{07}

33 9 0
                                    

Aku berjalan menyusuri lorong-lorong di rumah ku, ditemani dengan lilin yang menyala di tangan ku. Rasa gelap dan sunyi membuat rasa takut muncul secara tiba-tiba. Kurang tiga menit lagi jam dua belas malam, kini rasa takutku telah hilang saat aku melihat jam menunjukkan pukul 23.49. tepat pukul dua belas malam aku beranjak usia menjadi lima tahun.

Aku mempercepat langkah kaki, membayangkan ayah pulang membawa kado ulang tahun yang terindah seperti janjinya bulan lalu. Ayah yang membawa kado dan bunda membawa kue ulang tahun.

Tepat pukul dua belas malam, aku berdiri di depan tangga. Mata ku terbelalak melihat wajah lelah bunda. Aneh. Kenapa bunda tidur di sofa? Apa bunda kelelahan membuat kue untuk ulang tahun ku? Lalu dimana ayah? Mata ku sibuk mencari keberadaan sang ayah. Aku harap ini sebuah prank seperti apa yang temanku ceritakan. Ingin sekali aku berteriak memanggil ayah, namun aku takut bunda terbangun dari tidur nyenyak nya.

Saat aku hendak melangkahkan kaki menuruni tangga, sebuah pintu rumah terbuka lebar menampilkan sosok pria berusia tiga puluh tahun sedang menggandeng tangan seorang wanita yang berumur sama seperti dirinya. Aku terkejut, ayah ku membawa wanita lain. Apakah itu benar ayah ku? Aku mencoba berfikir positif mungkin saja itu adalah adik dari ayah. Namun pikiran ku semakin kacau saat melihat dua orang di bawah sedang berciuman. Aku melihat ke arah bunda yang masih tertidur pulas.

"Bunda, ayah jahat sama kita."

Aku memundurkan langkah kaki ku. Memilih duduk sambil menyenderkan tubuh ku di dinding. Masih terlihat jelas di mataku dua orang itu masih berciuman. Aku menutup kedua mataku rapat-rapat, butiran air dari mataku mulai menetes. Aku tidak ingin melihat adegan ini terlalu jauh, ingin sekali pergi ke kamar lalu menangis di balik pintu, tapi bagaimana dengan bunda yang masih tertidur di bawah.

Tanpa pikir panjang aku berlari menuju kamar. Duduk dan terdiam di balik pintu, malam hari yang begitu indah yang di hiasi suara tangisan ku. Aku berjalan menuju meja belajar, mencari lilin dan korek apa yang masih tersisa, lalu menyalakannya.

"Happy birthday to me...."

"Happy birthday to me...."

"Happy birthday, happy birthday, happy birthday to me...."

'Selamat ulang tahun Rere Nathalie, hari ini adalah hari dimana aku harus merayakan ulang tahun untuk yang terakhir kalinya. Sendiri di malam yang sunyi di hiasi dengan suara tangisan ku dan air mataku, makasih ayah telah memberikan kado ulang tahun terburuk yang pernah Rere terima di sepanjang hidup Rere.'

Aku memejamkan mataku, berharap bahwa semua yang aku lihat adalah sebuah mimpi. Aku membuka mataku lalu meniup lilin itu.
"Huft." Lilin itu padam, hanya asap dari lilin itu yang tersisa.

Aku berjalan menghadap cermin yang tergantung di dekat lemari pakaian ku. Berharap agar aku bisa melihat hantu lalu meminta mereka membunuh ku agar aku bisa melupakan kejadian tadi untuk selamanya. Namun itu hanya sekedar impian sesaat.

Aku kembali berjalan menuju jendela, terlihat jelas rumah kakak bian dari kamar ku. Ingin sekali hidup seperti dulu hanya kebahagian yang aku rasakan. Ayah dan bunda yang selalu terlihat bahagia tapi sekarang ayah menghancurkan segalanya.

Aku kembali meneteskan air mata, berjalan menuju ranjang lalu membaringkan tubuhku di atasnya, aku menarik selimut hingga menutupi seluruh tubuhku. Aku kembali menangis. Berdoa dalam hati agar besok pagi akan lebih indah dari hari ini.

_____________________________________

Tepat pukul empat pagi, aku terbangun dari tidur nyenyak ku. Duduk termenung di sudut kamar dengan air mata yang masih menggenang di pelupuk mata. Tubuh ku lemas. Memori otak ku terus berputar pada kejadian tadi malam. Berasa mimpi yang sangat buruk, namun ini nyata. Tapi mengapa? Mengapa semua ini terjadi di hari ini? Mengapa aku harus melihat secara langsung? Harusnya ayah membawa kado ulang tahun, seperti sepeda, boneka beruang, baju, bukan seorang perempuan.

Rere, Are You Okay? [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang