Kututup pintu kamar sesaat Leshy berwujud burung itu terbang mengikutiku. “Ubah wujudmu menjadi manusia!” pintaku, sambil berjalan mendekati ranjang lalu duduk di sana.
“Apa ada hal lain yang ingin kau sampaikan?” tanyaku kepadanya, seraya meletakkan kotak kayu di tangan ke atas ranjang.
Burung di depanku itu membesar … Tubuhnya dengan segera berganti, sebagai seorang laki-laki yang usianya mungkin sama seperti Izumi. “My Lord,” ucapnya dengan berlutut di depanku, “Tsubaru memintaku untuk menyampaikan ini kepadamu.”
“Tsubaru? Ada apa dengannya?” sahutku untuk kata-katanya.
“Tsubaru berkata, kalau beberapa manusia yang berkuasa di sana masih berusaha untuk menjatuhkanmu. Mereka, berupaya untuk mencari perempuan lain sebagai Ratu, menggantikanmu.”
“Lalu bagaimana dengan suamiku sendiri?” Aku kembali bertanya padanya.
“Raja tidak terlalu mempedulikan semua itu. Dia sekarang, hanya sibuk memperluas kerajaan.”
Kepalaku mengangguk setelah mendengarkannya, “aku ingin kalian berempat, Para Leshy, menyelinap menjadi pelayan untuk masing-masing anakku. Kalian harus menjaga mereka, dan menjauhkan mereka dari seseorang yang berpotensi untuk meracuni pikiran keempat anakku.”
“Anak-anak layaknya batu dan orang tua adalah pemahatnya. Aku tidak ingin, jika ada siapa pun yang memengaruhi mereka karena ketidakhadiranku di sana. Uki dan Kei, mungkin bisa melindungi tubuh mereka, tapi otak dan hati mereka … Uki dan Kei, belum tentu bisa melindungi mereka.”
“Jadi, aku menyerahkan mereka pada kalian berempat. Lalu, perintahkan juga kepada Tsubaru, untuk tidak boleh memberikan segel kekuasaan Ratu pada siapa pun, termasuk pada Zeki dan juga Huri! Bahkan kalau perlu, dia harus mati untuk mempertahankannya!”
“Dan sampaikan hal ini juga kepada suamiku, kalau sampai aku mendapatkan kabar bahwa dia mengangkat selir. Jangan marah kalau aku sampai melakukan hal sama sepertinya! Bukan hanya dia yang bisa mendapatkan perempuan mana pun yang ia inginkan … Aku pun, bisa dengan mudah melakukan hal yang sama.”
Aku mendongak lalu menghela napas panjang, “sebarkan kabar di Yadgar kalau Raja sedang mencari selir!”
“My Lord!”
Wajahku kembali bergerak, membalas tatapannya yang begitu terkejut mendengar ucapanku barusan, “sebarkan kabar di Yadgar kalau Raja sedang mencari selir!” tuturku, kembali mempertegas perintah dengan senyum di ujung bibir, “lalu pinta Kei untuk menghabisi mereka semua yang mendaftarkan diri dalam sayembara itu secara membabi-buta. Dengan seperti itu, tidak akan ada lagi yang berani untuk menyentuh posisiku di sana.”
“Aku menghabiskan darah, keringat, dan air mata hanya untuk berada di posisi sekarang. Aku tidak akan, memberikan posisi tersebut pada siapa pun! Kalau tidak ada lagi yang ingin kau sampaikan, segera ubah kembali wujudmu seperti semula sebelum yang lain datang!”
Aku membaringkan badan dengan lengan kanan menindih kening, “menjengkelkan sekali saat mendengarnya! Aku benar-benar akan menyingkirkan semua bangsawan itu secepatnya!”
“Semua yang lalu bisa aku maafkan karena kau berada di bawah kutukan, tapi jangan harap aku akan memaafkanmu untuk kedua kalinya. Silakan coba meminang perempuan lain, Zeki! Kalau kau memang menginginkan matamu itu kucongkel, lalu kupotong habis kemaluanmu itu!”
______________.“Izu-nii, besok aku akan mulai melanjutkan perjalanan!”
Aku menyeruput air teh di dalam cangkir dengan tenang, walau mata mereka yang berada dalam ruangan seketika beralih padaku. “Untuk Ebe, kau tetaplah di sini bersama Suamimu-”
“Tapi kenapa? Kenapa aku tidak ikut kali ini?!”
Aku menghela pelan, sambil meletakkan kembali cangkir berserta alasnya di tangan ke meja. “Kau seorang Ratu! Sudah saatnya, kau harus belajar seperti apa seharusnya Ratu bersikap dan membantu Raja memimpin Kerajaan!”
“Aku tidak ingin, hanya karena kau mengikutiku pergi tak tahu arah. Kau justru mengabaikan tugasmu yang seharusnya, hingga membuat orang-orang di sekitar jadi meremehkanmu! Tetaplah di sini dan buktikan padaku, kalau kau memang pantas menjadi Ratu untuk mendampingi kakakku!”
“Dan kau, Bardiani! Aku akan membawamu sampai kau nanti menemukan tempat yang ingin kau tinggali! Namun, jangan berharap kalau aku akan menolongmu saat bahaya berada tepat di depan matamu sendiri! Nyawamu, merupakan tanggung jawabmu sendiri!” sambungku, dengan kali ini mengalihkan pandangan pada Bardiani.
“Apa kau tidak terlalu berlebihan pada mereka?”
Mataku tertunduk oleh ucapan Izumi, “aku berbicara seperti ini untuk kebaikan mereka,” tuturku yang kembali terdiam beberapa saat, “apa Bardiani pernah merasakan seperti apa sakitnya saat tubuh dihujani lebih dari satu panah beracun? Apa Ebe, pernah merasakan seperti apa rasanya saat banyak orang berusaha untuk menariknya jatuh?”
“Aku merasakan semua itu, dan aku mengucapkan kata-kata sebelumnya … Hanya karena, aku tidak ingin mereka merasakan hal yang sama.”
“Izu-nii!” sambungku dengan kali ini memanggil namanya, “aku yang membentuk kelompok ini. Jadi aku juga yang berhak memutuskan semuanya.”
“Kau benar! Aku tidak memiliki hak untuk mencampuri semua itu.”
Lagi-lagi aku menghela napas untuk kesekian kalinya, “jangan salah mengartikan maksud dari ucapa-
“Aku paham!” sahut Izumi sebelum ucapanku sempat terselesaikan, “aku hanya terlalu takut kalau terjadi apa-apa padamu. Padahal, makhluk-makhluk yang menjaga dan setia padamu justru lebih kuat dibanding manusia seperti kami, tapi tetap saja rasa khawatir itu masih ada.”
“Berhati-hatilah, kalau kau memang akan melanjutkan perjalanan! Segera beri kabar padaku kalau terjadi sesuatu dalam perjalananmu! Jika kau bingung untuk mencari tempat kembali….”
“Kembalilah ke sini, karena aku akan selalu menyambut kedatanganmu!” tukasnya, melanjutkan lagi ucapan yang sempat ia hentikan.
“Aku akan melakukan semuanya seperti yang kau pinta. Izu-nii, terima kasih untuk semuanya.”
“Tidak. Justru aku yang seharusnya berterima kasih untuk semuanya.” Aku dan dia saling tatap cukup lama, sebelum tawa kecil sama-sama kami keluarkan.
__________.
Aku menoleh pada Izumi dan juga Ebe yang menatap kami. “Apa kau masih kesal dengan keputusanku ini, Ebe?” tanyaku, sesaat memandang senyum kecut di bibirnya.
“Tentu saja! Tapi apa yang kau ucapkan sebelumnya juga benar. Aku harus mempelajari semuanya dari sekarang agar bisa pantas bersanding dengan kakakmu. Aku tidak akan membiarkan satu manusia pun menganggapku remeh. Aku akan membuktikan semua itu kepadamu nanti, Sachi.”
“Aku akan menunggumu untuk membuktikan semua itu. Jaga dirimu baik-baik, Ebe! Dan jaga dirimu juga, nii-chan!” sahutku dengan senyum yang aku lemparkan padanya.
Wajahku tertunduk dengan tangan yang mengusap pelan leher Kou. “Kou, bawa kami ke tanah di mana pertama kali kami berjumpa dengan Eneas. Ke tanah, di mana kami tumbuh dewasa.”
“Bawa kami ke Paloma! Pastikan, tidak ada seorang pun yang melihat keberadaanmu di sana!”
Setelah mendengar ucapanku itu, sayap Kou mulai membentang lebar. Izumi, Ebe dan beberapa kesatria di belakang mereka, serempak mengangkat lengan … Menghalangi salju yang terbang oleh kepakan sayapnya.
“Aku pergi nii-chan! Terima kasih untuk jamuannya!” teriakku sambil terus menunduk, menatap sosok mereka yang terus mengecil di mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori (II)
FantasySambungan dari Our Queen : Memento Mori (I). Diharapkan, untuk membaca judul tersebut terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psychology. Warning...