Awan-awan menggantung berkerumun membentuk awan berwarna abu-abu kegelapan. Daun-daun berguguran, angin berhembus kencang. Air-air mulai turun perlahan.
Hawa dingin semakin menusuk ke dalam tubuhku yang tengah terbaring di atas ranjang. Sudah di balut selimut tebal, namun rasa dingin terus meningkat.
Kamar yang didominasi warna putih, lampu sunset yang sangat indah, alat kosmetik yang tersedia di atas meja rias, parfum, novel, dan tas sudah tertata rapih. Kamar tidur yang bersih dan rapih, sungguh aku sangat nyaman berada di kamar ini.
Kaca yang mulai berembun, hujan yang mulai reda. Angin yang berhembus kencang sudah tidak terasa. Air pada dedaunan mulai menetes ke tanah, memberi pertanda bahwa hujan telah berhenti menurunkan air.
Derap langkah kaki seseorang terdengar jelas di telingaku. Usapan lembut pada kepalaku terasa begitu hangat. Tangan lembut mulai terasa di keningku.
"Aaw, masih sangat panas," gumamnya. Aku hanya bisa mendengar ucapannya. Aku ingin sekali membuka mata namun itu sangat sulit sekali untuk aku lakukan. Menepis tangannya saja tidak sanggup. Ini seperti pingsan namun aku tidak pingsan.
Sapu tangan yang sudah di rendam air hangat mulai terasa di keningku, sepertinya ibu tiri ku sedang mengompres ku. Genggaman tangannya sangat lembut. Kecupan singkat pada punggung tanganku mulai terasa sangat nyaman. Aku jadi teringat bunda. Dia selalu merawat aku saat sakit.
Wajahnya sangat panik, langkahnya sangat cepat. Air matanya menggenang di pelupuk mata, air mata itu berteriak meminta turun. Namun bunda terlihat menahannya, dia tetap tersenyum ketika sudah berada di hadapan ku.
Tangannya mulai membelai lembut rambutku. Aku melihat bunda, dia sangat rapuh saat aku sakit.
"B-bunda."
"Iya sayang, maafin bunda yang tidak bisa menjaga kesehatan kamu," ucap bunda sambil menahan air matanya.
Aku menggeleng lemah. "Ini bukan salah bunda. Aku yang tidak mendengarkan ucapan bunda. Malah main hujan," aku mencebikkan bibir. Bunda tersenyum menahan tawa saat melihat wajah ku.
"Aaw, kening kamu panas banget, nak." Bunda menyentuh keningku, dia kembali panik. Aku menggenggam tangan bunda sambil tersenyum.
"B-bunda, jangan sedih."
"Bunda ambil kompres hangat buat kamu dulu ya. Sekalian bunda buatin bubur juga." Ucap bunda sambil berlalu pergi dari kamarku.
Aku menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku. Rasa dingin kian meningkat selang beberapa detik. "Kata bunda keningku sangat panas. Tapi aku merasa ini sangat dingin. Masa bunda berbohong, ah rasanya tidak mungkin, bunda kan tidak pernah berbohong," gumam ku cukup pelan.
Bunda kembali membawa dua mangkuk berisi bubur dan air hangat. Bunda duduk di tepi ranjang, membantu ku bangun dan menyusun beberapa bantal, agar aku lebih muda untuk makan. Bunda mulia menyuapi bubur ke dalam mulutku, emm rasanya hambar. Tiga suapan saja sudah membuatku kenyang. Bunda kembali menyuapi ku namun aku segera menggelengkan kepala.
"Cukup bunda, aku sudah kenyang."
" kali lagi ya?" Bujuk bunda, namun aku tetap menggelengkan kepala. Bunda hanya menghela nafas pasrah.
Sayang, baru tiga suapan loh. Satu
"Ya sudah, minum dulu ya." Bunda membantuku untuk minum.Setelah selesai, bunda mulia mengompres ku dengan air hangat. Rasanya sangat hangat berada di dekat bunda.
Aku jadi merindukan bunda. Potongan-potongan memori perlahan mulai memudar saat aku mulai mencoba membuka mataku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rere, Are You Okay? [End]✅
Romansa'Mintalah aku pada Tuhan mu begitu pula aku meminta kamu pada Tuhan ku' Bintang. Perbedaan bukan menjadi alasan Untuk sebuah hubungan. Saat dua hati saling mencintai, Namun justru tuhan tidak merestui. Kadang cinta harus mengalah saat cinta membawa...