25. Pisau?

152 19 5
                                    

"Nyokap lo cantik," puji Alsa setelah keluar dari ruangan Dinda.

Rey tersenyum. "Bunda perempuan tercantik yang pernah gue lihat, setelah bunda baru dia."

Alis Alsa mengerut. "Dia?"

Rey memasukkan kedua tangannya kedalam kantong celananya. "Iya, gue juga nemu seseorang yang cantiknya hampir sama kayak bunda."

"Setiap ngeliat dia, bawaanya gue pengen selalu senyum."

Alsa melirik Rey menggoda. "Ternyata kulkas juga bisa suka sama perempuan toh."

Rey mendelik. "Gue manusia, bukan kulkas." Rey menjeda sejenak.

"Dan lagi, gue nggak suka sama dia. Cuma suka sama wajahnya yang cantik kayak Bunda."

Alsa berdecak. "Sama aja kali."

Alsa menoleh ke arah Rey. "Lo mau langsung pulang?"

Rey menggeleng tanpa menatap Alsa. "Ke sekolah."

"Lagi?"

Rey mengangguk.

"Rajin," kata Alsa dengan suara kecil.

"Yaudah, kalo gitu gue duluan." ucap Alsa lalu melangkah duluan.

"Mau kemana?" pertanyaan Rey membuat Alsa membalik badannya.

"Cabut lah."

"Nggak ke sekolah?"

Alsa menaikkan pandangannya ke atas pura-pura berfikir, lalu kembali menatap Rey. "Lazy."

Alsa kembali berjalan meninggalkan Rey yang memutar bola matanya malas.

🦋🦋🦋

Alsa diam sebentar sebelum menghidupkan mesin motornya. Ia berfikir apa yang akan ia lakukan sekarang. 

Tak lama setelah itu Alsa menemukan ide.

"Gue chat aja kali ya?"

Alsava

Pulang sekolah, gue tunggu di coffeeshop biasa.

Alsa memasukkan ponselnya kedalam kantong, lalu menjalankan motornya ke tempat yang akan ia kunjungi sebelum bertemu seseorang.

Tanpa Alsa sadari, Rey membuntutinya dari belakang. Rey tidak jadi pergi ke sekolahnya, karena ia merasa ada gelagat aneh dari Alsa.

Rey menutup visor helm nya lalu mulai mengikuti Alsa dari jauh dan tetap menjaga jarak agar tidak ketahuan.

🦋🦋🦋

Alis Rey menyirit begitu melihat Alsa berhenti di depan gedung dimana banyak orang-orang yang bekerja. Untuk apa dia kesana?, pikir Rey bingung.

Sepertinya ia tidak bisa masuk ke dalam, lebih baik Rey menunggu di luar saja.

Disisi lain Alsa dengan tergesa-gesa masuk ke dalam kantor itu.

"Maaf dek, cari siapa ya?" tanya resepsionis di sana.

Alsa menoleh kanan-kiri, berjaga-jaga tidak ada yang mengikutinya. "Saya cari papah saya, namanya Jefri manolis."

"Oh, bapak Jefri? Sebentar saya telfon dulu."

"Eh nggak usah mbak. Saya udah janjian sama papah, bisa kasih tunjuk ruangannya nggak ya?"

"Oh baik kalau begitu. Ruangan pak Jefri ada di lantai 10 sebelah kanan."

Alsa mengangguk. "Terimakasih." 

ARSAVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang