_Kehilangan terberat itu, ketika orang yang kita sayangi telah meninggalkan kita_
______________________
Author pov.
Pagi ini nampak mentari yang enggan memancarkan sinarnya. Awan hitam bergulung-gulung menutupi mentari yang akan bersinar. Mungkin sang awan sengaja menutupi mentari, karena ada beban yang masih di rasa atas berita duka cita.
Ya... Rasa duka mendalam dirasakan betul oleh Rere. Sungguh ia sangat kehilangan terhadap sosok ibu. Ibu yang telah melahirkan, menyusui, merawat, bahkan mengorbankan segala cara demi kebahagiaan anaknya. Kini sosok itu telah tiada.
Rere menangis meraung menatap ibunya yang sedang dikebumikan oleh para petugas dari rumah sakit. Ia hanya bisa melihat dari kejauhan, samar-samar ia mendengar suara Arini. namun itu hanyalah ilusi sesaat.
"Bunda pernah bilang kalau seandainya aku hamil bunda yang akan merawat anak ku dan membiarkan aku untuk menempuh pendidikan, tapi sekarang bunda sendiri pergi meninggalkan aku. Bagiamana kalau semuanya benar-benar terjadi Bun...."
Air matanya tidak berhenti mengalir. Perlahan Rere berjalan mendekati kuburan ibunya. Setelah Rere memastikan tidak ada orang di sekitarnya. Orang bilang jika ada yang terserang virus Corona tidak boleh di jenguk, atau bahkan jika orang itu meninggal sekalipun, tidak ada yang boleh berada di sekitar kuburannya.
Akan tetapi Rere justru sebaliknya. Ia mendekati kuburan Arini. Menepis segala omongan orang tentang virus. Rasa kehilangan jauh lebih besar daripada rasa takutnya.
Rere terduduk lemas di samping gundukan tanah berwarna merah, air matanya menetes ke tanah, tangannya sibuk mengelus batu nisan yang bertuliskan Arini Andriyani. Berjuta perasaan dan pikiran buruk menghantui pikirannya, dia seolah-olah merasuki hati dan pikiran Rere. Rere bertambah tidak karuan ketika dia mengingat kata-kata ustad Jefri orang yang sempat menjadi imam dalam sholatnya.
"Bunda, hiks...
Bunda Rere mohon kembali ke sini...
Aku butuh bunda, aku mau diajak keliling Bandung lagi...
Mau tinggal sama bunda lebih lama...
Mau lihat bunda yang setiap pagi masak...
Aku mau peluk bunda...
Hiks...hiks...hiks...
Bunda kenapa suster itu ngelarang aku buat meluk bunda?"Rere menangis sambil memeluk gundukan tanah. Rere sudah banyak mengeluarkan air mata. Tubuhnya bergetar hebat, Rere terlihat sangat kehilangan sosok ibu.
"Sesakit itu virus Corona. Hingga bunda tidak bisa menunggu aku membawa oksigen?
Padahal bunda tau nggak? Kemarin Rere cari rumah sakit buat bunda, bunda tau apa yang satpam lakuin ke aku. Dia nyeret aku keluar Bun, padahal aku cuma mau nanya rumah sakitnya penuh apa tidak. Kata pak satpamnya rumah sakit itu khusus buat sultan, mungkin karena nama aku bukan sultan kali ya Bun, makannya dilarang masuk. Bunda kenapa diem... bunda nggak suka sama ceritanya? Bunda kenapa sih nggak mau ngajak aku, biar kita pergi sama-sama. Bunda virus itu sangat sakti ya hingga orang lain saja berteriak meminta tolong... Sakit banget ya Bun, bunda maukan kasih virus itu ke aku, biar aku bisa nyusul bunda....""Rere kangen bunda...."
"Nak," ucap seseorang dari belakang, suaranya mirip Arini hingga terbit seulas senyum di wajah Rere.
Senyuman perlahan memudar saat tau orang itu bukan Arini melainkan Ani. "Ngapain Tante ada disini?"
"Mamah mau jemput kamu. Sekarang kita pulang ya."
"Nggak, aku mau tidur sama bunda. Lebih baik Tante pergi...."
"Nak, bunda kamu sudah tenang di surga. Kamu harus ikhlas, harus kuat."
"Bagi Tante kata ikhlas dan kuat itu gampang, karena Tante hanya mengucapkan tanpa tau apa yang aku rasakan. Pada dasarnya yang Tante tau hanya kebahagiaan, sampai rela menghancurkan keluarga orang lain."

KAMU SEDANG MEMBACA
Rere, Are You Okay? [End]✅
Romance'Mintalah aku pada Tuhan mu begitu pula aku meminta kamu pada Tuhan ku' Bintang. Perbedaan bukan menjadi alasan Untuk sebuah hubungan. Saat dua hati saling mencintai, Namun justru tuhan tidak merestui. Kadang cinta harus mengalah saat cinta membawa...