Chapter DCCCXXXVI

1.4K 365 78
                                    

Kakek mengangkat tangan kanannya. Sebuah gerbang dari akar tumbuh disaat dia melakukannya, “Ryuzaki dan pasukan Elf telah berada di sana untuk membantu Zeki. Berhati-hatilah dan ingatlah! Kalian masih memiliki anak yang masih membutuhkan kasih sayang kalian,” ujar Kakek yang mengatakannya tanpa sedikit pun menoleh padaku.

Aku menatap lama Beliau dengan bibir yang kugigit kuat, “tolong jaga mereka!” ungkapku singkat sambil berlari ke arah gerbang yang ia buat.

Sinar yang muncul disepanjang aku berlari melewati gerbang, kini lenyap dan digantikan dengan rerumputan, Taman Istana, tempat terakhir di mana aku berada sebelumnya. Langkahku yang sempat berhenti, sekarang berlanjut lagi … Aku berlari, dan terus menambah kecepatan agar bisa segera sampai ke gerbang istana.

“Nona Sakura!” suara panggilan itu, membuatku mau tak mau menghentikan langkah.

Aku berbalik lalu diam, menunggu Gil yang ada di sana tengah berjalan mendekatiku, “Nona ingin pergi ke mana dengan tergopoh-gopoh seperti itu?” tanyanya, dengan hampir tak berkedip memandangku.

“Aku hanya ingin memeriksa keadaan, karena baru saja aku melihat hewan besar yang terbang di sini,” ungkapku mencoba mencari alasan.

“Nona tidak perlu pergi ke mana-mana. Sekarang Yang Mulia sedang mencari Nona, Yang Mulia memintaku untuk membawa Nona menemuinya. Jadi Nona, silakan!” tuturnya sembari mengangkat tangan kanan ke samping.

“Nona Sakura!” Gil kembali memanggilku, disaat kepalaku menoleh ke belakang beberapa saat.

Suara desing pedang, membuatku sontak berbalik ke belakang. “Nona Sakura, silakan berjalan! Sebelum hal yang tidak diinginkan dilakukan oleh pedangku ini,” ucap Gil dengan ujung pedang miliknya yang ia arahkan padaku.

Kedua tanganku mengepal kuat. Aku berusaha sebisa mungkin mengatur amarah yang telah naik-turun sedari tadi, “baiklah,” jawabku singkat sembari berlalu di hadapannya.

Aku melangkah, mengikuti arahan Gil yang membawaku ke ruangan sebelumnya. Saat aku memasukinya, suasana ruangan itu telah berubah … Dengan Dante dan Istrinya yang tengah duduk di singgasana, seperti sedang menunggu seseorang.

Aku berhenti, di tengah-tengah puluhan pasang mata yang menjatuhkan tatapannya padaku. Aku masih diam, tak melakukan apa pun walau orang-orang yang juga berada di ruangan sedang mengawasiku tanpa sempat berpaling. “Yang Mulia, seseorang yang harus kita korbankan telah berada di sini,” ucapan dari Ratu Paloma, langsung menarik perhatianku.

“Korbankan? Apa maksudnya dikorbankan?” sahutku sambil membuang tatapan ke sekeliling.

“Surat yang dikirimkan Kaisar mengatakan,” tukas Ratu tersebut seraya mengangkat telapak tangan dan memandang jari-jemarinya sendiri, “sebagai balasan dari bantuan yang ia berikan, kami harus mengorbankan seorang perempuan … Bermata hijau dan memiliki rambut cokelat bergelombang, kepada Naga peliharaannya.”

“Ratu Sachi Bechir, atau … Apa kami memiliki izin untuk memanggilmu Ratu Yadgar?” sambung Ratu Paloma yang tersenyum kala melihatku.

“Hampir saja kita termakan oleh semua rencana busuknya. Apa yang Saya ucapkan ini benar, kan, Yang Mulia?”

Dante segera membuang wajahnya, sesaat mata kami sempat saling bertatap, “jadi kalian berniat ingin membunuhku?” jelasku dengan kembali memandang Ratu Paloma.

Suasana menghening dikala suara deritan pintu terdengar. Aku turut menoleh ke belakang, mengikuti tatapan mata mereka semua. Seorang Kesatria memasuki ruangan dengan napas tersengal. Kesatria itu, segera berlutut lalu menundukkan kepalanya, “Yang Mulia, berita baik!” seru Kesatria tadi sambil mengangkat wajahnya, “Raja Yadgar telah tewas di tangan Makhluk Hitam kiriman Kaisar.” Mataku seketika membelalak, sesaat mendengar ucapan Kesatria tadi.

Our Queen : Memento Mori (II)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang