Hari ini dan hari-hari selanjutnya, akan terasa begitu sepi, dan sunyi. Bunyi monitor yang terdengar, disertai cairan infus yang selalu menetes setiap detiknya. Neli tengah duduk sambil memandangi wajah cantik milik sahabatnya. Senyuman manis terpaksa Neli kembangkan, kini dia siap menceritakan hari-hari sepi dan bahagianya. Sudah beberapa hari ini, rutinitas itu yang selalu Neli berikan kepada Rere.
Setetes air mata jatuh dari pelupuk matanya. Hati Neli masih terasa begitu sakit, melihat sahabatnya terbaring lemah di atas brankar rumah sakit. Dengan sekali tarikan napas, Neli kembali tersenyum dan mulai membuka suara.
"Hay, Re. Apa kabar? Jangan tidur terus, kasian Becca hari ini balik ke Bandung sendirian."
Neli menghentikan percakapannya, dia kini melihat ke arah monitor yang terdengar sangat menyakitkan. Lagi dan lagi air mata ini jatuh tanpa di minta, entah sudah berapa ribu air mata yang menetes dari matanya. Neli menghapus air matanya dan kembali bercerita dengan nada yang bahagia.
"Re, lo capek gak sih tidur terus? ya gue tau lo denger semua cerita gue dari kemarin-kemarin, cuma gue kangen banget denger suara lo. Gue yakin lo pasti kuat, insyaallah besok sembuh, Re."
Neli terus bercerita, tentang bagaimana kisah cintanya dengan Daniyal yang sekarang sudah seperti pacaran virtual. Tidak lupa Neli bercerita tentang dunia yang sekarang sudah mulai membaik. Virus Corona yang sudah dikabarkan hilang atau bahkan sekolah yang sudah mulai masuk besok lusa.
Tanpa sadar seorang pria paruh baya, memasuki ruangan Rere. Kini sosok itu terlihat di mata Neli. Sosok yang selalu sahabatnya ceritakan. Sosok laki-laki yang membuat hidup Rere hancur.
"Halo, Om. Datangnya sendirian aja. Istri Om ko nggak ikut?" tanya Neli, menyambut kedatangan sosok ayah dari sahabatnya.
"Saya memang tidak mengizinkan dia datang. Saya kesini mau minta tolong sama kamu," ucap Radit tanpa basa-basi.
"Minta tolong apa ya, om?"
"Saya minta, kamu jagain anak saya."
Neli refleks menganggukkan kepala. "Pasti Om."
Radit bergerak menyentuh rambut anaknya, mengelus pipi Rere, sebelum akhirnya memilih melangkah keluar. Namun tiba-tiba Radit menghentikan langkahnya.
"Kamu, mengundang pria datang kesini?" serkas Radit.
Neli mengerutkan keningnya sambil menggelengkan kepala pelan. "Maksud, om apa?"
Radit seolah tidak mendengar ucapan Neli, atau bahkan memang benar tidak mendengarnya. Dia pergi melangkah meninggalkan ruangan Rere.
Neli masih nampak kebingungan, kerutan pada dahi tak kunjung hilang. Rasa penasaran Neli sudah sangat besar. Dan kini dia sedang melangkah keluar, melihat siapa sosok pria yang dimaksud Radit.
Satu langkah lagi Neli sampai pintu, namun hatinya berharap pria itu adalah Daniyal. Dengan cepat Neli membuka pintu disertai senyuman manis pada bibirnya.
Ekspresi wajah Neli, seketika berubah saat melihat wajah sang pria. Sinis dan tatapan mematikan diberikan Neli. Namun sayangnya pria itu tidak melihat ke arah Neli.
"Ngapain lo ada disini?" tanya Neli.
"G-gue mau jenguk sahabat gue, kenapa?."
Neli berdecak, dengan sinis. "Alasan klasik, basi tau gak," Neli menatap wajah sang pria, untuk beberapa menit mata mereka bertemu dan larut dalam tatapan mata satu sama lain, sebelum akhirnya Neli kembali bersuara.
"Tau dari mana, Rere di rawat disini? Pake mata-mata? kangen sama gue? Atau lo di suruh temen lo?" tanya Neli.
Pria itu bingung, harus menjawab pertanyaan Neli yang mana dulu. "Nggak, gue kesini mau bertemu Rere dan gue tau lo belum makan."
"Gue nanya, lo tau dari mana Rere disini?"
"Itu gak penting. Mending lo cari makan, jangan biarkan diri lo juga ikut sakit. Menyusahkan," ucap pria itu sambil memasuki ruangan Rere.
Neli mematung sesaat, sambil mencerna kata-kata pria itu, "Fahmi, jangan sakit-in sahabat gue. Awas lo ya, gue tandain muka lo," ucap Neli setengah berteriak.
_________________________________
Fahmi melangkah memasuki ruangan Rere. Bau obat-obatan disertai bunyi monitor menyambut kedatangannya. Pandangan Fahmi kini tertuju pada gadis cantik yang sedang menutup mata. Alat medis terpasang di berbagai tubuh sang gadis.
Perlahan Fahmi mendekati tubuh Rere, menyentuh tangannya dengan lembut. Fahmi mendekatkan wajahnya ke telinga Rere.
"Gue kesini, mau minta maaf sama lo. Mungkin setelah lo bangun, lo nggak akan tau siapa orang yang membuat hidup lo lebih menderita. Tapi disini gue benar-benar minta maaf sama lo. Lo tau gue yang menyusun rencana penculikan lo, gue yang mengusulkan ide pelecehan seks terhadap lo. Gue melakukan semua itu karena gue benci lo dan bokap lo, karena kalian berdua nyokap gue tega meninggalkan gue sendirian bahkan untuk sekedar mendapatkan uang dan kasih sayangnya aja nggak. Gue nggak akan iri sama lo, karena kenyataannya lo juga tidak mendapatkan kasih sayang kedua orang tua lo. Etiss, gue tau lo kuat hingga detik ini lo masih bernapas, dan lo tau kenapa gue minta maaf sekarang? Karena gue sudah mulai sayang sama lo. Gue juga mau bilang makasih, karena dengan lo ada disini, nyokap tiri lo jadi dibenci oleh suaminya sendiri," ucap Fahmi.
Tanpa disadari, Neli telah mendengar ucapan Fahmi. Tanpa ada yang terlewat dari awal sampai akhir Neli mendengarnya. Baru saja dia membuka pintu. Pandangan dan suara Fahmi kembali membuat emosi memuncak.
"Gue sayang sama lo, Rere Nathalie," ucap Fahmi sambil mengecup kening Rere dengan lembut.
Fahmi melepaskan kecupannya. Dia hendak berdiri dan pergi meninggalkan ruangan ini. Namun tiba-tiba sebuah tamparan keras mengenai pipinya.
PLAKK...
"Laki-laki iblis kaya lo, nggak pantes bilang sayang sama sahabat gue!"
"Hey, kenapa?" tanya Fahmi sambil memegangi pipi bekas tamparan Neli.
"Anjir, pura-pura nggak terjadi apa-apa. Pantesan ya selama ini, kaya gak suka gitu liat Rere, eh ternyata anaknya nenek lampir. Hahaha...."
"Ada apa Neli, bilang sama gue," ucap Fahmi dengan nada selembut mungkin.
"Jijik, gue dengernya. Jadi lo yang bikin Rere hamil!"
"Rere hamil?"
"Gak usah balik nanya deh. Lo kan yang nyekap Rere hingga Rere hamil?"
"Jadi Lo denger? Terus sekarang lo mau bilang ke semua orang?"
"Kalo iya kenapa?"
"Silahkan, gue nggak ngelarang tanpa sadar lo juga yang akan bilang ke semua orang bahwa Rere hamil," ucap Fahmi.
"Gila ya, lo. Gue nggak sebodoh itu."
"Bagus deh," ucap Fahmi sambil bergegas menuju pintu.
Setelah kepergian Fahmi. Neli tersenyum kemenangan. Pasalnya semenjak tadi apa yang dia dan Fahmi bicarakan telah didengar oleh Radit. Ya, Neli menghubungi Radit sebelum dia memasuki ruangan Rere.
"Sudah ku bilang, boy boy. Jangan dilawan, Neliana Claudya nih bos. Senggol dong, hahahaha."
_________________________________
Ditulis, 13, Desember 2021
Dipublikasikan, 17 Desember 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Rere, Are You Okay? [End]✅
Любовные романы'Mintalah aku pada Tuhan mu begitu pula aku meminta kamu pada Tuhan ku' Bintang. Perbedaan bukan menjadi alasan Untuk sebuah hubungan. Saat dua hati saling mencintai, Namun justru tuhan tidak merestui. Kadang cinta harus mengalah saat cinta membawa...