22

20.1K 1K 19
                                    

-
-
-

Langit menatap jengah tumpukan dokumen yang diberikan Eric di ruang kerjanya, setiap jam bukannya berkurang tetapi terus saja bertambah membuat Langit frustasi. Langit membutuh asupan nutrisi untuk bersemangat lagi, dia mengeluarkan ponselnya, membuka galeri, mencari foto Embun yang dia ambil diam-diam saat Embun tertidur.

"Cantik banget sih." ucap Langit, dia mengusap layar ponselnya dan ingin sekali mengusap pipi putih mulus itu tetapi sampai saat ini Langit hanya bisa melakukannya ketika embun tidur itupun dengan hati-hati agar embun tidak terbangun.

Pintu ruangan terbuka, Erica salah satu pegawai kantor masuk setelah Langit mengizinkannya, "Tuan, silahkan dokumennya." ucap Erica, dia kini berdiri di depan meja Langit.

Langit menerima dokumen itu, lalu menatap Erica yang masih stay di sana dengan tatapan gelisah, "Kenapa tidak pergi?" tanya Langit.

"Anda dipanggil pak Eric." 

Langit mendengus, "KELUAR!" Langit tiba-tiba berteriak membuat Erica kaget dan sontak tersungkur ke lantai.

"Awsh." ringis Erica, dia memijit kakinya lalu melepas sepatunya karena haknya patah. 

"Lebay." ketus Langit.

"Permisi tuan." pamit Erica, dia pergi dengan terburu-buru karena ketakutan dengan tatapan Langit. Erica sekarang yakin rumor yang beredar benar jika sifat Langit sangat berbeda dengan ayahnya yang ramah. Eric-- pemilik ANdara Crop.

"Kamu kenapa?" tanya Lia saat melihat Erica jalan tertatih dengan raut wajah kesal, dia juga menenteng high heelsnya yang patah.

"Lo aja deh yang ngomong, gue kapok." kesel Erica, tadi sebelum masuk ke ruangan Langit, Lia menitipkan pesan itu karena sibuk. Erica pikir hanya menyampaikan pesan tidak masalah ternyata dia berakhir trauma.

Lia mengetuk pintu ruangan Langit. Begitu dipersilahkan, dia langsung masuk ke dalam. Lia mengernyit heran melihat Langit tersenyum sendiri sembari menatap layar ponselnya.

"Tuan muda, anda di panggil tuan Eric." ucap Lia.

Langit melirik kesal, "Ganggu lo!" sinisnya lalu dia beranjak dari duduknya memasukkan ponselnya kembali ke dalam saku celana lalu menghampiri Eric di ruangannya.

"Ada apa?" tanya Langit, dia masuk tanpa mengetuk pintu, duduk bersandar, bersidekap dada dan menaikan kaki di atas kursi kosong di sebelahnya.

Eric mendengus, Langit selalu saja berbuat semaunya. Tetapi dia sedikit bersyukur karena sekarang Langit sudah tidak pernah mabuk dan bermain lagi di club malam.

"Kamu tinggal di rumah itu sama Embun?" tanya Eric, menatap Langit tajam.

Langit tersenyum lalu mengangguk, "Ya, mempersiapkan keluarga kecil yang bahagia." kekehnya.

Eric tercengang mendengar ucapan Langit, "Tinggi sekali kau berkhayal, aku tidak yakin Embun mau." ejek Eric.

Raut wajah Langit langsung berubah cemberut, "Ayah kok gitu." gerutunya.

Eric menunjuk Langit dengan pulpen, "Awas saja kau berbuat macam-macam padanya." ancam Eric.

Langit mengedikan bahu, "Terserah dong, dia 'kan tunangan Langit." ucapnya santai.

Eric menghela nafas, "Dengar, dia tunanganmu di atas kertas. Jika kontrak kalian berakhir, dia bukan siapa-siapa lagi." ucap Eric.

Bukan karena Eric tidak setuju hubungan Embun dengan Langit berlanjut, tetapi dia tidak yakin jika Embun akan luluh. Eric hanya tidak ingin Langit terlalu berharap dan berakhir sakit hati.

DAMN'IT FIANCE || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang