38

16.8K 877 67
                                    

Dapet cowok kayak Langit sebuah kesialan atau keberuntungan?

-
-
-

Langit sudah rapi dengan baju seragamnya yang tidak di kancing, memperlihatkan kaos berwarna navi yang dia pakai. Tidak seperti biasa, pagi itu Langit tampak bersemangat untuk berangkat sekolah. Mengambil tas dan kunci mobil, Langit menghampiri Embun di kamarnya.

Langit membuka pintu kamar Embun, suasana kamar yang gelap karena gordennya masih tertutup rapat dan perempuan itu masih tiduran di atas ranjang dengan mengeratkan selimutnya.

Langit melangkah masuk, menaruh tasnya di sofa lalu membuka gorden dan jendela agar udara pagi masuk ke dalam kamar, dia mengernyit karena Embun semakin mengeratkan selimutnya hingga kepala.

Langit mendekati Embun lalu menyibak selimutnya, "Embun, lo belum siap-siap sekolah?" tanya Langit.

Embun mendengus, dia menarik kembali selimutnya lalu berbalik membelakangi Langit. Embun kembali memejamkan mata karena sangat malas menjawab pertanyaan Langit.

Langit berjalan memutari ranjang agar saling berhadapan, menyentuh pundak Embun dan menggoncangkannya dengan pelan. "Embun." panggil Langit lagi,

Embun menyentak tangan Langit, "Apa sih, gue mau pulang. Sekolah n rumah gue bukan di sini." sungut Embun.

"Terus aja." ucap Langit, dia duduk di pinggir ranjang lalu mencubit pipi Embun pelan.

"Apa? Sana lo! Gue mau tidur." sungut Embun, dia berbalik lagi membelakangi Langit yang sudah terlihat kesal.

Langit menghela nafas panjang, membuka baju seragamnya dan melemparkan ke sofa, menyibak selimut Embun lalu ikut merebahkan tubuhnya di ranjang dan memeluk Embun dari belakang di dalam selimut.

"Ngapain lo?" tanya Embun kesal sembari berusaha melepas pelukan Langit.

"Tidur jugalah." jawab Langit santai, dia mengendusi tengkuk Embun mencari kenyamanan di sana.

"Langit." marah Embun, tubuhnya sontak saja menjauh walau tak bergeser sedikit pun.

Langit tersenyum lalu semakin mengeratkan pelukannya, "Cuma tidur, gue ngantuk." jawab Langit jujur.

Semalam dia tidak bisa tidur karena terus memikirkan sifat Embun yang sangat keras kepala dan juga perasaannya sudah mulai muak dengan semua yang terjadi.

"Apa sih lo ngikut aja, sana sekolah biar nggak goblok." ucap Embun dengan nada penuh sindiran.

"Sekolah itu cuma formalitas aja, tanpa ijazah gue juga bisa kerja di perusaahan besar." bangga Langit.

Embun mendengus, "Iya deh tuan muda, sekarang bisa lepas nggak?" pinta Embun.

Langit menggeleng pelan, "Nggak, gue mau tidur atau lo mau yang lain." bisik Langit pada kalimat terakhir tepat di telinga Embun dan sontak saja membuat kulit Embun meremang dan tersentak kaget.

"Langit!!" sentak Embun dengan kuat membuat Langit meringis karena Embun tidak sengaja menyikut perutnya

"Awsh, lo sengaja ya?" ucap Langit, dia sudah melepas pelukannya dari Embun dan kini menekuk lututunya menahan rasa nyeri di perutnya.

"Makanya jangan peluk gue!" kesal Embun, dia sudah duduk sambil ikut meringis melihat Langit.

Langit tersenyum penuh arti, menarik tangan Embun, mendekap lalu memeluk tubuhnya.

"Langit!" bentak Embun, dia langsung menarik diri dengan cepat karena pelukan Langit tidak begitu erat.

Langit terkekeh, "Peluk doang."

DAMN'IT FIANCE || endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang