“Aku tidak tahu harus berkata apa,” ungkapku dengan wajah tertunduk, “apa kalian yakin dengan perkataan kalian?” sambungku, sambil menatapi mereka kembali.
Savon maju, dia meraih lalu menggenggam tanganku, “aku tahu, seperti apa usahamu untuk membuat Paloma menjadi lebih baik selama ini. Aku selalu mengawasimu, Sakura. Aku sungguh-sungguh mempercayaimu,” tuturnya hingga membuatku menggigit kuat bibir sendiri.
Maafkan aku, Savon. Maafkan aku karena sudah mempermainkan kalian semua. Namun aku tidak memiliki pilihan … Aku harus membangun namaku agar dikenal banyak orang, dan aku pun sudah seharusnya … mengenalkan Zeki kepada siapa pun sebagai suamiku.
“Terima kasih. Aku sangatlah bersyukur saat mendengarnya.”
Kutarik tanganku dari genggamannya, dengan senyum yang mencuat, aku kembali menoleh pada Bernice berserta Sabra, “aku sudah terlalu lama pergi. Aku akan mencari kesempatan untuk kembali keluar dari Istana dan saat itulah … Aku akan menemui kalian kembali,” ungkapku sembari berpaling lagi kepada Savon.
“Savon, jaga dirimu dan persiapkan semuanya yang harus dipersiapkan. Dan aku juga pinta kepadamu, kumohon untuk jaga teman-temanku.”
____________.
Aku berdiri lalu menyilangkan kedua tangan ke pundak, persis seperti semua orang yang ada di dalam ruangan. Ratu yang bersimpuh di sana, mulai merapal kata demi kata yang terdengar seperti panjatan doa di dalam telinga. Mereka meminta keselamatan, mereka meminta kemenangan … Sebuah doa, yang kuharapkan justru sebaliknya terjadi.
Setelah doa usai. Mataku segera berpaling, ke arah Kapten Paloma, Dante, Gil dan beberapa laki-laki lainnya yang saat itu sedang berdiri mengelilingi sebuah meja batu. “Kau tidak seharusnya berada di sini!” Sebuah ucapan yang mencuat, membuatku harus menoleh pada Ratu dan rombongannya yang sudah berdiri di sampingku.
Aku melipat bibir ke dalam. Kuputuskan untuk berbalik lalu melangkah pergi meninggalkan mereka semua yang kala itu tengah mencoba untuk mengatur siasat perang. Kedua kakiku terus dan terus berjalan … menyusuri Istana yang begitu luas itu. “Apa kalian telah sampai?” gumamku ketika menghentikan langkah di Taman Istana.
“Kami sudah bisa melihat Benteng Ibukota Paloma. Perjalanan kami memang sempat tersendat karena harus menghancurkan beberapa wilayah lainnya sebelum sampai ke sini,” jawab Lux yang turut menggunakan Bahasa Latin sepertiku.
“Apa kau ingin pasukan Yadgar langsung bergerak untuk menghancurkan Benteng tersebut?”
“Ti-” ucapanku seketika berhenti, sesaat embusan angin membawa sebuah sihir yang menyentuh kulit.
Aku mendongak, menatapi langit ketika beberapa helai kelopak Mawar jatuh bececer di Taman. Kuangkat tangan kanan hingga membuat salah satu kelopak jatuh di sana. “Mawar? Sihir terlarang, kah? Ryu? Atau,” gumamku dengan tangan gemetar memegang kelopak Mawar tadi.
“Sachi! Apa mereka meminta bantuan Ka-” suara Lux tak kalah gemetar saat memanggilku.
Aku meneguk ludah. Tubuhku masihlah gemetar, dan kian menjadi-jadi hingga membuatku benar-benar membeku … Disaat, sebuah sihir yang sangat besar bergerak mendekat dengan kecepatan tinggi. “Kou!” Aku berteriak memanggil namanya, sesaat bayangan hitam berukuran besar melesat terbang melewatiku.
“Zeki! Naga milik Kaisar mendekati pasukan kita!” Air mataku dengan seketika menetes, disaat teriakan dari Lux menggema di dalam kepala.
Apa yang kau lakukan, Sachi? Bergerak! Gerakkan tubuhmu! Kenapa di saat seperti ini, kau justru terdiam!
Bunyi raungan yang berasal dari atas langit, membuat tubuhku terperanjat saat itu juga. Tubuhku segera bisa digerakkan, dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan itu … Aku langsung bergegas, mengejar sosok besar berwarna putih yang baru saja terbang di atasku.
Baru beberapa langkah aku berlari … Kakiku seperti ada yang menahan. Saat aku hendak menoleh, aku sudah dikejutkan oleh sebuah akar merambat yang melilit pinggangku. “Kakek! Apa yang Kakek lakukan?!” Aku meninggikan suara, karena akar yang melilit pinggang tersebut mengalir sihir dari Kakek di dalamnya.
Aku berteriak kesal, dikala akar tadi dengan seketika menarikku secara paksa ke belakang. Menarikku, hingga aku memasuki sebuah pohon yang batangnya terbelah dua. “Aduh!” Aku bergumam pelan tanpa sadar, ketika punggung menabrak sesuatu oleh tarikan dari akar tadi.
