{35}

20 1 0
                                    

Author pov.

_______________

"ALLAHHU AKBAR….ALLAHHU AKBAR"

Suara adzan subuh berkumandang jam menunjukan pukul 04.30. Rere terbangun dari tidurnya, Rere membereskan tempat tidur dan langsung mandi serta mengambil air wudhu. Selesai sholat ia mulai membersihkan beberapa bajunya. Ia akan pulang ke Cirebon bersama Radit pagi ini. Samar-samar ia mendengar suara dari arah masjid dekat rumahnya.

"INALILLAHI WAINAILAIHI ROJIUN, TURUT BERDUKA CITA ATAS MENINGGALNYA SODARA MARWAH BINTI AGUS, SEMOGA BELIAU DITEMPATKAN DI SISI ALLAH...."

Tiba-tiba air matanya menetes. Bulu kuduk berdiri. Ia seketika termenung. Bagiamana jadinya jika namanya yang dikumandangkan di masjid? Takut. Sungguh saat ini Rere sedang ketakutan.

Rere adalah salah satu orang di antara ribuan orang lainnya, yang takut akan kematian. Padahal dia tau kematian itu pasti akan datang, tinggal bagiamana cara Tuhan mengambil kita dari orang yang kita sayangi.

"Bunda, aku masih tidak percaya dengan semua ini."

Setiap harinya, dari arah masjid selalu terdengar nama-nama orang yang dikumandangkan. Orang-orang yang tidak sadar bahwa dirinya telah tiada, orang-orang yang selalu dikelilingi oleh derai air mata yang membasahi gundukan tanah berwarna merah. Sudah beberapa hari ini, puluhan orang telah meninggal dunia, bahkan ini adalah bulan terbanyak. Keranda mayat, ambulans, atau bahkan segerombolan orang yang mengiringi perjalanan menuju tempat peristirahatan terakhir selalu terlihat dari arah jendela kamar Rere.

Sadar atau tidak virus itulah penyebabnya. Penyebab dari seluruh dunia ketakutan, orang-orang setres akan virus, orang yang kelaparan karena sebuah istilah PPKM yang diberlakukan oleh negara, orang yang selalu mengurung diri di rumah yang beralasan takut akan virus yang sedang menggemparkan seluruh dunia. Bahkan jika Rere berjalan di komplek perumahannya, dia melihat puskesmas dipenuhi orang-orang yang vaksin, lalu setelahnya ada yang meninggal karenanya. Padahal jelas-jelas kematian datangnya dari Allah, virus ada karena ulah manusia sendiri, dan Tuhan hanya mengirimkannya untuk menegur kita supaya kembali kepadanya.

"Sebenarnya virus itu ada atau tidak sih Bun? ko Rere ragu."

_Sebenarnya bunda meninggal karena virus atau tidak?_

Rere duduk dan termenung sambil melihat ke arah luar jendela. Biasanya sewaktu dia kecil, dia akan bermain sepeda bersama Abian. Dan sekarang semua itu hanyalah sekedar bayangan sesaat. Rere merindukan masa kecilnya, masa kecil yang penuh dengan kebahagiaan, penuh dengan canda tawa.

"Bunda, Rere rindu...."

"Bunda juga rindu sama Rere. Kamu harus kuat ya nak."

"BUNDA!"

Rere mondar mandir mencari sumber suara itu. Suara yang mirip dengan Arini, mungkinkah sebenarnya Arini masih hidup? Rere segera melihat ke arah jendela. Dari atas dia melihat sosok Arini yang melambaikan tangannya.

"Kesini nak."

Tangannya sibuk membuka jendela, namun matanya terus menatap ke arah wanita yang ia rindukan. Senyuman manis terbit di bibirnya. Kaca jendela telah berhasil ia buka, dia mulai melangkahkan kakinya dengan perlahan.

"bunda...."

Jegrek

Ramdhan memasuki kamar Rere, berniat membantu gadis itu membereskan barang-barangnya. Namun saat ia membuka pintu, pandangan yang ia lihat adalah Rere yang akan terjun dari jendela. Ia segera menghampiri Rere, sambil terus memanggil namanya.

"RERE...."

Greb

Ramadhan memeluk tubuh Rere. Dia segera membawa tubuh mungil ke atas ranjangnya. Sambil menepuk-nepuk pipi Rere, Ramadhan terus memegang tangan gadis itu.

Rere, Are You Okay? [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang