21| Berharap

101 10 46
                                    

Hallo Lup
Gimana kabarnya?

Masih betah baca cerita ku?

Ini berhubungan ceritanya sudah selesai aku ketik, aku pasti update cepet, tapi kalau gak, berarti aku lupa, soalnya sibuk nulis kisah Halle-Hanna.

Astaga aku sesemangat itu loh.

Ok don't too be long
Happy reading 💜

::::

Berharap itu, hanya untuk orang-orang yang sudah siap kecewa.

:::

"YES,”

Suara Jeslin terdengar puas setelah berhasil membanting lawannya. Ia tersenyum pada Wayang, mengulurkan tangan membantu pria itu untuk berdiri. Mereka berdua tengah mengikuti pembelajaran club karate. Sementara Flower gadis itu tengah mengikuti club jurnalistik.

“Sakit gak Way?” kekeh Jeslin menyelipkan surai cokelat gelap yang menghalangi pandangannya.  Wayang berdecak, memperbaiki baju karate yang sedikit berantakan.

“Kamu enggak tau aja, saya nahan sakit punggung sampek lima hari?”

“Ah masak sih? Sekeras itu gue ngebanting lo?”

Jeslin tidak percaya akan kemampuan karate yang ia miliki. Sudut bibirnya tidak berhenti untuk tersenyum, artinya ia bisa menunjukan bakat karate di hadapan Bani.

“Makin jago kamu, Jes,” puji Wayang tulus.

“Iya lah, gue latihan tiap hari, biar gue bisa ngebanting si Halle sama Hanna—“

“Sustt…” seru Wayang.

Matanya menatap awas Kaenan dan Halle yang berjarak lima  meter dari hadapannya.

“Jangan sok jagoan kamu depan Halle, yang ada tulang kamu yang dipatahin, kamu lupa dia yang paling kuat diantara anak-anak victorious?”

“Enggak takut gue, mana bisa gue biarin dia matahin tulang gue, yang ada leher dia yang gue patahin duluan,” kekeh Jeslin puas.

Wayang menggeleng pelan, menatap cengok ke arah Jeslin.

“Sadis.”

“Kaenan,” suara lembut itu terdengar keras membuat siswa club karate menjadikan Kaenan pusat perhatian.

“Dih si caper dateng,” bisik Jeslin pada Wayang, pria itu hanya mendengus geli.

Hanna langsung berjalan sengaja menabrak pundak Jeslin.

Brak….

Setelahnya gadis itu sendiri yang terjatuh akibat Jeslin sengaja menghalangi langkah Hanna dengan kaki panjangnya. Minuman dingin bahkah menggelinding entah kemana. Wayang bungkam, namun Jeslin tersenyum puas. Paling-paling Halle akan marah, dan Kaenan akan menyuruhnya untuk meminta maaf.

Halle langsung berlari membantu Hanna untuk berdiri, di lihatnya lutut Hanna tampak memar.

“Han, lo enggak apa-apa?”

“Mata, lo enggak apa-apa,” cetus Jeslin cepat. Ia tersenyum puas, mengabaikan Wayang yang menyuruh untuk diam.

“Lo—“

“Iya, gue sengaja buat dia jatuh, biar lo dapet kesempatan buat deket dia,” potong Jeslin cepat.

Gadis itu tersenyum miring, melihat Halle kini melepas rangkulannya dari tubuh Hanna.

Hopeless [REPOST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang