{27}

19 1 0
                                    

Hampir satu jam Bintang memandangi Rere yang sedang duduk santai di bangku panjang taman sekolah. Sejak pagi Bintang mencari keberadaan Rere, dan sudah satu jam lebih Bintang menemani Rere dari kejauhan. Salahkah Bintang, meminta kembali kepada Rere? Apa salah mencintai dia yang bukan seiman?

Benarkah Bintang egois? Bagiamana jika Bintang menyerah untuk mendapatkan hatinya Rere lagi. Sanggupkah Bintang menjauh?

Bintang juga tidak tau harus berbuat apa. Menjauh dari Rere, itu sungguh sangat menyakitkan hati. Lalu bagaimana dengan gadisnya, dia benar-benar tidak mau kembali pada masa lalu. Dan Bintang termasuk kedalam masa lalu bagi Rere.

"Bro, sampai kapan. Lo mau berdiri di sini?" tanya Arief sambil memegang pundak sahabatnya.

"Sampai dia mau maafin gue," gumam Bintang.

"Bro, kaki gue sudah mulai capek. Kaki lu, nggak capek, dari tadi berdiri terus?"

"Ngga, justru hati gue yang capek."

Arief melihat Bintang dari atas sampai bawah. Dia lantas menggelengkan kepalanya. "kisah percintaan lo, sudah seperti matahari dan rembulan. Sama-sama menyinari tanpa bisa bersama."

"Apaan, ngga nyambung bangsat..."

"Gini. Salbiah di leher lu, sama tasbih di tangan Rere, tidak akan pernah bisa bersatu, yang ada malah melawan restu..."

"Sat, gue juga punya pantun buat lu. Beli sosis, sosisnya di panggang, belinya di kota Lamongan...."

"Cakep," ucap Arief sambil menyodorkan ibu jari, lantas tersenyum manis.

"Ya elah, tangan aja nggak bisa dipegang apalagi omongan. Makan tuh virtual anj*ng," ucap Bintang sambil menunjukkan raut kesal.

"Gue virtual masih bisa bersatu, lah elu mau melawan restu Tuhan."

"Anj*ng"

"Lama! Lebih baik lo menjauh dari Rere. Sudah cukup, dengan kehadiran lo aja sudah membuat hidup Rere semakin berantakan. Kalau lo, masih sayang sama Rere, pliss menjauh. Sadar! Lo nggak akan pernah bisa mengambil dia dari Tuhannya," ucap Neli yang mendengar percakapan Arief dan Bintang.

Bintang dan Arief hanya saling pandang. Diam, sambil mengamati sosok perempuan bernama Neli di hadapan mereka.

Arief mengangkat kedua alisnya, tak lupa dia mengangkat tangan. Bermaksud untuk memberi pertanyaan lewat gerakan tubuh.
[Bro, kapan nenek lampir datang?]

Namun justru Bintang hanya memasang wajah datar. Lalu berdehem sebentar, dan menarik tangan Arief menjauh dari Neli.

______________________________________

Taman ini tidak pernah berubah. Dedaunan yang berserakan di sepanjang rerumputan, burung yang terbang menyongsong pagi, sapaan hangat diberikan matahari yang mulai terbit, masih sama seperti yang pernah kurekam di dalam ingatan.

Aku duduk di bangku kayu lalu merogoh tisu di dalam saku. Ada sebuah kartu undangan pertunangan Ramadhan dan Mikhayla. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana acara nanti malam, yang sangat meriah diiringi tawa dan kata selamat dari setiap tamu yang datang. Jangan tanyakan bagaimana kondisi hatiku saat ini. Karena, aku juga tidak tau tentang kondisi hatiku. Mengapa rasa sakit hati dan kehilangan lebih dominan dari pada rasa bahagia, melihat sahabatku bertunangan.

Mungkin semalam hujan. Bangku yang kududuki agak lembab sehingga warnanya menjadi semakin gelap. Saat bersandar, aku merasakan titik-titik air di sekitar punggung, yang meresap melalui seragam yang kukenakan. Kepalaku terasa pening. Sejak tadi malam, aku merasakan mimpi yang aneh, terasa begitu nyata

"Nggak apa-apa datang aja, lagian ada Daniyal yang nanti gue suruh buat jagain lo," ucap Neli yang tiba-tiba muncul dan duduk di samping ku.

"Cie yang lagi pdkt sama Daniyal, ekhm," godaku, mengalihkan pembicaraan.

"Ga usah mengalihkan pembicaraan Re."

Aku refleks menundukkan kepala. Merasa bersalah sekaligus hatiku terasa begitu sakit. Entah kenapa ini terjadi kepada diriku. Apakah aku telah jatuh cinta pada Ramadhan atau hanya sebatas rasa sayang sahabat?

"Jangan pernah merasa takut dan bimbang. Gue ada di samping lo, kapanpun itu. Jadi herap mengertilah, dia mau lo datang di acara pertunangannya, sebagai sahabat. Bukan sebagai seorang wanita yang dia cintai sudah mulai mencintainya dan takut kehilangannya."

"Tapi hati gue sakit. Gue sadar, gue egois, tapi rasa sayang ini muncul dengan sendirinya."

"Hey...," ucap Neli sambil mengangkat daguku. Mungkin sekarang Neli sudah melihat raut kesedihan di wajahku.

"Daniyal pernah cerita sama gue...," perkataan Neli, sengaja ia gantungan untuk membuat diriku penasaran.

"Cerita apa?"

"Sebenarnya Ramadhan...," sial lagi-lagi Neli sengaja menggantungkan ucapannya. Membuat diriku semakin penasaran saja.

"Bisa ga sih, kalau mau cerita, ucapnya ga usah digantungkan. Lu niat cerita ga sih, Nel."

"Iya. Dia mau banget memperjuangkan cintanya, meyakinkan kedua orang tuanya, dan menikah dengan wanita yang dia cintai. Tapi, sayang dia belum siap dikasihani oleh wanitanya, belum siap menikah dengan wanita yang tidak mencintai dia."

"Kenapa? Cinta kan, akan tumbuh seiring berjalannya waktu."

"Karena lo, mempunyai cerita yang belum selesai dengan masa lalu, lo."

Sunyi kembali terjadi, tidak ada pembicaraan lagi di antara diriku dan Neli. Hingga udara segar sepenuh dada, sambil melempar pandang ke mana-mana. Paru-paru terbasuh, demikian juga mata disegarkan banyak pepohonan hijau di taman. Namun, sayangnya hati ini semakin sakit setelah mendengar kalimat yang meluncur bebas dari mulut Neli.

"Rere, are you okay?" tanya Neli sambil menatap ku dengan khawatir.

Aku mencoba untuk tersenyum. Menutup luka yang ada di hatiku. "I'm fine," jawab ku dengan senyuman semanis mungkin.

Hati ini terlalu rapuh untuk diisi nama seseorang. Kedua kalinya aku merasakan sakit hati yang begitu amat perih di hati. Dan itu terjadi karena cinta dari seorang laki-laki. Dari kecil cintaku sudah rusak, iya. Cinta pertama dari laki-laki yang aku anggap paling baik, gagah, dia adalah ayahku. Semua laki-laki itu sama saja, bisanya cuma menyakiti hati perempuan. Namun ternyata, Ramadhan tidak seperti itu. Dia sangat mencintaiku, hanya terhalang perjodohan, dan aku yang terlalu naif. Bodoh banget, nggak sih?

___________________________________

Halo, maaf banget bila part kali ini lebih sedikit dari part yang lainnya.

Aku takut bila banyak kata, maka akan semakin hancur jalan ceritanya.

Makasih sudah mau baca, jangan lupa vote, komen, share, dan follow akun ini.

Ditulis, 14 November 2021
Dipublikasikan, 14 November 2021

Rere, Are You Okay? [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang