Bagian 15 - Klandestin

250 68 2
                                    

Lapangan SMA Negeri 300 sudah dipenuhi oleh murid-murid kelas dua belas yang kompak menggunakan kaos putih polos. Mereka semua berkumpul untuk melakukan pemotretan untuk foto buku tahunan. Tidak terasa, semester dua yang mereka jalani, ternyata jauh lebih cepat dari perkiraan.

"Kok gue jadi sedih gini ya mau ditinggalin sama angkatan mereka?" Mata Puput sampai berkaca-kaca saat menyaksikan kegiatan tersebut dari balkon kelasnya. "Ihh... kok rasanya gini banget sih, Na? Gue nggak nyangka banget bentar lagi kita mau naik ke kelas dua belas."

"Iya juga ya? Ternyata waktu tuh emang jauh lebih berharga daripada emas." Ana ikut merasa sedih ketika menyadari jika masa sekolahnya hanya tersisa setahun lagi.

"Lo nyadar nggak sih, Na? Angkatan mereka tuh seru banget. Mana pada pintar-pintar banget lagi."

Ana hanya mengangguk dan tersenyum menyetujui ucapan Puput. Matanya tidak lepas dari pemandangan yang ada di tengah lapangan. Gadis itu terus menatap ke arah sekelompok anak lelaki yang sedang membentuk lingkaran besar sambil tertawa riang.

Di antara anak lelaki itu, ada seseorang yang selama beberapa bulan terakhir mengusik kehidupannya. Dia, Dirgantara Awan.

"Oh ya, Na, lo sama Kak Dirga gimana tuh? Udah ada kemajuan belum? Atau udah jadian?"

"Apaan sih, Put? Nggak usah mikir kejauhan deh."

"Lo nggak mau ngasih sesuatu gitu sebagai tanda perpisahan? Bentar lagi kan dia lulus. Gue dengar-dengar, dia bakal kuliah di luar kota tau, Na."

"Aku nggak sedekat itu sama dia."

"Emang lo dekatnya sama siapa, Na?" Puput sengaja menyenggol bahu Ana untuk menggodanya.

"Nggak ada! Nggak usah aneh, kamu." Ana langsung berlalu meninggalkan Puput begitu saja.

"Woi, mau ke mana?"

"Koperasi." Jawab Ana tanpa menoleh.

Jika diingat-ingat lagi, setelah Dirga mengungkapkan perasaannya kepada Ana saat upacara berlangsung, interaksi di antara mereka memang sering terjadi tanpa disengaja. Padahal Ana sudah berusaha untuk selalu menghindari lelaki itu, namun usahanya tetap sia-sia karena pada akhirnya mereka tetap bertemu juga.

Pernah suatu waktu, Ana mewakili Zidan untuk rapat dengan anggota OSIS, dan ternyata, Dirga juga ditunjuk untuk mewakili Jaelani yang sedang berhalangan hadir. Kehadiran mereka berdua, tentunya langsung menjadi bahan ledekan semua orang yang hadir di rapat tersebut.

Pernah juga, Ana melakukan kesalahan yang membuatnya merasa sangat malu ketika, ia salah mengambil ponsel saat membeli makanan di kantin. Dan sialnya, ponsel itu ternyata milik Dirga. Ana mengingat kejadian itu dengan sangat jelas, karena setelahnya, teman-teman sekelas Dirga yang sedang berkumpul di kantin langsung meledek dan menyoraki mereka.

Dan kali ini, lagi-lagi Ana mendapati dirinya yang selalu bersinggungan takdir dengan Dirga. Gadis itu tidak sengaja menyenggol punggung seseorang saat sedang jalan sambil bermain ponsel. Dan ternyata, orang itu adalah Dirga.

"Nggak mau minta maaf? Lo baru aja nabrak gue loh, Na. Apa jangan-jangan lo sengaja kali ya? Lo kangen sama gue?" Dirga tersenyum lebar.

"Maaf, saya nggak sengaja."

Ana kembali melanjutkan langkahnya menuju koperasi. Dan ternyata, Dirga mengikuti ke mana gadis itu melangkah.

"Na, bentar lagi gue lulus. Kayaknya gue bakal kuliah di tempat yang jauh deh."

Rasanya ingin sekali Ana mengatakan kepada Dirga bahwa ia tidak peduli sama sekali dengan apa pun yang akan anak itu lakukan. Namun saat mendapati banyaknya pasang mata yang sedang menatap kebersamaan mereka, Ana memilih untuk tetap diam.

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang