"Bimo.. bedebah sialan itu."
"Kenapa dia?"
"Dia yang menggedor-gedor pintu apartemen kita, sayang. Tidakkah kurang ajar?"
"Tapi, kenapa?"
"Dia kira kaulah yang menghancurkan hubungannya dengan Viona. Maka dari itu, keparat itu ingin menemuimu."
"Menghancurkan hubungan mereka? Mereka sudah putus?"
"Ya, beberapa minggu lalu."
"Bagaimana kau tahu?"
"Aku diberitahu motifnya oleh anak buahku. Tenang saja.. mereka yang akan mengurusnya."
"Tapi, Bran. Kenapa dia ingin menemuiku? Kenapa juga aku yang disalahkan?"
"Kurasa.. karena kau terlalu mencampuri hubungan mereka dulu."
"Hmm.. bukankah baik mereka sudah putus? Kurasa Viona sudah menyadari jika Bimo itu pria buruk."
"Kau ingin tahu kenapa mereka pisah, sayang?"
"Kau tahu?"
"Aku yang memisahkan mereka."
"Apa?!" serunya terkejut.
"Aku menyuruh seseorang untuk mendekati Viona dan membuat Viona jatuh cinta padanya. Akhirnya, berhasil."
"Apa?!"
"Maaf aku tak memberitahumu. Aku hanya ingin membuat kejutan untukmu. Bagaimanapun aku tahu kau ingin yang terbaik untuk sahabatmu. Aku melakukannya demi dirimu."
"Apakah orang itu juga mencintai Viona? Bagaimana jika orang itu malah menyakiti Viona?"
"Ya, dia mencintainya dan ingin menikahinya."
"Jadi, kau menjodohkan mereka??"
Pria itu mengerutkan keningnya tak terima, "Menjodohkan?"
"Ya, kau menjodohkan mereka Bran. Kau seperti mak comblang."
"Mak comblang? Aku bukan seperti itu, sayang."
"Siapa pria itu?"
"Dia sepupuku."
"Tunggu, biar kutebak.. Zafer??" sepupu yang paling masuk akal dibanding lainnya.
Gibran mengangguk, "Benar."
"Bagaimana mungkin? Pria itu membenci Viona, kan?" ujarnya tak percaya.
"Tidak selamanya. Cinta bisa tumbuh, sayang."
"Tapi, sejak kapan Viona menyukai pria yang lebih muda darinya?"
Gibran mengendikkan bahunya tak tahu. Cinta memang rumit. Seperti kisah cintanya, rumit. Entah kapan pujaan hatinya akan mencintainya. Namun ia percaya, suatu hari nanti pasti Sha akan mencintainya.
Zafer—anak dari Zain dan Zehra—ada di ceritaku CRAZY MAN
KAMU SEDANG MEMBACA
ONE HERZ ✓ (COMPLETED)
Historia Corta(Follow sebelum baca) Bagaimana jika salah satu sahabat terbaikmu memperkosamu? Apa yang akan kamu lakukan? --- "Jadilah istriku!" "Jangan gila Bran!" --- Cover by pinterest Buku keempat Big Boss and Me #2 in puisi