9| Cemas

156 23 1
                                    

Edisi Repost
29.10.23

Ga boleh nyerah,
Aku kuat kok meski nangis dikit 🤣

Silahkan membaca cerita ku yang keren ini anjayyy pede abis🤣



Silahkan membaca cerita ku yang keren ini anjayyy pede abis🤣

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dia sudah menolakku sebelum aku menyatakannya.

:::::
RANIA dan Bani betah diam. Kedua orang itu memilih membuang muka. Ruangan yang luas ini terasa sangat sempit, atmosfir seolah ikut mencekam keduanya. Bani hanya diam pria itu selalu pandai menyembunyikan mimik wajah, meski hatinya seperti ditusuk ribuan kali maka Bani tetap diam. Berbanding terbalik dengan Rania, di iris hitam itu terlihat ada perasaan sakit yang sama besarnya seperti yang terlihat di manik Jeslin.

"Saya tidak ingin menjual rumah ini. Dia bilang mau tinggal di sini."

Suara Rania terdengar dingin. Tatapannya masih menatap lekat ruang kamar Jeslin. Tujuan awal dia datang ke Jakarta untuk menjual rumah ini dan mengajak gadis itu untuk tinggal bersama, namun menyadari sikap Jeslin yang jauh dari bayangannya, mengurung niat awalnya.

"Kalau kamu tetap kekeh ingin menjual rumah ini, maka aku tidak segan untuk membayar rumah ini," tegasnya masih enggan melihat Bani.

Karena dari awal rumah ini terlalu besar untuk Jeslin seorang diri, meski penjagaan kompleks ini cukup aman, namun tetap saja ada baiknya Jeslin tinggal dengan salah satu dari mereka.

"Baik. Aku tidak akan menjual rumah ini,"
balas Bani pelan. Rania tersenyum samar, wanita itu menarik tas lantas pergi dari sana.

***

KAENAN duduk gelisah di ruang tamu rumah Yaffi. Sedari tadi Kaenan bukannya mengerjakan tugas untuk besok, pria itu terus saja bergerak gelisah, ditambah terlihat menelpon seseorang. Halle yang sudah berhasil mengerjakan soal terakhir mengerutkan alis, menatap Kaenan penuh tanya, sementara Yaffi, pria itu menghentikan kunyahan ikut mendengus melihat Kaenan.

Yaffi kesal, Kaenan belum juga membalikan benda canggih itu, Yaffi jadi tidak bisa memainkan game Talking Tom kesayangannya. Yaffi memang sudah mengerjakan tugas minggu lalu sementara Kaenan dan Halle bermaksud datang ke rumah Yaffi untuk mengerjakan tugas bersama.

Sejak awal masuk SMA keluarga Kaenan memilih pindah rumah ke komplek perumahan Yaffi, padahal dulunya Kaenan satu kompleks perumahan dengan Halle.

"Lo mau nelpon siapa sih Nan? Khawatir banget muka lo," Halle berseru ikut cemas melihat Kaenan--teman dari masa SMP untuk pertama kali terlihat sangat cemas, lebih aneh ia meminjam ponsel Yaffi tanpa mengatakan alasan.

"Iya, Kaenan kenapa nelpon pakai ponsel Yaffi?" suara Yaffi itu terdengar lembut. Halle sampai heran, jika dia tidak melihat Yaffi pasti pria itu berpikir itu suara cewek.

"Nelpon siapa Nan? Pacar aja lo enggak punya sok-sok khawatir."

Halle terkekeh, jadi kesal sendiri. Niatnya mencairkan suasana agar Kaenan tidak tegang, tapi sepertinya percuma. Kini, ia menjulurkan jemari meminta biskuit cokelat dari Yaffi. Halle mendengus. Yaffi memberi biskuit saja gerakannya lamban seperti siput. Andai saja ibu Yaffi tidak ada di ruang tv dan Halle manusia yang tidak tahu diri sudah pasti ia mengatai Yaffi habis-habisan, atau langsung merampas biskuit cokelat itu.

Hopeless [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang