(4)

19.3K 1.1K 10
                                    

"Kau ingin menyerah begitu saja?"

Pria itu kembali mengusikku. Aku memilih menata buku di depanku. Sedikit berjinjit memasukan ke dalam rak kedua dari atas. Buku tentang Sains. Banyak debu-debu yang menempel di sampulnya. Aku membersihkannya dengan kain kering. Meniup debunya ke arah Gibran.

Dia terbatuk-batuk kecil. Aku terkekeh kecil. Siapa suruh mengusik pekerjaanku.

"Dia sudah memilih pilihannya sendiri, Bran."

"Kau ingin dia patah hati kembali? Tega sekali kau. Dia sahabat kita Sha."

Aku menghela nafas pelan. Dia benar, aku tak rela sahabatku patah hati kembali. Kemarin, dia ditembak oleh si Minyak Goreng itu. Dan tentu saja, Viona menerimanya dengan senang hati. Katanya, pacarnya si Bimo yang bernama—siapa itu aku lupa hanya dijadikan taruhan saja. Entahlah, aku tak tahu kebenarannya seperti apa.

"Apa yang harus kulakukan?"

"Kembali ke rencana awal. Aku tak rela jika dia berpacaran dengan Si Minyak Busuk itu. Vio bodoh sekali Sha!"

"Terkadang cinta memang membodohkan, Bran. Seperti tak pernah jatuh cinta saja kau ini."

"Aku—" dia menatapku ragu.

"Kau benar," lanjutnya seperti pasrah.

Aku menepuk pundaknya lembut. "Jangan galau! Lebih baik membeli bukuku."

"Setiap aku datang kesini aku selalu membeli jangankan satu buku tapi lima Sha! Aku bahkan punya toko buku sendiri di apartemen"

Aku tertawa kecil. "Benarkah?"

"Jelas. Mereka sampai berdebu karena tak pernah kubaca sama sekali."

"Sayang sekali, pemilik bukunya pemalas."

Dia mendengus mendengarnya. Dia kembali ke mode serius kali ini.

"Aku bicara serius, Sha. Kita kembali ke rencana awal oke?"

Aku mengangguk pasrah. "Aku setuju."

"Nah begitu dong dari tadi. Aku sudah menahan lapar lama sekali. Ayo makan siang bersama!"

Aku berdecak kecil. "Ya sudah ayo!" Terpaksa menerima ajakannya.

Dia menggeret lenganku.

"Lepas Bran!" aku mengibaskan tanganku tak nyaman akan cengkeramannya.

"Aku tak ingin kau meninggalkanku lagi. Kau selalu menghilang dari pandanganku. Apa aku harus membawa borgol saja untuk membuatmu tetap di sampingku?" tadi memang aku meninggalkannya sendiri di tengah jalan. Siapa suruh mengusikku?

"Bran, jangan berlebihan!"

"Aku serius, Sha."

Aku mendengus kasar. "Aku tak akan meninggalkanmu."

Dia terdiam terpaku menatapku. Menyelami bola mataku. Seakan mencari sesuatu disana. Dasar aneh!

"Aku akan menemanimu makan siang, Dasar gentong! Ayo kita makan sekarang!"

Cemberutan kecil menghiasi bibirnya. "Kukira."

"Kau kira apa?"

"Tidak apa. Ayo berangkat!"

Aku mengangguk berjalan beriringan bersamanya. Berpamitan dahulu dengan Pak Sabar.

"Pak Sabar mau titip?" tawarku dijawabi dengan gelengan kepala.

"Tidak usah nak Sha. Bapak sudah makan barusan. Biasalah, masakan istri jadi makanan favorit bapak."

Aku menjawabnya dengan tawa renyah. Laki-laki di sampingku menyenggol lenganku. Aku menatapnya heran.

ONE HERZ ✓ (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang