{33}

15 2 0
                                    

Author pov.

Di dalam kamar Rere terlihat menumpahkan rasa kesedihannya. Penyesalan yang ada di pikirannya saat diberitahukan bahwa ibunya telah tiada. Dia merasa bahwa dia tidak berhak ada di dunia lagi. Dia gagal menyelamatkan nyawa ibunya.

Kini yang bisa ia lakukan hanya menangis di sisi kamar. Melipat kedua tangannya dan menekuk lutut. Dia benar-benar merasa hancur. Dia adalah tokoh utama dalam cerita ini akan tetapi mengapa harus dia yang terpuruk hancur karena kisahnya sendiri.

Rere adalah tokoh utama yang harus mendapatkan perhatian, dan dukungan dari setiap penontonnya. Namun justru itu adalah bayangan semata. Tidak ada yang mendukungnya, menyerukan kepada dirinya bawah kisahnya harus bahagia, happy ending, bahkan kata semangat dari para penonton saja tidak ada. Lantas apa yang ia harapkan dalam kisahnya yang tidak mendapatkan dukungan ini?

Mengapa harus orang yang hebat, anak sultan, orang yang terkenal atau bahkan orang jahat yang selalu mendapat perhatian, dan dukungan. Mengapa bukan dia?

Pantaskah jika kisah Rere harus berakhir sekarang?

Hari ini tepat tujuh hari kematian Arini. Harusnya ia menyiram pusaran ibunya. Tapi kenyataannya tidak, dia masih terkurung di dalam kamar. Tanpa minum dan makan. Berkali-kali suara adik angkatnya meminta dia membukakan pintu, dan memakan makanan yang ia buat. Ingin sekali ia mengajak adiknya untuk terjun dari lantai dua agar bertemu Arini bersama-sama. Ia juga ingin sekali makan dan minum. Tapi sampai sekarang Radit tak kunjung membukakan pintu kamarnya.

Hingga tujuh hari ini, ia tetap tak sanggup membayar kehilangan saat-saat terakhir melihat ibunya. Sedih itu tak jua pergi meninggalkannya. Rasa kehilangan itu semakin menyiksa batinnya. Hingga Rere coba untuk bangkit kembali dan memberikan keyakinan pada dirinya sendiri bahwa jasad ibunya memang ada di bawah sana tapi hati dan jiwanya ada di sini, di hati Rere.
Berkali-kali kata itu ia ucapkan, namun hingga detik ini kesedihan itu tak kunjung pergi.

"BUNDA...." Dia terlihat menangis sambil berteriak-teriak memanggil nama ibunya.

Gedoran pintu terdengar jelas di telinganya. Suara adik angkat yang memanggil namanya semakin hari semakin menghantui pikiran Rere.

"Teteh, buka pintunya...."

"Ca, bunda ada di sini kan?"

"Teteh...."

"Ca jawab."

"Iya teh bunda ada di sini."

"Ca, laper...."

"Makanya, buka pintunya. Eca bawa makanan buat teteh," bujuk Becca.

"Nggak bisa, susah ca."

"Cari kuncinya teh. Kunci cadangannya pasti ada di kamar," kata Becca.

"Nggak ada ca," ucap Rere suaranya terdengar putus asa.

"Cari dengan teliti. Eca yakin kuncinya ada di dalam," kata Becca mencoba menenangkan Rere.

Rere mencoba mencarinya, membuka satu persatu laci yang ada di kamarnya. Mengacak-acak seluruh kamarnya agar dapat menemukan kunci. Di balik pintu Becca dengan sabar menunggu kakaknya. Dia dengan segala air mata yang perlahan-lahan mulai turun masih berdiri kokoh di depan pintu kamar.

"CA, KUNCINYA KETEMU...," teriak Rere sambil melompat kegirangan.

"Alhamdulillah, ayo teh buka pintunya."

"Tapi, kuncinya banyak banget ca."

"Coba satu-satu."

Dengan sabar Rere mencoba satu-persatu kunci yang ia pegang. Hingga lima kunci, pintu tak kunjung berhasil dibuka. Ia hampir saja menyerah, perutnya sudah berbunyi meminta asupan makanan. Ia terus mencoba dan menyisakan tiga kunci yang harus ia coba.

Rere, Are You Okay? [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang