Bagian 10 : Jatuh Hati

312 78 8
                                    

"Dirgantara Awan?!"

Dirga tersenyum lebar sambil melambaikan tangannya. "Hai, sayang!" Jawaban itu langsung membuat semua yang berada di dalam perpus menjadi heboh.

"Ciee sayang...."

"Ciee, Ana, ciee~"

"Mau dong dipanggil sayang juga."

"Di Pluto ada kontrakan kosong nggak sih? Bosen banget gue ngontrak mulu di Bumi."

Ana meringis saat teman-temannya mulai menggodanya. Rasanya benar-benar memalukan. Ana bukanlah tipe orang yang senang menjadi pusat perhatian. Tapi kali ini, lihatlah apa yang baru saja terjadi.

"Adoooh, apa pulak kalian ini? Kalian punya suara jangan berisiklah!" Pak Betrand langsung memberikan terguran. "Dirga, sana kau pigi ke kelas kau. Sudah dua jam kau di sini."

"Di kelas saya lagi nggak ada Guru, Pak. Saya di sini aja ya."

"Kau kalau mau di sini, jangan berisiklah, Dirga."

"Iya, Pak, iya. Nggak bakal berisik saya. Janji deh."

"Awas ya kau, kalau sampai berisik lagi. Aku usir kau dari sini!" Seru Pak Betrand dengan logat daerahnya yang khas.

Berbeda dengan Dirga yang tampak santai setelah kegaduhan yang terjadi. Ana masih terus berusaha untuk mengumpulkan keberaniannya. Ia benar-benar merasa malu.

"Udah sih nggak usah nunduk terus. Emang leher lo nggak sakit apa, Na?"

"N-nggak kok, Put." Ana berbohong.

"Tapi Na, kalo boleh jujur, tuh cowok cakep tau. Dia tinggi, alisnya tebal, kulitnya bersih meski pun nggak putih-putih amat, dia manis, Na. Kayaknya dia humoris juga deh. Cocok sama lo yang hidupnya lempeng-lepeng aja."

"Aku nggak tertarik!"

"Yakin? Nggak bakal nyesel lo? Tuh liat Na, dia ngelirik lo mulu dari tadi. Gue yakin, pasti dia naksir banget sama lo."

"Put—"

"Lo udah ngerjain soal nomor lima belum, Put? Bentar lagi udah mau ganti pelajaran, mending lo buruan kerjain soalnya." Sergah Zidan. Raut wajah anak lelaki itu tampak berbeda dari beberapa menit yang lalu.

"Iya, iya, ini lagi gue kerjain kok, Zid." Sahut Puput.

Tidak ada percakapan apa pun lagi di antara mereka. Bukan mereka bertiga. Tapi hanya antara Ana dan Zidan. Keduanya sama-sama membisu dengan isi pikiran yang sama-sama berkecamuk.

"Na, lihat, Na... anjir dia ke sini!" Puput berbisik heboh.

Degup jantung Ana jadi berdetak tidak karuan saat mendapati langkah Dirga sedang menuju ke arahnya. Apa yang salah dengannya? Ada apa dengan jantungnya? Apa ia terkena penyakit? Tidak, tidak! Ana tidak terkena penyakit. Ia hanya merasa, gugup? Ya, gadis itu benar-benar gugup.

Brugh!

"Aduuh!" Ana terpekik setelah kakinya terpentok meja. Gadis itu merutuki kebodohannya sendiri. Ia berniat kabur saat langkah Dirga sudah berada sejengkal lagi dari posisinya. Tapi sialnya, ternyata anak lelaki itu hanya berlalu untuk keluar. Bukan untuk menghampirinya.

"Yaaa... gue kira dia mau nyamperin lo, Na. Ternyata dia mau keluar perpus. Nggak seru!" Gumam Puput.

Ana tampak kesal. "Apaan sih, Put?!"

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang