Aku masih berada di ruangan kerja, sekalian mengerjakan tugas lain. Membuat pembagian jadwal rolling shift buat toko utama dan toko cabang pertama.
Ingin sekali aku mempunyai seorang admin, tetapi tokoku masih dua jadi juga percuma saja. Masih belum terlalu repot.
Tiba-tiba aku kepikiran sudah lama tidak pernah main ke tempat kerja Elano, terakhir main ke kantor dia dua bulan yang lalu. Aku juga rindu melihat keramahan Pras ketika aku datang ke sana. Juga para staf lain.
Efano masuk bersama Asta, bagus. Jadi aku tidak perlu bangkit dari tempat duduk menuju keluar---memang sebetulnya tadi aku hendak memanggil Asta.
"Fano mau pulang dulu Bu? Bosan," anakku duduk tepat menghadapku.
"Asta, tolong bagikan id card ini ke teman-teman yang lain. Langsung kamu pakai ya!" Merasa tidak kugubris, Efano cemberut.
"Baik, Bu," Arka mengangguk dan keluar dengan menenteng enam id card---termasuk miliknya.
Pandanganku beralih ke Efano yang sedang membaca jadwal yang sedang kutulis---baru satu baris dan satu kotak.
Anakku memang seperti ini, mudah sekali bosan. Terlebih ketika aku melihat dari layar yang menampilkan rekaman CCTV dari setiap sudut toko. Tepat di depan mejaku---toko sudah ramai, jadi para pekerja mulai sibuk melayani pembeli.
Aku mencubit pipi Efano dengan gemas,"pulang sama Bibi Surti sama Om Tejo, ya. Pesan taksi aja."
Kurogoh dompet yang ada di tas kecil, dan mengambil selembar uang seratus ribu---kuberikan uangnya kepada Efano. Dia tersenyum dan meminta tanganku---untuk dicium punggungnya.
"Hati-hati," aku melambaikan tangan ke Efano.
---
Hingga pukul tiga sore, aku sudah selesai merampungkan jadwal rolling shift untuk satu bulan ke depan. Beserta jadwal libur mereka---aku yang buat supaya tidak bentrok.
Jika ada yang libur, maka mau tidak mau satu shift hanya dua orang yang bekerja. Di ruang karyawan, baru saja datang dua kasur dan loker untuk menyimpan barang-barang mereka.
Tetap kupasangi kamera pengawas di dalamnya. Supaya tidak ada kejadian yang tidak diinginkan, pencurian antar kawan. Dan, terlebih mereka terdiri dari dua jenis kelamin yang berbeda.
Di toko utama juga demikian. Kutempelkan jadwal tadi di dinding ruang khusus karyawan. Dan, satu jadwal untuk toko utama aku tetap taruh di meja.
Toko 29
Stefa: Anak-anak, untuk jadwal satu bulan ke depan sudah ada di toko dua ya. Perwakilan dari toko satu ambil ya. Di toko dua, sudah saya tempel di ruang istirahat. Samping loker.
Stefa: Oh iya, jangan lupa disalin, difoto atau boleh kalian foto kopi saja. Uangnya ambil dari uang modal, ya.
Terkirim.
Uang modal memang aku siapkan untuk kembalian kasir, setiap toko sudah kuberi uang modal sebanyak lima ratus ribu. Terdiri dari uang pecahan kecil hingga besar. Supaya mereka tidak bingung untuk mencari uang kembalian di tempat lain.
Aku keluar dari toko, kucari Pak Andika. Ternyata sudah berada di dalam mobil, saatnya aku mengajak dia pulang---kuputuskan besok saja pagi-pagi datang ke kantor Elano.
Dalam perjalanan singkat, aku banyak diamnya ketimbang bicara atau sekadar basa-basi kepada Pak Andika yang tengah menyetir di depan.
Pikiranku kembali kejadian tadi pagi, saat Elano dengan Indri melakukan kegiatan memalukan yang seharusnya hanya sepasang orang yang mengerti. Bukan malah dipamerkan ke tempat umum.
Elano semakin ke sini, semakin tidak terkendali. Main cantik saja, aku mencari celah besok pagi untuk langsung berangkat ke kantor Elano sebelum ke toko.
"Bu?" Pak Andika melihatku dari kaca depan.
"Ya, Pak?" Aku kembali bertanya---sama-sama memandang ke kaca.
"Kita sudah sampai," aku sadar. Ketika melihat sekeliling---langsung turun dari mobil. Pak Andika berpamitan, pulang.
