Tinggal menghitung hari saja, akad sekaligus resepsi pernikahan Zidan akan segera berlangsung. Nyatanya, ikhlas itu memang sangat mudah untuk diucapakan. Namun, sangat sulit untuk dijalankan.
"Kak Ana, ini stok omeprazol emang udah habis ya? Kok aku cari di belakang nggak nemu ya?"
Zakia yang sedang sibuk melakukan stock opname sebelum berganti shift, agak keheranan dengan sikap Ana yang tidak seperti biasanya.
"Kak Ana," tegurnya, lagi.
"Hm? Kenapa, Kia?"
"Kakak lagi nggak enak badan ya?"
"Nggak kok, aku baik-baik aja."
"Kak Ana seriusan baik-baik aja?"
Ana hanya mengangguk sambil tersenyum canggung. Ia bahkan tidak menyadari pertanyaan Zakia sebelumnya.
"Kak,"
"Kenapa, Kia?"
"Kak Ana seriusan nggak kenapa-napa?"
"Emangnya aku kenapa? Alhamdulillah, aku baik-baik aja kok, Kia."
"Kalo Kakak emang baik-baik aja, terus kenapa pas tadi Kia nanyain stok omeprazol, Kak Ana malah diam aja?"
"Maaf ya, Kia. Aku nggak fokus. Bentar, aku cari dulu di belakang."
Perempuan itu segera bangkit dari posisi duduknya. Ia menuju ruang belakang untuk mencari stok obat lambung tersebut.
"Aku udah cari di situ, Kak, tapi obatnya nggak ada. Barusan aku cek di komputer, stoknya emang udah habis."
Pergerakan tangan Ana langsung terjeda setelah mendengar penjelasan Zakia. Ia menghela nafas panjang dan memijat keningnya dengan pelan. Kondisi batin Ana benar-benar sangat kacau.
"Maafin aku ya, Kia. Aku benar-benar nggak fokus hari ini."
"Lagi ada masalah ya, Kak? Kakak mau cerita? Insyaallah, Kia siap mendengarkan kalo emang Kak Ana butuh teman cerita." Ucap Zakia dengan tulus.
Kedua sudut bibir Ana berhasil terangkat. "Makasih atas perhatian kamu ke aku ya, Kia. Tapi kayaknya, buat sekarang ini aku belum bisa cerita ke siapa-siapa."
Gadis remaja itu cukup tahu batasan. Setelah Ana mengatakan hal itu. Ia memilih untuk membereskan barang-barangnya sebelum bergegar pulang ke rumah.
"Permisi."
Seorang remaja lelaki dengan seragam putih biru memasuki apotek dengan kondisi yang sangat mengejutkan. Tangan kirinya sudah berlumuran darah, pipi kirinya juga terlihat lecet.
"Astagfirullah, kamu kenapa, dek?" Ana langsung menghampiri anak itu dengan sedikit panik. "Kia, tolong ambilin kotak P3K."
"Iya, Kak."
Zakia tidak kalah paniknya dengan Ana. Tapi meskipun begitu, ia masih bisa menjalankan intruksi dengan sigap.
"Ini, Kak," gadis itu segera menyerahkan kotak berisi alkohol medis, obat merah, kain kasa, perban dan juga kapas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara & Cendana
RomanceHanya orang tidak waras seperti Dirgantara Awan yang berani menyatakan perasaannya saat mendapat tugas untuk membaca teks Undang-Undang Dasar 1945 di hadapan seluruh perserta upacara. Andai saja hari itu ia tidak menyebut nama Gemintang Cendana dal...