"Saya terima, nikah dan kawinnya Azizah Nurul Fadhilla binti Muhammad Tarmizi, dengan mas kawin tersebut, dibayar tunai." Dengan lantang Gama mendeklarasikan ijab kobul itu dengan sekali tarikan nafas.
Semua saksi yang hadir turut mengucapkan kata 'sah' setelahnya. Intimate wedding yang digelar di kediaman mempelai wanit, terasa sangat sakral dan penuh kasih.
"Udah dong, Bu, jangan nangis terus." Bisik Ana pada Ibunya.
"Ibu terharu, Na. Ternyata waktu cepat banget berlalunya. Kayaknya belum lama gitu, Ibu nganterin Abang kamu buat ke sekolah. Sekarang anaknya udah menikah aja." Ibu Ana terus mengusap air matanya yang tidak kunjung henti.
Ana sangat setuju dengan ibunya. Waktu memang berjalan dengan cepat. Tidak terasa sekali jika lelaki yang sering mejahilinya itu, sekarang sudah resmi menjadi suami orang.
Setelah akad pernikahan berlangsung, acara yang dilakukan selanjutnya adalah prosesi sungkeman kepada orang tua kedua pengantin. Ibu Ana ikut maju ke area pelaminan setelah dipanggil oleh MC yang bertugas.
"Abi, hari ini Zizah telah resmi menjadi istri dari laki-laki yang sangat Zizah sayangi. Zizah ingin mengucapkan terima kasih kepada Abi, karena telah menuntun langkah Zizah sampai sejauh ini. Terima kasih sudah menjadi cinta pertama yang tidak pernah mengecewakan dan menyakiti Zizah sedikitpun."
Dengan ketegaran hati, Azizah mengutarakan seluruh isi hatinya kepada kedua orang tuanya secara bergantian. Saat itu juga air mata yang sudah Ana tahan sejak tadi, tumpah ruah membasahi pipinya. Pikiran perempuan itu melanglang buana terlalu jauh.
Memikirkan ia akan menikah suatu saat nanti, membuat hatinya sedikit hancur. Jika hari itu datang, apakah ia bisa merasakan berada di posisi Azizah yang dengan leluasa bisa mengutarakan isi hatinya kepada kedua orang tua yang lengkap?
Ana segera berlalu pergi meninggalkan kerumunan untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia pergi ke toilet dan menangis pilu setelahnya. Ana menangis sampai sesegukan di hari bahagia Gama.
"Yah, nanti kalo aku menikah, apa Ayah mau datang buat menjadi wali nikah aku?"
Tidak peduli dengan riasannya yang akan luntur akibat air mata. Ana hanya ingin menangis saja untuk sesaat. Ia tidak sungkan untuk menjadi lemah saat tidak ada siapapun di sekitarnya.
"Yah, hari ini Abang nikah. Seharusnya Ayah ada di sini bareng aku sama Ibu."
Hatinya benar-benar terasa pilu. Ana terus menangis tanpa suara sampai hidungnya memerah dan kedua matanya mulai sembab.
"Ya Allah, hamba sangat merindukan Ayah. Tolong jaga beliau di manapun beliau berada saat ini."
Buru-buru Ana menghapus sisa-sisa air mata itu. Ia memperbaiki sedikit riasan di wajahnya dan segera kembali untuk mendampingi ibunya.
"Kamu dari mana aja? Ibu cari-cari nggak ada."
"Dari toilet, Bu."
Ibu Ana memperhatikan putrinya dengan fokus. "Kamu habis nangis ya, Na?"
"Nangis kenapa? Nggak kok." Alibi Ana.
"Masa nggak nangis tapi matanya kelihatan sembab begitu?" Tanya Ibu Ana.
Mau beralasan seribu kali pun, orang-orang bisa langsung mengetahui jika Ana memang baru saja menangis setelah melihat matanya. Ia hanya bisa terdiam tanpa menjawab pertanyaan yang bisa ibunya dapatkan sendiri jawabannya apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara & Cendana
RomanceHanya orang tidak waras seperti Dirgantara Awan yang berani menyatakan perasaannya saat mendapat tugas untuk membaca teks Undang-Undang Dasar 1945 di hadapan seluruh perserta upacara. Andai saja hari itu ia tidak menyebut nama Gemintang Cendana dal...