Aku berjalan memasuki rumah, menuju kamar untuk sekadar membersihkan dan mengistirahatkan diri. Efano sedang di kamarnya, mungkin sedang membaca novel. Karena sungguh sepi.
Sudah lama juga aku tidak memanjakan dengan cerita-cerita fiksi yang dirangkai oleh penulis-penulis berbakat, Tere Liye, Asma Nadia, Pramoedya Ananta Toer, Dee Lestari. Empat novelis yang sangat kukagumi karyanya.
Pernah satu hari melahap habis buku Bumi Manusia karya Pram dengan waktu satu jam---sudah hampir separuh buku tebal yang telah kubaca. Pemikiran-pemikiran Pram memang membuatku takjub.
Elano? Aku tidak tahu dia sekarang ada di kantor atau tidak. Kita memang jarang sekali berkabar satu sama lain, entahlah. Mungkin kabarku tidak begitu penting bagi dirinya.
Aroma lilin yang wangi, membuatku damai ketika merendamkan diri di dalam bathup. Bersama musik-musik lawas bernada santai terputar melalui gawai menemaniku dengan tenang.
Tiba-tiba gawai berdering dengan nyaring. Entah siapa yang menggangguku sekarang? Aku segera mengelap tangan dan rambut, kemudian meraih gawai.
Satu panggilan keluar dari Pras. Kuputuskan untuk memanggil balik, entah mungkin ada sesuatu yang akan dilaporkan. Juga, Pras memang sudah lama tidak menghubungiku.
"Ya Pras?" Aku menyapa Pras, pekerjaan sebagai salah satu staf marketing di kantor Elano.
"Bu, Bapak ada? Ini tadi ada orang mau mengajak franchise dengan perusahaan kita. Katanya sudah janji sama Bapak, tetapi dari tadi Bapak tidak di kantor." Mendengar Pras berbicara, seketika membuat aku geram lagi.
Entah, mungkin laki-laki ini tidak mau uang lagi? Lihatlah! Dia yang sudah mengatur janji, tetapi dia yang berkhianat. Sama seorang klien lagi, pusing Elano!
"Sebentar, Ibu telepon Bapak dulu ya. Soalnya dia tidak ada di rumah," aku memutuskan panggilan itu langsung.
Aku segera membuka kontak dan mencari nama Elano, aku tidak mengira bahwa hal krusial menyangkut masa depan perusahaannya sendiri ini diabaikan oleh laki-laki brengsek!
Ketemu! Segera kutekan tombol panggil, hingga lima kali masih belum terhubung. Kutekan sekali lagi, jika memang tidak terhubung maka kuputuskan untuk re-schedule dengan klien ini. Bila dia tidak mau, biarkan satu pintu penghasilan hilang.
Tersambung!
Tunggu!
Aku mendengar suara dentuman musik disco dan banyak manusia, lebih dari satu orang menyanyi bersamaan. Aku tahu Elano sedang berada di club. Tetapi tunggu, sore hari mana ada club buka? Atau jangan-jangan Elano sedang berada di tempat karaoke?
"Ya, halo?" Suara perempuan yang mengangkat panggilanku.
Perempuan? Lagi? Elano, aku capek sekali.
"Hei kausiapa? Mana suamiku?" Aku sedikit geram, ketika yang mengangkat seorang perempuan.
"Ah, maaf sekali, Nona. Suami Nona kebanyakan minum, lihatlah sekarang dia sedang tertidur pulas di pangkuanku. Suami Nona sedang berada di UIOP Karaoke, kemarilah." Jawab perempuan itu dengan nada yang berhasil membuatku cemburu.
Elano sejak kapan dia berani minum? Selama ini tidak pernah sekali saja menyentuh barang haram itu! Ketularan darimana dia?
Arrrghhh!
Aku membilas badanku secepat kilat, kemudian berganti pakaian. Dan, berjalan keluar. "Tejo, Tejo."
Aku berteriak keras, Tejo berlari tunggang langgang keluar dari dapur ke arahku yang bersungut-sungut. "Antar ke UIOP Karaoke sekarang, ya."
Bersambung...
.
.
.
Stefa benar-benar diuji kesabarannya oleh Elano ya!
.
.
Spam Vote, Komentar dan Follow.
.
.
See You Next Part.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hadiah Istimewa Untuk Suamiku (Dewasa)
Ficción GeneralVOTE DULU SETELAH BACA! FOLLOW JUGA! "Bangkai itu tidak bisa ditutupi, Mas!" Stefa Azika Isabella, pemilik Toko 29 sedang menyelidiki secara diam-diam perselingkuhan suaminya Elano Kenzo Gautama---dibantu oleh asisten pribadinya. Perselingkuhan Elan...