Bagian 13 : Rahasia

263 71 5
                                    

Dua hari telah berlalu sejak insiden upacara waktu itu. Ana bisa bernafas dengan lega ketika teman-teman sekelasnya tidak membahas hal apa pun tentang kejadian memalukan tersebut ketika ia baru menampakan diri setelah absen satu hari.

"Kirain gue lo nggak masuk lagi, Na. Gimana lo, udah baikan?"

Ana hanya mengangguk menanggapi ucapan Puput. Ia langsung duduk di tempatnya dan mengeluarkan buku untuk pelajaran pertama.

"Lo kenapa, tumben amat bel udah bunyi baru datang?"

"Sengaja."

"Oh.. lo takut diledekin sama anak-anak ya, tentang masalah yang kemarin itu?" Tebak Puput.

"Iya, malah tadinya tuh aku mau pindah sekolah karena malu. Tapi ternyata semuanya berjalan baik-baik aja."

"Makanya jangan kepedean, Na." Ledek Puput.

Zidan yang duduk tidak jauh dari meja Ana, hanya mampu tersenyum lega. Andai saja gadis itu tahu kalau suasana kelasnya yang kondusif saat ini, merupakan campur tangan Zidan.

Kemarin, saat Ana tidak masuk sekolah, Zidan memohon kepada teman-temannya untuk tidak melontarkan ledekan apa pun saat gadis itu masuk. Awalnya banyak sekali yang menolak hal itu, karena mereka merasa akan sangat menyenangkan untuk membahas hal yang sedang ramai dibicarakan oleh banyak orang.

Tapi Zidan terus memohon agar teman-temannya bisa mengerti akan kepribadian Ana. Dan hasil akhirnya, Zidan menyogok mereka semua dengan sebuah teh manis kemasan botol serta cireng isi ayam yang ada di kantin, agar mau menuruti permintaannya.

"Na,"

"Hm?" Ana hanya bergumam dan tidak menoleh, karena sedang sibuk membaca buku LKS Bahasa Indonesia.

"Gue boleh nanya sesuatu nggak?"

"Apa?"

"Lo sama Zidan udah lama kenal kan?"

"Udah dari kelas delapan. Kenapa?"

Puput tersenyum kecil. "Menurut lo, dia orangnya gimana sih, Na?"

Ana langsung menutup bukunya, menatap Puput sambil terus bermonolog di dalam hati. "Puput suka sama Zidan?"

"Woi, kok malah ngelamun? Jawab dong, Na." Tegur Puput.

"Dia baik."

"Itu doang?"

"Pintar."

"Yaelah, itu mah gue juga tau. Yang lain dong, Na. Yang orang-orang nggak tau, tapi lo tau gitu."

"Nggak ada, aku nggak tau apa-apa, Put."

Puput memicingkan mata. "Bohong banget! Nggak mungkin udah kenal lama tapi nggak tau apa-apa tentang dia."

"Ya emang kenyataannya begitu kok."

Gadis bernama lengkap Puput Melati tersebut sudah sangat gemas dengan teman semejanya itu.

"Lo tuh emang nggak peka atau cuma pura-pura nggak tau sih, Na?"

"Maksudnya?"

Untuk kesekian kalinya, Puput menghela nafas. "Udahlah, nanti juga lo bakal tau sendiri."

Meski pun Ana sudah berusaha menganggap ucapan Puput sebagai angin lalu. Tapi hatinya tidak dapat dibohongi. Ia jadi semakin yakin jika Puput memang menyukai Zidan. Dan perang batin yang terjadi antara dirinya sendiri itu, terus berlanjut hingga bel pulang berbunyi.

"Lo mau langsung pulang, Na?"

"Iya." Ana menjawab seadanya.

"Bawa motor nggak?"

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang