Bagian 11 : Deklarasi

310 79 20
                                    

Sudah dua pekan sejak Bu Linda mengumumkan bila upacara 12 IPA 1 ditunda. Kini murid-murid di kelasnya tengah bersiap untuk kembali melakukan latihan, karena esok hari mereka akan menjadi petugas upacara yang akan diawasi langsung oleh orang dari Dinas Pendidikan.

"Kepada, Sang Merah Putih, hormat... gerak!"

Tim paduan suara terdengar jauh lebih kompak dari sebelumnya dalam melantunkan lagu Indonesia Raya. Latihan upacara itu berjalan dengan lancar tanpa kendala apa pun.

"Ibu rasa, buat hari ini sudah sangat bagus. Kalian langsung pulang ya setelah ini, sudah sore. Jaga kesehatan, besok datangnya agak pagian biar kalian bisa siap-siap dulu."

"Baik, Bu..." Mereka menjawab dengan kompak.

"Ya sudah, Ibu izin pamit pulang duluan ya. Kalian pulangnya hati-hati. Kalo bisa nggak perlu mampir-mampir dulu. Terima kasih buat kerja kerasanya." Ujar Bu Linda sebelum ia benar-benar pergi.

Anak-anak itu langsung berhamburan meninggalkan lapangan untuk segera pulang. Jam sudah menunjukan pukul setengah lima sore.

"Pulang sama siapa, Sa?"

Danisa yang sedang memakai jaket, lantas menoleh dan mendapati Dirga di sampingnya. "Gue dijemput sopir."

"Oh yaudah, hati-hati lo." Kata Dirga.

"Lo juga hati-hati. Langsung pulang ke rumah, jangan mangkal dulu."

"Yee, si Adek sembarangan aja!"

Gadis itu tekekeh. "Gue duluan ya."

Dirga hanya mengangguk sambil melambaikan tangannya dan mengucapkan kata 'hati-hati' untuk kesekian kalinya.

"Jadi ceritanya udah punya gebetan baru nih?"

Lirikan tajam langsung Dirga suguhkan untuk Shaka. "Gue nggak ada apa-apa anjir sama Danisa."

"Emang yang bilang lo ada apa-apa sama dia siapa?"

"Ya nggak ada sih. Tapi pertanyaan lo bikin ambigu, Ka!"

"Terus gimana?"

"Gimana apanya? Lo nggak usah bikin gue bingung yee, Jambrud!"

"Perkembangan lo sama anak kelas sebelas itu gimana? Terus sama Danisa juga gimana?"

"Si anjir, udah gue bilang gue sama Danisa mah nggak ada apa-apa!" Dirga langsung meninggikan suaranya dan membuat Shaka tertawa puas. "Tolonglah Ka, lo jangan join ke circle Irdhan-Nufus-Hanan yang tiap hari bikin gue darah tinggi."

"Iya, iya, maaf." Shaka masih terkekeh.

"Ka, menurut lo gue harus gimana?"

Shaka mengernyit heran. "Gimana, gimana maksudnya?"

"Gue," ucapan itu terjeda karena tiba-tiba saja Dirga merasa salah tingkah sendiri. "Kayaknya gue naksir berat sama tuh cewek."

"Yaudah, lo tinggal confess ke dia. Berani kan lo? Jangan kebanyakan ngulur waktu, Dir. Kalo emang lo suka sama dia, ya buktiin." Kata Shaka.

"Kalo ditolak gimana?"

"Ya, coba lagi. Lo nggak boleh langsung nyerah dipercobaan pertama."

"Harus begitu ya?"

Shaka mulai memberikan nasihat-nasihat seputar percintaan kepada Dirga. Anak lelaki itu sudah seperti seorang pakar cinta. Padahal, berkencan saja ia tidak pernah.

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang