Jimin menghentikan mobil di depan Gedung Parlemen, agenda Seokjin selanjutnya. Ia tidak langsung keluar seperti yang seharusnya ia lakukan. Melainkan mengetukkan jarinya ke batang kemudi.
"Jadi fokus saja dengan tugasmu. Jangan lupa. Nyawamu, atau nyawa Kang Seulgi berada di tanganku." Ucap Seokjin dingin, "dia bisa saja memohon mohon untuk nyawamu, tapi jangan kau pikir aku akan ragu untuk menebas kepalamu. Apalagi jika kau bertingkah seperti tadi."
"Anda tidak akan membunuh saya. Atau menyingkirkan saya."
Seokjin menyeringai, "mau bertaruh?"
"Anda harus mengakui, bahwa tidak ada lagi yang bisa melindungi anda dan keluarga anda sebaik saya." Ucap Jimin datar, "anda bisa bilang bahwa anda yang membawa saya ke posisi ini. Tapi faktanya adalah, anda memilih saya bukan hanya karena masa lalu saya dengan Bin-Gung. Tapi karena saya memang cakap untuk menjadi Kapten."
Seokjin tidak menyahut. Karena ... itu benar.
"Jadi kecuali anda ingin repot repot mencari orang lain yang sama cakapnya seperti saya, yang mana sepertinya itu akan sulit, anda tidak akan membunuh saya."
"Tidak berarti kau bisa seenaknya."
"Dan jika anda melakukan apapun ... apapun itu ... dalam konteks menyakiti Kang Seulgi." Suara Jimin berubah dingin, "maka anda boleh menunggu pembalasan dari saya. Saya akan mengerahkan semua yang saya punya, untuk berbalik melawan anda."
Seokjin menyeringai, "sudah benar benar bosan hidup kau rupanya."
"Awalnya saya cukup puas dengan keadaan sekarang." Ucap Jimin dengan tatapan lurus ke depan, "Tidak penting bagi saya untuk memiliki Kang Seulgi atau tidak. Yang penting adalah dia sehat, cukup, bahagia, dan saya bisa selalu melihatnya. Itu sudah cukup."
Seokjin menatap belakang kepala Jimin dengan wajah datar.
"Tapi sekarang, rasanya saya akan berbuat lebih dari hanya sekedar melihatnya. Mendengar anda mengancamnya dengan menggunakan saya, mungkin suatu saat nanti saya yang akan jadi ancaman untuk anda." Pandangan mata Jimin kembali bertemu dengan milik Seokjin melalui spion tengah, "saya bukan orang lemah. Begitupula Kang Seulgi." Jimin turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Seokjin. Memasang wajah datar meski mendidih di dalam.
Seulgi merasakan nafasnya tersengal. Sesak. Padahal Jimin tidak benar benar mendesak tubuhnya. Hanya tangan mereka yang saling bertaut sedangkan bagian tubuh lainnya tidak saling menyentuh. Tapi ... kedekatan ini ... membuat detak jantung Seulgi berlomba lomba.
Apalagi ketika mata itu menatapnya. Terkunci pada bola matanya. Seulgi merasakan nafasnya terenggut begitu saja.
Semua amarah, kebencian dan dendam yang dirasakan Seulgi seolah meleleh dan hilang tak berbekas ketika mata Jimin menatapnya dengan kerinduan yang berkilat kilat disana. Dan Seulgi berpaling. Takut kalau Jimin juga dapat melihat kerinduan yang terpancar dari matanya.
"Anda baik baik saja?"
Seulgi mengangguk, menoleh pada Yeri dan mendekap Yeri lebih erat untuk menyembunyikan ekspresinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FADED
FanfictionKisah antara Putra Mahkota, Putri Mahkota, seorang Dokter, dan seorang Pengawal. Mereka terlibat cinta rumit yang terlarang. Rumit karena ... Tidak ada jalan untuk bersatu. Dan terlarang karena ... Taruhannya adalah nyawa.