Chapter DCCCXXXII

1.1K 349 38
                                    

Sudah lewat beberapa hari semenjak Ratu Paloma menarikku ke ruangannya, dan semenjak itu juga … tiap kali kami berpapasan, tiap kali juga ia selalu membuang pandangan. “Berapa lama lagi aku harus menunggu?” gumamku sambil terus melangkahkan kaki menyusuri lorong Istana.

Tak lama aku segera berhenti, kala sebuah bayangan terlihat mendekat lalu berhenti tepat di hadapanku. “Ada apa? Apa kau memiliki urusan denganku?” tanyaku kepada sosok laki-laki yang merupakan Kapten Kerajaan Paloma.

“Apa yang kau lakukan kepada Ratu?” tanyanya dengan nada mengancam sambil menunduk, menatapku yang lebih pendek darinya.

“Aku tidak melaku-”

“Berhenti berbohong!” tuturnya dengan nada tinggi sebelum aku menyelesaikan sepintas kata-kata yang hendak kuucapkan.

“Apa kau pikir aku tidak mengetahuinya? Kau melakukan hal yang tidak pantas kepadanya!”

Aku mendongak, membalas tatapannya itu dengan sikap santai, “apa kau memiliki bukti bahwa aku melakukan hal yang kau sebutkan itu?”

“Para pelayannya memberitahukanku, kalau kau-”

“Kalau aku kenapa?” sergahku yang kali ini memotong ucapannya, “apa seperti ini seorang Kapten bersikap? Hanya mendengarkan satu pihak yang belum tentu mengucapkan kebenaran, apa seperti itu caranya Kapten membuat keputusan untuk menghukum seseorang?”

“Jika kau tidak memiliki bukti, kau dilarang untuk berteriak padaku seperti sekarang. Sebaliknya, kejahatan Ratumu itu terhadapku memiliki bukti dan saksi yang merupakan Raja Paloma sendiri yakni, Yang Mulia. Bukankah dia yang seharusnya dihukum? Kenapa kau justru tidak menghukumnya, karena dia sudah mempermalukan Paloma dengan menyiksa seseorang yang sudah pernah menyelamatkan Paloma dari keterpurukan.”

Aku tersenyum sambil sedikit mencondongkan wajah ke depan, “kalian sungguh tidak memiliki malu. Kalau bukan karenaku, karena semua yang kuperbuat dan kuhasilkan … Semua yang ada di Paloma saat ini, tidak akan pernah kalian nikmati, bahkan statusmu yang sekarang merupakan Kapten, tidak akan ada kalau bukan karena kebaikanku,” tuturku sambil mengarahkan jari telunjuk, mengetuk dadanya.

“Kau!”

“Kapten!” sebuah seruan yang memanggilnya, membuatnya mengurungkan niat saat hendak menarik pedang di pinggangnya.

Aku sedikit berjalan mundur, sembari sedikit mencuri pandang ke arah suara langkah yang mendekati kami berdua. “Nona Sakura, kau juga berada di sini? Kebetulan sekali, karena Yang Mulia memintaku untuk mencari kalian berdua,” ucap Gil setelah dia yang berhenti di samping Kapten, tak sengaja menoleh ke arahku.

“Ada apa?” Sosok laki-laki di depanku itu balas bertanya.

“Kami baru saja mendapatkan kabar, bahwasanya sebuah pasukan besar hendak datang menyerang Paloma.”

“Pasukan?” Aku mengangkat suara, berpura-pura tidak tahu dengan apa yang akan terjadi.

Gil kembali menoleh ke arahku, “aku tidak bisa menjelaskannya di sini. Kalian berdua, bisa mengikutiku bertemu Yang Mulia,” ucap Gil, sambil berbalik lalu melangkah pergi mendahului kami.

Laki-laki yang ada di depanku itu mengikuti sosok Gil, dengan tak lupa sebelumnya ia meninggalkan sebuah lirikan sinis yang diarahkan kepadaku. Aku menghela napas sambil mengusap pelan tengkuk … Kedua kakiku baru mulai berjalan mengikuti mereka, ketika sosok mereka sendiri semakin terlihat jauh di mata.

Gil berhenti, ia memerintahkan dua Kesatria yang berjaga untuk membukakan pintu di hadapan kami. Langkahku yang sempat berhenti karenanya, kini berlanjut lagi mengikuti mereka berdua. “Salam, Yang Mulia!” Aku turut membungkuk, memberi hormat seperti yang dilakukan Gil dan Kapten Pasukan Paloma.

Our Queen : Memento Mori (II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang