CHAPTER 17 : GILLYFLOWER

996 144 71
                                    



Jimin mengetukkan jarinya di batang kemudi. Matanya menatap Seulgi yang memejamkan mata di bangku sebelahnya semantara telinganya mendengarkan laporan Chanwoo melalui ponsel.

"Kim Jisoo?" Tanya Jimin tertarik, mendengarkan insiden di kediaman Pangeran.

"Jadi tiga snipper itu orang dari Son Sanggung." Ucap Jimin, "mereka semua tewas di tangan Daniel. Sayang sebenarnya. Tapi pada saat itu, membunuh mereka lebih penting daripada menjadikan mereka tawanan."


Jimin menyesali keputusannya menerima snipper itu di timnya. Ia mengenal semua agennya dengan baik. Tidak ada diantara mereka yang mungkin akan membelot atau berkhianat. Sehingga ia sendiri yang mengundang masuk pengkhianat dari luar ke dalam timnya.

Darah Jiwon akan selamanya ada di tangannya. Jimin ikut andil dalam kematiannya. Dan beberapa Agen lain. Baik yang tewas atau terluka.


Jimin menghela nafas, "bagaimana di Bulguksa?"


Daniel mengambil alih posisi leader setelah Jiwon tewas, membereskan kekacauan yang tersisa setelah Jimin membawa Seulgi pergi dari situ. Itulah kenapa Byul Yi langsung mencarinya. Tetapi pemuda itu mengatasi kesulitan lain di posisinya ketika snipper snipper mulai menembaki Agen. Jimin bersyukur ia melihat potensi dalam diri Daniel dan melatihnya sendiri.

Byul Yi masih dalam kondisi kritis di Rumah Sakit. Dan jika ia meninggal juga, maka kematiannya merupakan tanggung jawab Jimin. Itulah rasa bersalah yang harus diemban seorang Kapten. Satu keputusan yang salah, akan dibayar nyawa. Entah itu nyawa rekannya, nyawanya sendiri, atau ....


Jimin menoleh pada Seulgi lagi. Tidak bisa. Apa saja asal jangan Seulgi. Ia akan sanggup menahan penderitaan apapun di dunia ini asal jangan kehilangan Seulgi.


"Kerja bagus dengan Son Sanggung. Bilang pada Kim Sanggung untuk diam juga. Jangan sampai ada pihak yang tau kita menahan Dayang itu. Aku akan menanyainya sendiri. Dan aku juga akan bicara dengan dokter Kim. Kita akan menangani ini secara internal."


Kim Jisoo, atau Hong Seungbin, menjadi semakin abu abu dimata Jimin. Begitu banyak ancaman, begitu banyak motif. Jimin sudah kesulitan menentukan mana yang benar benar ancaman, mana yang bukan. Dan Kim Jisoo ini, paling sulit untuk ditentukan.



"Terimakasih, Chanwoo-yaa. Kabari aku terus." Jimin mematikan koneksi. Ia menghela nafas, menyenderkan tubuhnya ke belakang dan meringis nyeri.

"Kau terluka?"

Jimin menoleh dan mendapati Seulgi sudah bangun, menatapnya.

"Sudah bangun?"

"Aku tidak tidur. Bagaimana bisa tidur di keadaan seperti ini?"

"Tidak perlu memikirkan apa apa. Beristirahatlah."

Seulgi menatap ke depan, "Berapa orang yang tewas?"

Jimin terdiam melihat wajah Seulgi, "bukan salahmu."

Seulgi memalingkan wajah, "itu adalah kebohongan lain darimu."

"Aku tidak akan pernah berbohong lagi padamu. Itu benar benar bukan salahmu. Ini disebut sebagai ... resiko pekerjaan. Kami semua tau apa yang mungkin dihadapi."

FADEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang