Gama menghentikan motornya, tepat di depan sebuah gedung pernikahan yang halamannya dipenuhi oleh berbagai karangan bunga sebagai tanda ucapan.
"Na, teman kamu yang nikah ini anak orang kaya kali ya? Kiriman bunganya banyak banget."
Ana hanya mengangkat bahu yang menandakan ia tidak mengetahui hal itu. Setelah mencopot helm, perempuan itu langsung merapikan jilbabnya yang sedikit berantakan.
"Bang, nanti jemputnya jangan sampe telat ya."
"Insyaallah, kalo Abang nggak ketiduran."
"Ih! Jangan sampe ketiduranlah, Bang. Nanti aku pulang sama siapa kalo bukan sama Abang?"
"Iya, bawel. Udah ya, Abang balik dulu. Masih ada kerjaan yang harus Abang kelarin hari ini juga. Nanti kabarin aja kalo kamu udah mau pulang."
"Hati-hati, Bang. Bawa motornya jangan ngebut."
"Kamu juga hati-hati ya, Na. Kalo ada yang ngegombalin, langsung suruh datang ke rumah aja."
"Apaan sih? Ngawur banget! Udah sana, balik."
"Yaudah, Abang balik dulu. Abang do'ain, semoga kamu ketemu jodoh di sini. Assalamu'alaikum, mblo."
Meskipun sedikit kesal, Ana tetap menjawab salam itu. Ia menunggu sampai Abangnya hilang dalam pandangan mata sebelum memutuskan untuk memasuki gedung pernikahan itu.
Kedua tangan Ana terasa begitu dingin. Nyalinya menciut ketika mendapati banyak orang yang berlalu-lalang masuk dan keluar dari gedung tersebut. Degup jantungnya berpacu dengan sangat hebat. Andai saja Diandra, teman kuliahnya, tidak datang bersama kekasihnya, pasti Ana tidak akan semenyedihkan ini, datang seorang diri ke acara pernikahan teman kuliahnya yang bernama Intan.
"Masuk nggak ya?" Ia bermonolog pelan.
Hatinya berada di ambang ragu, antara harus masuk atau putar balik dengan memesan ojek online.
"Kalo nggak masuk, nanggung udah sampe sini. Tapi kalo masuk sendiri malu banget. Mana nggak ada yang aku kenal lagi di sini." Ana meringis pelan.
"Masuk aja, di dalam makanannya enak-enak. Rugi kalo kondangan tapi nggak makan."
Suara itu berhasil menyita seluruh atensi Ana. Saat ia menoleh, ternyata seorang lelaki yang mengenakan setelan batik lengan panjang warna cokelat yang lengannya digulung sampai siku, sedang memperhatikannya.
"Kasihan banget, udah cantik-cantik tapi datangnya sendirian."
Sindir lelaki itu. Dia, Dirgantara Awan.
"Kamu ngapain di sini?" Setelah melontarkan pertanyaan itu, Ana langsung merutuki kebodohannya sendiri di dalam hati.
"Lo kalo lagi salting, nanyanya emang sering nggak nyambung gitu ya?" Goda Dirga.
Enggan menjawab pertanyaan itu, Ana memutuskan untuk segera pergi meninggalkan Dirga yang ternyata mengekorinya sampai masuk ke dalam gedung.
"Kamu ngikutin saya?" Tegur Ana.
"Dih, kepedean banget. Orang gue mau nyamperin teman gue yang lagi duduk di pelaminan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dirgantara & Cendana
RomanceHanya orang tidak waras seperti Dirgantara Awan yang berani menyatakan perasaannya saat mendapat tugas untuk membaca teks Undang-Undang Dasar 1945 di hadapan seluruh perserta upacara. Andai saja hari itu ia tidak menyebut nama Gemintang Cendana dal...