17. Welcome To Hell

27 8 2
                                    

Hallo semuanya👋😊
Apa kabar? Semoga baik ya. 😇
Gatel banget nih tangan buat double up, jadi Jumphi Up-nya dua kali hari ini
Jangan lupa vomentnya ya. 🙃

Mau tau dong, yang baca asalnya dari mana? Biar akrab gitu😄

Selamat membaca!

Selamat membaca!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

»»--⍟--««

Thea diam sambil menunduk, menunggu hal sial apa yang akan dia dapatkan.

"Kakek, The-"

Brak!!

Thea terkejut, dia menutup matanya melihat amarah Surya di depannya, dia salah bicara lagi.

Belum sempat Thea menyelesaikan ucapannya Surya sudah menyela dengan cara memukul meja. "Saya sudah peringatkan kamu untuk tidak memanggil saya Kakek."

Surya benar-benar benci dengan Thea, entah apa alasan yang membuat Thea berbeda dimata Kakeknya itu. Surya tidak segan-segan menggunakan kekerasan jika Thea melawannya.

"Ma-maaf tuan. Apa yang harus saya lakukan?" tanya Thea, dia keliatan sangat takut pada kakeknya. Jika dia bisa, dia ingin menjitak kepala kakeknya yang sudah dipenuhi uban itu. Tapi apa dayanya, dia hanyalah seogok daging yang tidak punya kekuasaan.

Surya menatap pakaian yang dipakai Thea, terlihat sangat sederhana. Kaus oblong berwarna putih, dan celana slack. Dia terlihat bukan seperti keluarga Akarsana. "Ada paket dibawa, cepat bawa kesini. Saya akan hitung sampai dua puluh detik, jika terlambat awas saja. Kamu akan mendapat hukuman."

Thea terkejut sekaligus gemetaran, dia yakin setelah ini ada hal yang tidak baik yang menimpanya. "Tapi tuan, ini lantai tiga."

"Satu."

Thea dengan cepat berlari keluar, dia tidak ingin menaiki lift dan dengan cepat berlari menuju tangga darurat. Dia melihat paket yang berada di meja resepsionis dan dengan cepat mengambil paket itu dan berlari keatas. Dia memegang paket itu dengan erat, ada rasa takut yang sekarang menguasainya.

"Dua puluh."

Tepat saat Surya berhitung kedua puluh Thea membuka pintu kantor. Thea menaruh paket itu di meja dan mulai mengatur nafasnya yang memburu.

"Kamu terlambat satu detik."

Thea membelalakkan matanya, dia yakin tadi pada detik-detik terakhir dia sudah sampai dikantor ini. "Kenapa saya terlambat, tadi sampai di sini pada hitungan ke dua puluh."

"Kamu mau membantah saya, kamu telat menaruh paket di meja saya pada hitungan ke dua puluh."

Thea terdiam, dia yakin jika dia membela dirinya lagi Surya akan terus mencari-cari kesalahannya.

PACARAN YUK! (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang