-
-
-Malam itu, Embun berdiri di depan cermin. Dia sudah rapi dengan menggunakan celana jeans panjang berwarna denim, kaos oblong pink dan sweater rajut berwarna cream. Malam itu rencananya Embun akan pergi ke cafe tempat di mana dia melamar pekerjaan beberapa hati lalu untuk interview.
Berusaha menghibur diri dan melupakan masalahnya, Embun menyibukan diri dengan bekerja, juga untuk menyambung hidup karena dia tidak mungkin hanya mengandalkan asuransi meskipun kini hutang perusahaan ayahnya sudah diatasi dengan menjadi tunangan Langit.
Embun mengambil tas kecil miliknya, hadiah ulang tahun terakhir dari sang ayah dan akan menjadi barang yang paling berharga untuknya. Embun meninggalkan rumahnya dengan berjalan kaki menuju gang komplek untuk mencari angkutan umum.
30 menit kemudian Embun sampai, dia segera menuju kasir, "Mba. Pak Sakha-nya ada?" tanya Embun.
"Mba siapa ya?"
"Saya mau interview mba." jawab Embun.
"Oh, mba Embun ya?" tanya penjaga kasir dan Embun langsung mengangguk. "Ayo ikut saya, pak Sakha udah nunggu di dalam." ucapnya.
Kini Embun sudah duduk di dalam ruangan meneger, di sana seorang pria berumur sekitar 25 tahunan bernama Sakha sedang memeriksa berkas pelengkap data yang Embun bawa.
Sakha menatap Embun, "Kamu saya terima, tapi karena masih pelajar saya akan memperkerjakan kamu paruh waktu. Dari jam 5 sore sampai jam 10 malam. Kamu setuju?" ucap Sakha.
Embun mengangguk cepat, "Iya pak, nggak masalah." jawab Embun, dia tersenyum karena sangat senang di beri keringanan oleh menager cafe yang memiliki wajah tampan dan sepertinya juga baik hati. Biasanya sift 2 di cafe itu dari jam 4 sore sampai jam 10 malam
Sakha juga membalas senyum Embun dengam ramah. "Tapi kamu jangan mengabaikan pelajaran sekolahmu ya." peringat Sakha karena dia melihat nilai pelajaran Embun sangat sempurna.
"Baik pak."
"Besok kamu sudah boleh mulai bekerja. Kamu bisa cari Theo, dia yang akan membimbing kamu nanti." ucap Sakha lagi.
"Baik pak, saya permisi dulu. Sekali lagi terima kasih." ucap Embun kemudian dia pergi dari cafe itu.
Embun belum ingin pulang, karena berada di rumah sendirian akan mengingatkannya pada sang ayah. Embun memilih berjalan kaki di trotoar untuk menghabiskan waktu malam yang masih panjang sembari menunggu angkutan umum lewat.
Embun berhenti di halte dan duduk di sana untuk mengistirahatkan kakinya. Dia tidak tau sudah berapa lama berjalan kaki karena setiap ada angkot yang lewat, Embun tidak berniat untuk menghentikannya.
Embun menghela nafas, menatap langit malam penuh bintang malam itu. "Ayah, apa Embun sanggup. Ayah doain Embun ya." lirihnya, tercetak jelas kesedihan di wajahnya tetapi dia berusaha untuk tetap tegar.
Embun kembali berdiri, dia melangkah ke depan halte untuk menghentikan sebuah angkot dan tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti tidak jauh dari tempat dia berdiri.
"Embun." suara bass seorang cowok yang sangat familiar memanggilnya.
Cowok itu kini berdiri di depan Embun dan tersenyum manis, "Lo inget gue 'kan?" tanya cowok itu karena Embun hanya menatapnya sambil mengernyit.
Beberapa detik kemudian Embun tersenyum, "Felix."
Cowok bernama Felix itu tersenyum lalu memeluk Embun dengan erat. "Ya ampun Embun, kita ketemu lagi. Gue kangen banget sama lo." heboh Felix.
Embun membalas pelukan Felix, "Gue juga kangen banget sama lo." ucap Embun
"Lo apa kabar?" tanya Felix setelah melepaskan pelukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMN'IT FIANCE || end
Teen Fiction"Lo milik gue selamanya!" Langit Sankala, si brengsek yang sifatnya arogan, berandalan dan playboy, sedang jatuh cinta pada primadona sekolah, Embun. Tetapi citra buruk yang melekat pada Langit membuat Embun selalu menjauh dan tak pernah ingin b...