02

44.3K 2K 12
                                    



BIASANYA jika malam tiba Embun akan pulang ke rumah tetapi malam ini Embun memilih menemani Aditya karena kondisinya semakin melemah.

Hingga pagi menjelang meskipun dengan berat hati, Embun harus meninggalkan Aditya untuk sekolah dan seperti biasa Embun akan menyuruh bi Marni-pembantu rumah tangganya untuk bergantian menjaga Aditya saat dia sedang bersekolah.

Embun berjalan dengan tak semangat di koridor, banyak sekali yang menjadi beban pikirannya setelah mengetahui kebangkrutan perusahaan Aditya. Tidak hanya pindah dari rumah yang sudah dia tinggali sejak kecil, Embun juga harus mencari pekerjaan untuk membiayai hidupnya.

Walaupun Embun punya uang tabungan, tetapi dia tidak bisa hidup bersantai seperti dulu lagi dan dia juga harus membantu ayahnya untuk melunasi hutang yang masih tersisa pada Eric. Kepala Embun menjadi sakit, memikirkannya terus tanpa ada solusi membuat Embun frustrasi.

"Embun, lo kenapa kok lemes?" tanya Fani yang tiba-tiba merangkul pundak Embun.

"Biasa aja." jawab Embun enteng dan tentunya dengan ekspresi datar, dia melepaskan rangkulan Fani di pundaknya karena tidak pernah suka dengan hal itu.

Fani mengedikkan bahu acuh, memang tidak ada yang aneh dari Embun selain terlihat lesu. Fani beralih merangkul lengan Embun dan membawanya masuk ke dalam kelas, 11 Mipa 2.

Setelah sampai, Fani memutar kursinya menghadap Embun lalu duduk di kursinya, Fani meletakan tasnya di atas meja dan mengeluarkan kutek berwana pink, dia mulai berekplorasi dengan kuku lentiknya sedangkan Embun hanya menatap Fani yang duduk di depannya sambil menopang dagu di telapak tangan dengan siku yang bertumpu pada meja.

"Eh udah pada ngerjain fisika belum." Laura datang langsung membuat rusuh, dia meletakan tasnya dan mengeluarkan buku PR lalu menarik kursinya mendekati meja Embun.

"Udah." jawab Embun.

Laura tersenyum, "Gue belum, nyontek dong." pintanya sembari menatap Embun penuh harap.

"Itu kan PR udah seminggu, masa iya lo nggak ngerjain." cibir Embun.

"Jam terbang gue padat. nggak sempat." kekeh Laura

Embun mendengus lalu mengekuarkan buku PRnya dan memberikan pada Laura, "Nih, kalau aja lo bukan sahabat gue. ogah." ketus Embun

Laura menerimanya dengan senang hati, meskipun Embun suka berkata ketus tetapi dia tau jika gadis itu tulus padanya. "Thanks Embun." ucap Laura, dia segera menyalin PR milik Embun

Laura melirik Fani yang masih sibuk dengan kuteknya, "Lo udah ngerjain Fan?"

Fani mengangguk cepat, "Udah dong, sama Dellon tadi malam." jawab Fani.

Kening Laura mengernyit tetapi tangan dan matanya tetap fokus menulis, "Tumben, biasanya lo kalau sama dia nggak bisa ngapa-ngapain karna dikekepin terus." celetuk Laura.

Bukanya marah, Fani malah tertawa lepas mendengar ucapan Laura, "Ngerjain PR sambil pelukan." jawab Fani.

"Kali-kali jalan sama yang lain. Enak loh. Nggak bosen sama dia mulu?" ucap Laura.

Fani berdecak, "Anjing! Lo ngajarin gue selingkuh." umpat Fani, dia menggeplak kepala Laura dengan kuat.

Laura tertawa puas, "Bencanda sayang." ucap Laura sembari mengusap kepalanya yang sakit

DAMN'IT FIANCE || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang