Bagian 5 - Ambivalen

654 109 37
                                    

Tidak semua sosok Ayah, bisa menjadi cinta pertama bagi setiap anak perempuannya. Setidaknya kalimat itulah yang selalu tersemat di lubuk hati Ana. Ia hanya bisa menghela nafas kerap kali mendapati rumahnya sepi setiap pulang sekolah.

"Assalamu'alaikum." Ana tetap mengucapkan salam meski pun tidak ada yang menjawab. Ia kemudian segera berganti pakaian, menunaikan Shalat Dzuhur dan makan siang. Sendirian.

Hal seperti ini sudah menjadi kegiatan sehari-hari bagi Ana. Setelah kedua orang tuanya bercerai, Ibu Ana memutuskan untuk berkerja di sebuah rumah makan dan baru akan pulang pada pukul tujuh malam. Begitu juga dengan Abang Ana, lelaki berusia dua puluh tahun itu memutuskan untuk kerja part time di toko swalayan sampai jam sepuluh malam setelah pulang kuliah.

Saat ini, Ana berada dalam keadaan menyayangi dan membenci seseorang dalam satu waktu yang bersamaan. Dan orang itu adalah sosok Ayahnya sendiri. Tidak dapat dipungki bila Ana sangat merindukan kehadiran Ayahnya di rumah. Ia rindu akan pemandangan Ayahnya yang sering duduk di teras depan sambil membaca koran di sore hari.

Ia rindu mendapatkan pesan atau telepon dari Ayahnya saat pulang terlambat. Ia rindu diantar jemput ke sekolah dengan Ayahnya. Ana sangat merindukan Ayahnya, meski pun kebencian yang anak itu rasakan tidak kalah besar dengan rasa rindunya.

Rasa sakit yang ia terima masih sangat membekas sampai detik ini. Bayang-bayang Ayahnya yang memilih pergi dari rumah demi wanita lain, selalu menjadi mimpi buruk untuknya setiap saat. Ah, Ana benar-benar sangat membenci Ayahnya.

"Astagfirullah..." ia mendongak, mencoba untuk menahan air matanya agar tidak menetes. Sungguh, ia tidak ingin menangis sambil menyantap makan siangnya. Ia tidak ingin terlihat jauh lebih menyedihkan dari sebelumnya. Ana tidak ingin terlihat lemah, bahkan di hadapan bayangnya sendiri.

Tring!

Bunyi pesan masuk cukup mengalihkan atensi Ana. Ia refleks tersenyum ketika membaca sebuah pesan masuk ke WhatsApp-nya.

Zidan
Udah sampe rumah belum, Na?

Ana
Udah, Zi.. kamu?

Zidan
-Ini baru sampe, hehe.
-Jangan lupa makan siang, Na.
-Tugas Bahasa Inggris yang tadi belum selesai, kalo udah kelar langsung kirim ke gue ya.

Ana
Oke.

Zidan
Na?

Ana
Kenapa, Zi?

Zidan
-Nggak jadi.
-Hehe.
-Tugas jangan lupa ya.

Ana
Iya Zidan, iya.. tenang aja.

Zidan
Nanti malam, gue boleh telepon?

Ana
Ada perlu apa?

Zidan
-Gak jadiii.
-Tugas jangan lupa, Na.

Ana
Iya Zi... kamu tenang aja, nanti tugasnya aku kirim kalo udah selesai.

Zidan
Oke.

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang