{29}

9 2 0
                                    

Author pov.

Baru-baru ini dikabarkan virus covid-19 yang berasal dari negara cina kian meningkat. Akibatnya beberapa orang meninggal dunia. Namun akhir-akhir ini banyak warga Indonesia yang mengeluh sesak nafas, hilang rasa, atau bahkan gejala lainnya. Covid-19 sendiri merupakan Penyakit yang disebabkan oleh coronavirus 2019. Meski gejalanya mirip dengan flu biasa, covid-19 sampai saat ini memiliki fatalitas lebih tinggi. Virus ini juga menyebar dengan sangat cepat karena bisa pindah dari orang ke orang bahkan sebelum orang tersebut menunjukkan gejala.
(Sumber Google:)

Rere melihat ayahnya yang menonton televisi. Samar-samar ia mendengar reporter yang mengabarkan virus covid-19. Dia duduk di samping Radit. Berita ini semakin hari semakin trending topik. Bahkan bisa merenggut ribuan nyawa.

Masing-masing orang memiliki respons yang berbeda terhadap covid-19. Sebagian besar orang yang terpapar virus ini akan mengalami gejala ringan hingga sedang, dan akan pulih tanpa perlu dirawat di rumah sakit.

Gejala yang paling umum adalah demam, batuk kering, kelelahan.
Gejala yang sedikit tidak umum adalah rasa tidak nyaman dan nyeri, nyeri tenggorokan, diare, konjungtivitis (mata merah), sakit kepala, hilangnya indera perasa atau penciuman, ruam pada kulit, atau perubahan warna pada jari tangan atau jari kaki.

"Serem ya yah."

"Iya."

"Seandainya Rere terkena virus itu, ayah perduli nggak?"

"Kamu mau terkena virus itu?"

"Rere kan cuma nanya. Lagian virus itu bisa nyerang kapan saja dan siapa saja, yah."

"Bicaranya yang baik-baik. Jika ada yang mengaminkan bagaikan kamu," ketus Radit, wajahnya masih fokus pada televisi di depan, "kamu minta sama tuhan biar cepet mati, bukannya panjang umur."

"Aku kan cuma nanya."

"Jika kamu terinfeksi virus Corona, ayah atau bahkan bunda kamu tidak ada yang perduli sama kamu."

"Ayah bohong kan?"

"Saya tidak bohong. Saya lebih perduli dengan diri saya sendiri, dari pada kamu."

"Kenapa ayah ngomong seperti itu."

"Kamu tidak mendengarkan berita di televisi itu? Jelas-jelas virus Corona akan menyebar lewat sentuhan."

"Astaghfirullah. Maaf ayah, Rere tidak mendengar nya."

Dering telepon genggam yang berbunyi terdengar jelas di telinga Rere. Ia pikir itu bukan handphonenya, namun ternyata Radit tidak mengangkat telfon.

"Ayah, ponsel ayah bunyi."

"Bukan suara ponsel saya."

"Berarti itu suara ponsel ku."

Rere segera mengambil ponselnya. Ia mengerutkan kening pertanda bahwa ada nomor yang tidak di kenal meneleponnya. Nomor siapa ini? Rere harus mengangkatnya atau tidak?

"Halo."

"Halo, assalamu'alaikum teh," ucapnya di seberang.

"Wa'alaikumsalam, kenapa?"

"Hiks... bunda teh, hiks...."

"Bunda kenapa ca?"

Keringat dingin mulai bercucuran. Air matanya mulai menggenang di pelupuk mata. Tangan Rere bergetar sambil memegang handphone. Tak sanggup rasanya mendengar berita buruk tentang bundanya. Selama ini ia pikir bundanya baik-baik saja, ternyata tidak. Apa yang terjadi? Mengapa semua ini terjadi? Kenapa semesta tidak adil!

"A-ay-ah," ucapnya sambil mendekat ke arah Radit.

"Kenapa kamu?"

"B-bunda yah...."

Rere tidak bisa menahan air matanya. Hancur, hatinya benar-benar hancur. Ia tidak bisa membayangkan tinggal sendirian tanpa sosok ibu di sampingnya.

"Memangnya ibu kamu kenapa? Sakit? Kalau begitu bagus, biar sekalian saja mati."

"K-ken-napa ayah bicara seperti itu?"

"Wanita seperti ibu kamu itu memang sepatutnya harus mati!!!"

'Kenapa? Kenapa baru sekarang aku tau jika ayahku itu jahat. Apa benar ayahku itu pembunuh?' ucapnya dalam hati.

"AYAH, kenapa ayah berbicara jahat seperti itu. Bukankah tadi ayah yang bilang jika ucapan adalah doa. Lalu kenapa ayah berbicara seperti itu?"

"KARENA IBU KAMU ITU BUKAN WANITA YANG BAIK!!!"

"Bukan bunda yang jahat, tapi ayah. Dulu ayah bilang kepada ku mau mengajarkan banyak hal kepada ku, lalu sekarang apa? Ayah bahkan tidak mau mengantarkan aku ke sekolah. Dan dengan gampangnya ayah bilang bunda jahat."

"JAGA BICARAMU RERE!"

"Ayah yang seharusnya jaga bicara ayah. Bukan aku."

Sedih rasanya melihat seorang ayah yang tidak mencintai anaknya. Atau bahkan ia rela mendoakan mantan istrinya agar cepat meninggal. Radit, setidaknya bersikap baik meksi itu adalah mantan istri. Apakah tidak ada sikap manusiawinya? Kemana Radit yang dulu pernah berjanji banyak hal. Kemana sikap penyayang?

Rasanya sakit.

"KAMU MEMANG SAMA SEPERTI IBU KAMU... TIDAK BERGUNA, SEHARUSNYA KAMU MEMANG TIDAK ADA DI RUMAH INI. DASAR ANAK SIALAN!!!"

'Dulu ayah selalu membanggakan ku. Memuji ku, mengajarkan banyak hal kepada ku. Lalu sekarang ia berubah. Secepat itu?' lagi dan lagi Rere hanya bisa membatin.

'Aku rindu kehidupan yang dulu. Berlari di sebuah taman ditemani seorang sahabat. Di sayang ayah dan bunda dan di kelilingi orang-orang yang menyayangi ku,' lanjutnya dalam hati.

Apakah kamu pernah ada di posisi ini?

Dulu Radit pernah bilang akan selalu sayang kepadanya. Lalu sekarang ia bahkan tidak mau melihat wajah anaknya.

Sebenarnya semesta adil atau tidak?

'Tuhan jika aku boleh meminta satu hal. Izinkan aku menukar posisi ku dengan bunda.

Atau bahkan biarkan aku bersamanya.

Biar saja aku yang engkau panggil bukan bunda.

Aku cape....

Kapan semuanya berakhir? Apakah ini adalah awal masalah baru atau justru akhir dari kisah ku.'

___________________________

Maaf ya, part-nya sedikit banget
Jangan lupa selalu baca cerita Rere
Maaf banget aku terlalu lelah mencari readers, jadi ya pasrah aja yang terpenting semua cerita ku selesai.

Ditulis,14 Oktober 2021

Dipublikasikan,17 November 2021

Rere, Are You Okay? [End]✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang