Sudah lima belas menit berlalu, namun Rey tidak berhenti menatap wajah Alsa di foto yang ia pegang. Pikirannya masih terpikirkan dengan kata-kata Arya di telfon dua puluh menit yang lalu.
"Tadinya kalau lo beneran suka sama Alsa, gue bakal mundur dan relain dia buat lo."
Bagaimana bisa Arya begitu entengnya mengucapkan hal itu. Merelakan orang yang dia suka ke pada orang lain. Rey jadi sedikit ragu, apakah Arya benar-benar menyukai Alsa, atau memang hanya sebatas rasa penasaran.
Jari Rey bergerak lincah pada ponselnya. Ia sedang mencari kontak seseorang yang akan ia hubungi.
"Halo?"
"Gue butuh bantuan."
🦋🦋🦋
Alsa sedang menatap langit-langit di kamarnya. Ia sedang bimbang, antara ingin mencari tahu tentang Bila terlebih dahulu, atau justru mencari tahu tentang dalang di balik pembunuhan sahabatnya.
Alsa melirik foto Aron di atas nakas, yang dulu menjadi satu-satunya sahabat sekaligus orang yang paling Alsa percaya. Alsa terkekeh miris, sekarang ia belum dapat menemukan orang yang memiliki sifat persis dengan Aron.
Orang yang tidak pernah menyakiti Alsa sedikit pun. Namun sekalinya menyakiti, Alsa di buat benar-benar jatuh karnanya. Di tinggal yang sangat jauh dan tidak akan kembali lagi. Satu-satunya rasa sakit terhebat yang pernah Alsa alami seumur hidupnya.
Bahkan di perlakukan kasar oleh ayahnya pun tidak begitu menyakitkan jika di banding dengan sakitnya ditinggal Aron. Hanya di samping Aron lah Alsa bisa merasakan kenyamanan dan ketenangan yang sesungguhnya.
Setelah Aron pergi, ia sama sekali tidak memiliki sandaran sehingga membuatnya harus memendam kepedihan di hatinya yang sangat dalam itu sendirian.
Rasanya jika Alsa mencari orang di seluruh bumi, yang memiliki kepribadiannya mirip dengan Aron yang selalu memberikannya ketenanganpun rasanya tidak akan bisa. Rasanya akan tetap berbeda. Hanya Aron satu-satunya orang yang mempunyai ketenangan tersendiri di hidup Alsa.
Alsa menatap kosong foto Aron di atas nakas, hanya bisa membayangkan betapa serunya kenangannya dulu bersama Aron.
Alsa berdecak, jika otaknya sudah dipenuhi oleh Aron. Pasti suasananya akan menjadi sedih. Alsa tidak suka kelihatan lemah, ia sudah berjanji kepada Aron, bahwa ia akan menjadi gadis yang kuat.
Sepertinya Alsa sudah membulatkan tekatnya. Untuk mencari tahu lebih dulu tentang dalang di balik kematian Aron. Untuk urusan Bila dan surat-surat misterius itu akan ia urus nanti. Setelah urusannya mencari kejanggalan dalam pembunuhan sahabatnya terungkap.
Alsa turun dari kasurnya lalu berjalan ke arah meja belajarnya. Ia membuka laptopnya, lalu tangannya bergerak lincah di atas keyboard.
Alsa menarik nafasnya sebentar. Jika ia ingin mencari tahu tentang dalang di balik kematian Aron, berarti Alsa harus sudah siap untuk flashback ke masa-masa di mana ia sedang berada di titik terendahnya pada saat itu.
Alsa memejamkan matanya. Saat ia sudah siap barulah ia memencet tombol enter.
Di sini lah misi Alsa baru saja akan di mulai. Dan permasalahan yang sebenarnya akan terungkap.
🦋🦋🦋
Di rumahnya Bila sedang mondar-mandir tidak tenang. Ia masih memikirkan penjelasan yang mana yang harus ia buka kepada Alsa nanti.
Sebenarnya Bila sedikit lega begitu saat di sekolah tadi Alsa tidak mendiamkannya. Itu sudah lebih dari cukup, dari pada ia harus di diamkan oleh Alsa membuat teman-temannya yang lain bingung, dan pasti akan menekannya untuk menceritakan permasalahan apa yang terjadi antaranya dengan Alsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARSAV
Teen Fiction[SEBAGIAN PART SUDAH DI PRIVATE, FOLLOW DULU UNTUK MEMBACA BAGIAN DI PRIVATE!] "Cantik-cantik kok jutek." "Terimakasih atas pujiannya." Alsava Rycca Beatarisha. Panggil saja Alsa. Mempunyai masalalu yang cukup suram membuat seorang Alsa yang dulunya...