"Kakak yang di pinggir kanan, senyumnya santai aja ya, Kak. Nggak usah kelihatan gugup begitu."
Intruksi dari photographer itu tertuju untuk Ana. Hari ini anak-anak sekelasnya memang sedang melakukan pemotretan untuk buku tahunan sekolah.
"Kak, senyum, Kak, jangan manyun aja."
Lagi-lagi intruksi itu semakin membuat Ana merasa terpojokan. Ia bingung harus tersenyum yang bagaimana lagi.
"Na, lo senyumnya jangan kayak orang kepaksa gitu dong." Kata Arini.
"Ya, gimana dong? Aku senyumnya emang begini."
"Nggak! Senyum lo nggak begitu kalo ketemu sama si Zidan."
"Apaan sih? Kok jadi bawa-bawa Zidan?"
Ana merasa salah tingkah sendiri saat ia mendengar nama 'Zidan'. Entahlah, sekarang ini dunianya memang hanya berpusat pada Zidan seorang.
"Gini aja deh, Na... lo ingetin muka si Zidan aja pas Mas-nya mau ambil foto." Saran Arini.
"Biar apa?"
"Ya, biar hasil fotonya baguslah, dodol!"
"Yuk, sekali lagi yuk, Kakak-kakak... Satu, dua, tiga.."
Beberapa foto berhasil diabadikan dalam sekejap waktu.
"Nah, gitu dong, senyumnya natural semua." Puji photographer itu.
Murid 12 IPA 3 langsung kembali ke kelas setelah pemotretan di tengah lapangan itu selesai. Ana benar-benar tidak menyangka jika masa sekolahnya akan segera berakhir.
"Na, minggu depan kita udah UN aja ya? Nggak kerasa banget."
"Iya, Rin. Ternyata tiga tahun cepat banget berlalunya."
"Makasih ya, Na, lo udah jadi teman semeja gue yang paling baik selama sekolah di sini."
Arini langsung menggengam tangan Ana. Matanya terlihat berkaca-kaca saat mengatakan hal itu.
"Makasih juga udah selalu ngertiin aku, Rin."
"Pokoknya nanti kalo udah lulus, lo harus sering-sering main ke rumah gue ya, Na."
"Iya, iya, tenang aja."
Mereka terus berjalan menyusuri koridor sekolah untuk menuju ruang kelas 12 IPA 3.
"Ana."
Suara itu langsung menghentikan langkah keduanya. Arini hendak pergi ketika mendapati orang yang memanggil nama temannya itu, namun ia urung saat Ana menahan lengannya.
"Kenapa, Zi?"
Zidan terlihat gugup, tidak seperti biasanya.
"Kamu kenapa panggil aku, Zi?" Ana kembali bertanya.
"Nggak apa-apa sih, cuma pengen panggil aja."
Arini tersenyum jahil. "Lo kangen ya, Zid, sama si Ana?"
"Rin, ap-"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara & Cendana
RomanceHanya orang tidak waras seperti Dirgantara Awan yang berani menyatakan perasaannya saat mendapat tugas untuk membaca teks Undang-Undang Dasar 1945 di hadapan seluruh perserta upacara. Andai saja hari itu ia tidak menyebut nama Gemintang Cendana dal...