“Kakek!” suaraku meninggi oleh kekesalan saat baru tersadar lagi dengan apa yang terjadi. Aku beranjak, dan segera berjalan mendekati sosok laki-laki yang terdiam menatapiku itu, “apa maksud Kakek melakukan semua ini!” ungkapku kesal, kepadanya yang berdiri membelakangi beberapa puluh Elf.
“Tetaplah di sini! Aku melarangmu mendekati makhluk tersebut.”
Bibirku sempat terbuka sejenak sesaat mendengar ucapannya, “suamiku ada di sana, Kakek! Teman-temanku juga ada di sana! Bagaimana mungkin aku tidak membantu mereka,” geramku saat sudah berdiri tepat di depannya.
“Nyawamu, berkali-kali lipat lebih penting dibanding nyawa manusia yang lain.”
“Apa mak-”
“Ibu!” panggilan itu membuatku tak sempat menyelesaikan ucapan. Aku segera berbalik, mencari arah dari panggilan tadi, “Huri?” tukasku dengan segera berlari mendekatinya yang berdiri di sana.
Aku berlutut di depannya. Kupandang lalu kupegangi wajahnya yang terlihat pucat, “Huri? Apa yang terjadi? Kenapa wajahmu pucat seperti ini?” tanyaku, alisku seketika mengerut saat mendapati beberapa helai kelopak Mawar di genggamannya, “Mawar? Apa kelopak Mawar yang ada di sana merupakan hasil dari perbuatanmu?” Aku kembali bertanya sambil merebut kelopak Mawar tadi yang ada di tangannya.
"Huri, jawab pertanyaan Ibu!"
“Huri bermimpi Naga jahat itu memakan Ibu. Di dalam mimpi Huri juga, Ayah tidak berhenti menangis. Ayah tidak ingin lagi melihat Huri … Ayah akan membenci kami kalau Ibu sampai dimakan oleh Naga jahat tersebut.”
“Apa mimpi tersebut baru saja datang kepadamu? Apa kau menceritakan mimpi tersebut kepada Paman Ryuzaki ataupun Kakek Buyut?” Aku menarik napas panjang, disaat anggukan darinya menjawab pertanyaan yang kuberikan.
“Bagaimana jika kau bermimpi sebaliknya? Bagaimana jika Ayahmu yang dimakan oleh Naga jahat itu, apa menurutmu Ibu akan bahagia? Apa Huri juga akan bahagia kalau sampai itu terjadi?”
Dia menggeleng dengan mata yang dipenuhi tangisan. “Apa Huri tahu? Dulu, saat Huri masih ada di dalam perut Ibu, banyak … Banyak sekali orang yang meminta Ibu untuk menyerah saja kepada Huri. Namun Huri tahu apa yang terjadi? Ayah dan Ibu bersikeras untuk mempertahankan Huri.”
“Dan apa Huri juga tahu, apa yang dilakukan Ayah saat dia pertama kali melihat Huri?” tanyaku lagi yang kembali dibalas oleh gelengan kepala, “Ayahmu menangis saat dia menggendong Huri. Ayah kalian sangat sayang kepada kalian, dia tidak akan mungkin membenci kalian.”
“Kembalilah dan temui Leshy yang menjagamu! Hanya dengarkan perkataan Ibumu untuk saat ini, apa kau mengerti?”
“Apa mimpi itu tidaklah benar, Ibu?”
Aku mengangguk dengan senyum terpaksa yang sengaja kukeluarkan, “semua itu hanyalah mimpi, jadi kembalilah bersama saudara-saudaramu! Kak Ihsan, mungkin sekarang sedang pusing menghadapi kenakalan Anka dan juga Sema, jadi kembalilah dan tolong dia!”
Aku beranjak, sambil memutar tubuh Huri hingga dia berdiri membelakangiku, “ayo cepat temui mereka, Bunga Ibu yang Cantik!” tuturku sembari menepuk pelan punggungnya.
Tubuhku terdiam, menatapinya yang telah berlari semakin jauh meninggalkan kami. “Buka kembali gerbang ke Paloma, Kakek!” perintahku saat kembali berbalik menatapnya, “atau akan kubunuh diriku sendiri! Tepat di hadapan kalian, saat ini juga!”
“Dan saat anak-anakku tahu dengan apa yang terjadi kepada orangtuanya. Mereka akan membenci Kakek Buyutnya sendiri, karena aku akan menjadikan Kakek sebagai alasan atas kematianku tersebut.”
“Sihir milik Huri hampir sama kuatnya dengan sihir milik Nenek, bukan? Kalian akan sangat dirugikan, saat putriku itu memutuskan untuk membenci kalian, terlebih saat dia sudah sadar … Dengan seluruh kekuatan yang ada di dalam dirinya,” sambungku yang hampir tak berkedip membalas tatapan Kakek di depanku.
"Jadi tunggu apa lagi! Bawa aku kembali ke Paloma saat ini juga!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori (II)
FantasySambungan dari Our Queen : Memento Mori (I). Diharapkan, untuk membaca judul tersebut terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psychology. Warning...