"Alhamdulillah..."
Suara itu adalah suara pertama yang Ana dengar ketika ia membuka matanya. Kepala gadis itu masih terasa sedikit pening.
"Akhirnya kamu bangun juga, Na."
"Aku di rumah?"
"Iya, kamu di rumah."
Ana berhasil menghembuskan nafas lega setelah Ibunya memberikan jawaban seperti itu.
"Alhamdulillah, cuma mimpi buruk ternyata." Ia tersenyum lega.
"Kamu kenapa sih, Na? Nggak biasanya banget kamu begini? Kamu kalo sakit langsung bilang ke Ibu atau ke Abang. Jangan diam aja." Ibu Ana mengoceh sambil menatap putrinya yang masih terbaring.
"Maksudnya gimana, Bu? Aku nggak sakit kok, aku baik-baik aja."
Ibu Ana menghela. "Baik-baik aja apanya? Kamu tuh pingsan hampir dua jam, Ana. Ibu panik banget pas dapat telepon dari wali kelas kamu."
"Pingsan?!" Ana mengernyit. Ia buru-buru bangkit dan mendapati dirinya yang masih menggunakan seragam putih abu-abu. "Bu, kok aku bisa ada di rumah sih?"
"Tadi kamu pingsan di sekolahan, terus nggak sadar-sadar. Akhirnya langsung dibawa pulang pake mobil Guru kamu. Untung aja ada yang bawa mobil."
Gadis itu menarik kembali ingatannya pada kejadian beberapa jam yang lalu.
"Gemintang Cendana... gue suka sama lo. Lima tahun lagi, ayo menikah sama gue!"
Tubuh Ana kembali ambruk ketika kejadian memalukan tadi pagi terus berputar-putar di dalam ingatannya.
"Bu,"
"Kenapa, Na? Kamu mau ke dokter sekarang atau nunggu Abang kamu pulang?"
"Aku mau pindah sekolah, Bu."
"Loh, kenapa tiba-tiba mau pindah sekolah? Nggak usah aneh-aneh deh kamu. Ngurus berkas-berkasnya itu ribet, Na."
Gadis itu meringis dan menutup rapat wajahnya dengan selimut. Ia benar-benar malu dan tidak tahu harus menaruh mukanya di mana saat masuk sekolah nanti.
Sementara itu, di ruang lingkup yang berbeda. Dirga hanya mampu meratapi nasibnya seorang diri. Dampak dari kejadian konyol tadi pagi, membuatnya mendapat hukuman karena telah dianggap sebagai perusak suasana upacara.
Setelah Ana pingsan dan dibawa ke UKS oleh petugas PMR. Upacara langsung dibubarkan atas intruksi Kepala Sekolah. Bu Linda langsung menjewer telinga Dirga dan sengaja memberikannya 'ceramah' panjang dengan intonasi suara yang meninggi di depan banyak orang.
Teman-teman sekelas Dirga, termasuk teman dekat anak itu, tidak ada yang berani menolongnya. Semua meninggalkan Dirga atas perintah langsung dari Bu Linda.
Keputusan akhirnya, Dirga mendapat hukuman untuk membersihkan toilet siswa, toilet guru, menyapu seluruh lingkungan sekolah, memilah sampah berdasarkan jenisnya untuk dipisahkan, kemudian merapikan serta menata ulang buku-buku yang ada di perpustakaan.
Semua hukuman itu harus Dirga lakukan selama seminggu penuh setelah pulang sekolah, dimulai dari hari ini.
"Lo nggak mau marah juga sama gue kayak anak-anak yang lain?"
"Marah sama lo, nggak akan bikin saldo ATM Bokap gue nambah, Dir. Nggak ada faedahnya." Shaka tetap fokus pada game yang sedang ia mainkan di ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara & Cendana
RomanceHanya orang tidak waras seperti Dirgantara Awan yang berani menyatakan perasaannya saat mendapat tugas untuk membaca teks Undang-Undang Dasar 1945 di hadapan seluruh perserta upacara. Andai saja hari itu ia tidak menyebut nama Gemintang Cendana dal...