Lisa terbelalak ketika peluru itu lewat beberapa senti dari telinganya. Jantungnya berdebar begitu kencang melihat Seulgi sekuat tenaga mendorong lelaki berpistol itu ke samping, membuat tembakannya meleset pada Lisa.
Mata Seulgi berkaca kaca menatapnya.
"Brengsek!" Geram lelaki itu, menghantamkan sikunya pada Seulgi yang langsung pingsan dengan darah mengucur dari hidungnya.
"TIDAK!!" Gerung Lisa, menerjang ke depan, tapi menggapai udara kosong karena pengemudi mobil menekan pedal gas dan melesat pergi.
Lisa berlari mengejar mobil, meski tau itu bakal percuma. Dia menodongkan pistolnya, tapi tidak bisa menembak karena Seulgi ada di dalam. Ia menurunkan bidikannya dan frustasi karena tidak bisa membidik ban mobil. Dia tidak ahli membidik sambil berlari begini. Jimin yang bisa.
Lisa berhenti di tengah tengah jalanan yang kosong sementara pagi mulai turun. Dadanya terasa terbakar dan mulutnya terbuka untuk meraup oksigen. Pikirannya kacau dan matanya tiba tiba mengeluarkan air mata. Lisa menangis.
"Jimin." Gumamnya, mengeluarkan ponselnya dan hampir menjatuhkannya ketika ponselnya bergetar dengan nama Jimin di layar.
"Jimin." Rengek Lisa.
"Dimana dia?"
"Bin-Gung..."
"Dimana kau??"
"Sepuluh blok sebelah timur dari gerbang barat."
Tidak ada jawaban lagi, Jimin sudah mematikan hubungannya.
Lisa sedang berjongkok sambil memasukkan kepalanya ke sela lututnya ketika mendengar suara mobil berhenti di dekatnya. Tanpa membuang waktu, Lisa bangkit dan masuk ke dalam mobil dan Jimin menekan pedal gas bahkan sebelum Lisa menutup pintu mobil.
"Apa yang sebenarnya terjadi??" Tuntut Lisa, "Bin-Gung bilang kau ditahan Ayahnya padahal kau ke Afrika kan?? Tapi lalu kau muncul disini! Ada apa ini sebenarnya??"
Jimin menolehkan wajahnya pada Lisa, memperlihatkan pelipisnya yang berdarah, "aku memang disekap. Aku sudah naik ke helikopter. Tapi perasaanku tidak enak." Dan aku tidak pamit pada Seulgi, "jadi aku turun lagi. Kemudian di sergap."
"Jadi benar kau ditahan Ayahnya??" Lisa meneliti tubuh Jimin, mencari luka lain, tapi sepertinya tidak ada luka fatal.
Jimin terdiam dulu, "bukan. Bukan Ayahnya. Orang ini tau kalau yang paling Seulgi takutkan adalah ancaman Ayahnya terhadapku. Jadi, dia mengancam Seulgi dengan menggunakan nama Ayahnya. Memancing Seulgi untuk keluar dari istana karena lebih mudah menangkapnya daripada harus menerobos penjagaan Agen." Jimin menekan pedal dalam dalam, "aku berhasil lolos, dan tau bahwa Seulgi dalam bahaya."
"Kenapa tidak langsung menelepon dan mengabarkan posisimu??" Bentak Lisa. Terbayang di benaknya tatapan Seulgi tadi. Dan tubuhnya yang langsung lunglai ketika di hajar lelaki itu. Air mata menuruni pipi Lisa lagi, membayangkan kondisi Seulgi saat ini. Tolong jangan mengasarinya. Dia tidak pernah dikasari ... tidak pernah di pukul ... dia belum pulih betul ...
"Memangnya kau fikir mudah lolos dari posisi seperti itu??" Jimin balas membentak, "aku tidak punya waktu untuk menelepon! Baru bisa saat aku sudah mendapatkan mobil dan bisa menghampiri kalian!"
"Kita kemana?" Lisa mengusap air matanya, menatap keluar, "kau tau kita akan kemana?"
"Menemui orang yang bisa membantu mencari Seulgi." Jawab Jimin, "aku tau siapa yang menyekapnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
FADED
Fiksi PenggemarKisah antara Putra Mahkota, Putri Mahkota, seorang Dokter, dan seorang Pengawal. Mereka terlibat cinta rumit yang terlarang. Rumit karena ... Tidak ada jalan untuk bersatu. Dan terlarang karena ... Taruhannya adalah nyawa.