Bagian 21 - Distance

218 61 5
                                    

Tujuh bulan usai kepergian Danisa ke USA, hubungannya dengan Dirga kian hari kian memburuk. Dirga sibuk dengan tumpukan perkerjaan kantornya di Jakarta, sedangkan Danisa sibuk dengan berbagai tugas kuliahnya di luar negeri sana.

Terhitung sampai hari ini, sudah sepekan lebih mereka tidak saling berbalas kabar. Ternyata hubungan jarak jauh itu tidak semudah yang Dirga bayangkan di awal. Janji untuk terus memberikan kabar satu sama lain, ternyata hanya ditepati oleh Dirga seorang.

"Mas Dirga," seorang pria menampakan dirinya di depan pintu ruangan kerja Dirga.

"Ada apa, Mas Ibnu? Tumben mampir ke sini?"

"Loh, sampean lupa ya, Mas? Lima menit lagi kita ada meeting sama Tim Pemasaran buat proyek bulan depan. Makanya saya ke sini, mau ngajak ke ruang meeting bareng."

Kalau saja pria bernama Ibnu itu tidak memberikan informasi mengenai jadwal meeting, mungkin Dirga akan lupa jika hari ini ia memiliki agenda penting.

"Ayo, Mas Dirga."

"Iya, iya, Mas." Dirga langsung menyambar jas sekaligus memboyong barang-barang yang akan ia butuhkan nantinya.

"Pak Adi sehat, Mas?"

"Alhamdulillah, Papa saya sehat, Mas."

"Sudah lama sekali loh saya nggak bertemu sama Pak Adi. Dulu waktu masih bekerja di perusahaan Papanya Mas Dirga, saya sama tim sering banget dapat bonusan dari Pak Adi."

Dirga hanya bisa tersenyum mendengar ungkapan salah satu mantan karyawan Papanya. Ia sangat bersyukur karena Papanya bisa dikenal sebagai orang baik oleh kebanyakan orang.

"Ngomong-ngomong, saya dengar Mas Dirga mau pindah ke perusahaan Pak Adi ya?"

"Itu masih rencana, Mas. Mungkin bakal terealisasikannya empat atau lima tahun lagi. Saya masih butuh banyak pengalaman sebelum pindah ke kantor Papa saya."

"Masyaallah, saya salut loh, Mas, karo sampean. Saya nih ya, kalo terlahir sebagai anak konglomerat seperti Mas Dirga, pasti nggak akan mau mencari pekerjaan di tempat lain."

Dirga hanya mampu terkekeh menanggapi guyonan Mas Ibnu itu. Obrolan mereka terus berlanjut dan berakhir setelah memasuki ruangan meeting. Tidak ada kendala apa pun selama meeting berlangsung. Semuanya berjalan lancar dan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Tepat ketika Dirga melangkah keluar dari ruang meeting, ponselnya berdering mendandakan adanya pesan masuk. Mata lelaki itu berbinar ketika mendapati sebuah pesan yang menyuruhnya untuk segera turun ke lobi kantor.

Dengan segenap rasa bahagia, Dirga langsung turun saat itu juga. Dan kebahagiaan itu semakin memuncak ketika ia mendapati seorang perempuan yang kini rambutnya di cat blonde, sedang menunggunya. Dia adalah, Danisa.

"Dirga!" Ia melambaikan tangan pada Dirga yang sedang berjalan menuju ke arahnya.

"Kenapa nggak bilang aku kalo kamu pulang ke Indo, Sa?"

"Surprise. Aku sengaja nggak bilang ke kamu."

Sadar akan tatapan orang-orang kantornya, Dirga langsung mengajak Danisa untuk pergi ke luar. Kebetulan sekali perempuan itu datang di jam istirahat seperti sekarang. Dirga mengajak Danisa ke sebuah kafe yang tidak jauh dari kantornya.

"Kamu pulang ke Indo dalam rangka apa, Sa? Bukannya libur semesternya masih dua bulan lagi ya?"

"Aku dapat libur dua minggu, makanya aku balik ke sini."

Dirga mengangguk paham. Ia langsung menggenggam tangan perempuan itu dan berkata, "Kangen, Sa."

"Aku juga." Balas Danisa.

Dirgantara & CendanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang