8| Asing

156 22 22
                                    

Kalian apa kabar?
Aku kangen sekali baca coment kalian, aku kangen sekali liat notif kalian, aku lagi mikir kok gmn cara aku biar ada aja gitu yang baca ini, terus lagi mikir, kapan ya cerita nya belakang angka ada tulisan (jt) jangan tanya aku pun tidak tahu:")

Silahkan dibaca
23.10.23

::::;;;;;;;;;;;;

Seolah rasa rindu sudah lenyap tertelan oleh waktu.

::::
Mobil merah milik Rania sudah berhenti di pekarangan rumah. Saat ini deru suara mobil yang menjadi pemecah keheningan. Tubuh Jeslin menegang melihat mobil hitam Bani ternyata sudah terparkir di pekarangan.

Matanya masih panas menahan tangis, dan sekarang kenapa Rania dan Bani seolah mempermainkan perasaannya? Kenapa keduanya tiba-tiba seolah ingin bertemu setelah lima tahun lamanya, memilih hidup di atap yang berbeda?

Saat ini bolehkan Jeslin meminta agar semuanya baik-baik saja?

Jemari Jeslin bergerak gelisah menyadari Rania menyuruh dirinya berjalan lebih cepat. Ia ingin sekali percaya untuk kesekian kali jika hal baik akan datang, namu tetap hatinya semakin cemas, ada perasaan gelisan yang sangat kentara, ada perasaan sesak yang Jeslin sendiri tidak tahu kenapa.

"Pa," panggil Jeslin dengan getir yang semakin kentara.

Pria itu bangkit dari duduknya, tersenyum samar melihat Jeslin, dengan tatapan yang masih sama dinginnya-sejak terakhir Jeslin melihat manik itu.

Tidak ada kehangatan lagi, mereka seolah tidak kenal dengan kata rindu. Bukannya senang, hati Jeslin semakin sakit melihat kedua wajah orang tuanya.

"Apa kabar Rania?" pertanyaan Bani yang terdengar datar.

"Baik, bagaimana denganmu Bani?" Rania membalas dengan tatapan tajamnya.

Asing.
Seperti dua orang asing yang bertemu.

Rasanya kepala Jeslin sudah mau pecah. Ia ingin naik ke atas namun suara Rania menyuruh berhenti.

"Jeslin, duduk di sini," perintah Rania lantang.

Rumah yang sepi ini membuat suara Rania terdengar nyaring. Gemuruh dalam hati Jeslin berdetak dua kali lebih cepat, kakinya melemas berjalan lunglai duduk di sofa yang Rania suruh.

"Bani, mau berbicara hal penting!"

Suara Rania terdengar sangat dingin. Jeslin diam, jemari gadis itu sudah berkeringat, saking takutnya apa yang akan terjadi.

Dengusan kesal dari Bani terdengar samar. Ia menatap nyalang manik Rania meski wanita itu selalu membuang muka.

"Enggak hanya papa tapi mama kamu juga."

Bani ikut membalas, pria itu berbicara pada Jeslin namun betah menatap Rania, terlihat sekali wanita itu cukup muak dengan kondisi seperti ini.

Jeslin kembali duduk, gadis itu menghela napas panjang, jemarinya tertaut terlihat sangat gelisah, manik cokelat madu gadis itu menatap Rania dan Bani bergantian. Kedua orang itu betah berdiri di hadapan Jeslin saling membuang muka. Tidak terlihat lagi raut hangat di lekuk wajah mereka, tidak terlihat ragi perasaan rindu yang sebelumnya pernah terpancar. Jeslin lupa, kapan terakhir kali ia merasakan rindu dari kedua orang tuanya sendiri.

"Sebenernya ada apa? Jangan buat aku semakin penasaran,"

Tidak tahu saja Jeslin susah payah menahan getar dalam suaranya, gadis itu benar-benar takut, pikiran terburuk yang terlintas dalam benaknya hanya satu: mereka menyatakan untuk pisah.

Hopeless [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang