35| Masih Peduli

98 11 12
                                    

Hallo aku kangen banget sama kalian:")
Kangen banget dapet komen dari kalian.

10 Emot gambarin perasaan kalian selama baca cerita ini apa Lup?

Me: 😍😚🤣😚🙂🙃😶🥺😭💔

Ok don't to be long
Happy reading 💜

—HOPELESS—

Perasaan itu seperti tinta, tidak akan pernah benar-benar hilang.

::::

Argh….

Pekik Jeslin lantang merasakan pucuk rambutnya ditarik begitu kuat. Gadis itu sampai mendongak melihat Yassi dan juga teman-temannya. Dari pada mencegah Yassi, mereka lebih suka menikmati keributan itu.

“Anjing, ngaku juga kan lo. Setan!” sentak Yassi tepat di wajah Jeslin.

“Lepas,” desis Jeslin namun Yassi semakin menguatkan tarikan di rambutnya.

Tanpa pikir panjang Jeslin menarik kuat lengan Yassi memlintir lengan gadis itu.

“Lepas bangsat!” keluhnya menahan rasa sakit di tangan kanannya.

“Jangan lancang sama gue, cukup kemarin aja lo nindas gue sekarang enggak lagi.”

Jeslin mendorong keras tubuh Yassi memilih meninggalkan tempat itu. Yassi tentu saja tidak terima, merasa malu diperlakukan seperti itu, gadis itu melangkah cepat menarik keras rambut Jeslin lagi.

“Bacot lo,” umpatnya keras dan kali ini cengkraman di pucuk kepala Jeslin jauh lebih kuat dari sebelumnya.

Pyang…

Suara pecahan kaca terdengar amat nyaring. Yassi tanpa ragu membenturkan kepala Jeslin cukup keras di mading kaca. Darah keluar di kening Jeslin, pandangannya membuyar, merasakan pening yang teramat kuat menjalari dirinya.

Sekali lagi, jari-jemari Yassi semakin mencengkram kuat di pucuk kepala Jeslin, mengembalikan kesadaran gadis itu sepenuhnya.

Jeslin sedikit mendongak menatap dirinya, tidak ingin Yassi senang meski darah mengalir dari keningnya, Jeslin tetap memamerkan senyum smirk andalannya.

“Adek gue koma, gara-gara lo anjing!”

“Dan ini enggak seberapa,”

Bhuk…

Yassi membenturkan kepala Jeslin ke arah pilar. Sudut bibirnya tersenyum miring melihat Jeslin terkulai lemas di lantai dingin itu.

“CCTV aman?” tanya Yassi pada Siska.

“Aman kak,”

“Oke cabut, awas lo semua berani ngadu masalah ini ke guru!” ancamnya pada siapa pun yang ada di sana. Enggan untuk membantu, mereka lebih memilih meninggalkan Jeslin sendirian.

Jemari Jeslin terangkat mengusap darah yang keluar di keningnya, ia tersenyum kecut melihat darah segar di telapak tangannya. Ia menatap koridor yang semakin lengang, bodoh. Siapa yang akan berdiri di sisinya lagi. Ia menelan lusah kasar, buliran hangat jatuh lagi namun Jeslin tidak boleh terlihat lemah. Ia bangkit berdiri menjadikan tembok sebagai sandarannya.

—HOPELESS—

Tubuh Kaenan menegang melihat Jeslin dengan keadaan yang teramat kacau. Pria itu baru saja keluar dari ruang OSIS lantas berlari mendekati Jeslin. Ada perasaan sesak yang bersarang dalam ulu hatinya.

Hopeless [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang