“Bagaimana?” Aku mencoba untuk memastikan kembali ucapanku, “pertemukan saja aku dengan mereka. Setelah itu, aku bisa pastikan kau bisa mengetahui semuanya,” tuturku lagi kepada laki-laki di depanku itu.
Kuberjalan mundur sambil kutarik kembali tanganku di pergelangan tangannya, tatkala laki-laki tersebut menjatuhkan lirikannya ke pada laki-laki lainnya yang ketika itu tengah berdiri menjaga sebuah pintu. Bibirku tersenyum, lalu berbelok dan melangkah mendekati laki-laki sebelumnya, saat laki-laki itu membuka pintu yang ada di sampingnya.
“Buruk, tidak selalu berakhir buruk! Ikuti saja dan kau akan menemukan apa yang kau cari!” tukas laki-laki tersebut kala aku hendak melangkah melewatinya.
Aku berjalan, melalui pintu tadi yang terhubung dengan sebuah turunan anak tangga. Anak tangga tadi, membawaku ke sebuah lorong bercabang tiga, “buruk tidak selalu berakhir buruk! Ikuti saja dan kau akan menemukan apa yang kau cari!” ucapan laki-laki sebelumnya kembali melintas di dalam keheningan.
“Buruk, tidak selalu berakhir buruk. Apa yang dia maksud itu?” gumamku sambil melirik ke lorong yang ada di sebelah kiri.
Baru saja aku hendak melangkah ke lorong tersebut. Aku dikejutkan dan dialihkan oleh kedatangan seekor tikus yang keluar dari lorong dari arah sebaliknya. “Shin? Tama?” bisikku, mencoba untuk memanggil mereka berdua.
“Kami telah menemukan keberadaan mereka. Ikuti saja hewan di depanmu, My Lord!” Tama menyahut, menjawab panggilanku di dalam kepala.
Aku segera bergegas. Mengejar seekor tikus tadi yang telah berbalik lalu berlari ke dalam lorong, tempat dia berada. Tikus itu terus berlari dan terus berlari … Hingga sebuah panah yang tiba-tiba jatuh di depanku, membuatku seketika berhenti. “Aku hanya sedang mencari temanku!” ujarku sambil mengangkat kedua tangan ke atas.
Tak kuucapkan sepatah kata lagi, disaat panah kedua kembali muncul dan jatuh … Tepat, beberapa jari dari ujung kakiku. “Aku Sakura! Aku, hanya ingin bertemu dengan temanku!” Aku lagi-lagi meninggikan suara, agar sosok yang entah bersembunyi mengawasiku itu, segera menampakkan wujudnya.
Kulirik ke kanan, dan kulirik ke kiri, tapi aku tetap tidak menemukan seorang manusia pun di sini kecuali diriku sendiri. “Aku ingin membawakan berita penting untuk kalian semua!” tuturku untuk kesekian kalinya, sekedar hanya untuk memancing mereka semua agar keluar.
Aku sedikit terperanjat lalu sesegera mungkin menyingkir ke sebelah kanan, disaat dinding yang ada di sebelah kiri tiba-tiba mengeluarkan suara. Dinding yang kubicarakan tadi bergerak, seperti halnya sebuah pintu yang hendak membukakan dirinya. “Sakura!” suara laki-laki memanggilku dari gelapnya ruangan di balik pintu tadi.
Sesosok laki-laki muncul, diikuti beberapa sosok laki-laki lain di belakangnya. “Sakura? Apa itu-” kata-kata itu berhenti, sesaat sosok itu melihatku.
“Apa yang terjadi? Apa yang dilakukan mereka kepada-” ucapannya lagi-lagi tidak sempat diselesaikan, ketika aku segera melengos kala dia hendak menggapai wajahku.
“Maafkan aku. Seharusnya aku lebih berusaha untuk mencoba menyelamatkanmu secepat mungkin,” pungkasnya lagi untuk kesekian kali.
“Semua ini bukanlah kesalahanmu. Aku sendiri yang memintamu untuk pergi tempo lalu,” ungkapku yang semakin membuatnya tertunduk sesaat aku menoleh padanya.
“Aku berniat menyelamatkanmu secepat mungkin, tapi kami tidak bisa melakukannya secara sembrono. Aku tidak ingin, terjadi sesuatu padamu karena kecerobohan dari rencana yang hendak kami buat.”
Savon mengangkat wajahnya, ketika aku menghela napas cukup berat di depannya, “aku dengar bahwa kau menghilang setelah penangkapanku?”
“Aku sengaja melakukannya, karena jika kita berdua sama-sama ditangkap, maka tidak akan ada yang bisa menyelamatkanmu.”
Kepalaku mengangguk setelah mendengar jawabannya, “namun yang terjadi justru sebaliknya. Aku sudah bebas, tanpa sempat kau tolong. Tidak perlu banyak berbicara Savon … Hanya pertemukan saja aku dengan teman-temanku!” pintaku tanpa memalingkan pandangan.
Savon bergerak mundur sambil mengangkat tangan kanannya. Saat Savon melakukannya, beberapa laki-laki di belakangnya menyingkir ke samping, seakan memberiku sebuah jalan untuk melewati mereka. Tak butuh waktu lama, aku segera melangkah … Memasuki ruangan gelap tadi yang semakin lama semakin terang, disaat kau memasukinya.
“Bernice! Sabra!” panggilku pada dua perempuan yang duduk termangu di sudut ruangan, menatapi beberapa laki-laki sedang berlatih pedang.
Kedua perempuan yang merupakan temanku itu segera menoleh. Wajah lesu nan muram yang mereka perlihatkan sebelumnya … Dengan cepat menghilang, ketika kami saling bertemu pandang dari kejauhan. “Sa-” Sabra mengatup cepat bibirnya, dia mengurungkan niat memanggil namaku dan menggantikannya dengan sosoknya yang mendekat menyusul Bernice.
“Bernice!” rengekku sambil memeluk erat dirinya yang terdiam tanpa suara, mematung ketika menjatuhkan pandangan dari ujung kaki hingga ujung kepalaku, “mereka melecehkanku di sana. Syukurlah, kalian tidak ikut denganku saat itu,” sambungku, semakin mempererat pelukan padanya.
Bibirku segera kugigit kuat, tatkala aku mendapati wajah Bernice yang terlihat menunjukkan raut wajah jengkel sekaligus jijik oleh perbuatanku, “aku sudah sangat mengenalmu. Mustahil, seseorang sepertimu yang bisa menghancurkan sebuah kerajaan dengan satu jentikan jari bisa dibuat menderita oleh mereka,” gerutunya, hampir seperti bisikan kepadaku.
Aku seketika tertegun, disaat kedua tangannya secara tiba-tiba ia tempelkan di kedua pipiku. “Apa yang terjadi kepadamu? Apa yang mereka lakukan? Katakan! Aku bersumpah akan menghancurkan mereka karena sudah membuatmu jadi seperti ini!” tuturnya dengan nada sedikit tinggi.
Lirikan mataku bergerak, mengikuti lirikannya yang mengarah pada Savon dan rombongan di sudut sana, tengah melihat ke arah kami, “mereka mempermalukanku. Aku tidak ingin mengingatnya! Semua yang mereka perbuat … Aku tidak ingin mengingat semuanya lagi!” ungkapku sesenggukan sambil menyandarkan wajah di dadanya.
Aku menarik napas panjang. Kakiku berjalan mundur, sambil tangan kugerakkan mengusap mata, “Savon!” panggilku yang masih sesengguk, hingga dia tanpa sadar melangkah mendekat, menjawab panggilanku tadi, “beberapa hari terakhir aku berusaha mencari keberadaan kalian. Ada berita penting yang ingin kuberitahukan,” sambungku, dengan tarikan napas dalam, untuk mengatur tangis tertahan yang sengaja kubuat.
“Berkat kebaikan hati Yang Mulia, aku diperbolehkan tinggal di Istana dan dia menjagaku selama ini dari cengkeraman Ratu. Selama tinggal di sana juga, aku mendapatkan kabar, bahwasanya Paloma akan diserang oleh pasukan Yadgar.”
“Yad-” ucapan Bernice seketika berhenti disaat lirikanku segera berpindah padanya.
“Yadgar? Aku seperti tidak asing dengan Kerajaan itu,” tuturnya, menyambung perkataannya yang sempat terpotong.
“Apa kau yakin? Tapi kenapa? Apa alasan Yadgar menyerang Paloma?” sahutan dari Savon, membuat semua orang yang ada di dalam ruangan segera menghentikan aktivitas dan mendekati kami secara berduyun.
“Aku pun tidak tahu,” ucapku dengan nada lemah, tertunduk di depannya, “tapi kalau aku tidak salah dengar … Kabarnya, Paloma menculik Ratu Yadgar.”
“Apa?!” suara Savon kembali meninggi, sampai membuatku segera menoleh lagi padanya.
“Aku tidak tahu itu benar atau tidak. Namun yang jelas, Paloma berada dalam bahaya, begitu pun dengan kita yang ada di dalamnya. Aku hanya ingin mengajak teman-temanku segera pergi meninggalkan Paloma … Itulah, alasanku berada di sini sekarang.”
“Aku akan melindungi Paloma sampai titik darah penghabisan!” serunya sambil mengepalkan kedua tangannya, “akan kulindungi tanah kelahiranku apa pun yang terjadi!”
“Aku pun ingin melakukannya, karena aku dibesarkan di sini. Namun apa yang bisa aku lakukan? Mereka menganggapku orang asing, bahkan aku tidak dipercaya untuk memegang satu pasukan pun.”
Savon mengangkat wajahnya. Dia menatapku cukup lama setelah aku mengucapkan kata-kata tersebut, “kami bisa menjadi pasukanmu, Sakura. Akan kami ikuti perintahmu, agar Paloma bisa memenangkan peperangan ini. Lagi pula, semua yang ada di sini, hampir semuanya adalah pasukan yang dulu pernah berjuang bersamamu menjaga Benteng Utama!” seru Savon yang segera ditimpali oleh anggukan dari beberapa laki-laki lain di dekatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Queen : Memento Mori (II)
FantasySambungan dari Our Queen : Memento Mori (I). Diharapkan, untuk membaca judul tersebut terlebih dahulu, agar dapat mengerti dengan alur ceritanya. Genre : Dystopia, High Fantasy, Romance, Action, Mystery, Slice of Life, Adventure, Psychology. Warning...