[41] Kebenaran Dugaan Clara

54 6 0
                                    

Sudah pukul setengah enam pagi, Clara bangun dari tidurnya. Wanita itu duduk sambil merenggangkan anggota tubuhnya. Setelah beberapa menit diam, ia mengambil ikat rambut, lalu mengikat cepol asal rambutnya. Mulai turun dari kasur, lalu menuju kamar mandi. Mencuci muka dan menggosok giginya. Setelah itu melaksanakan ritual mandi.

Clara menghela napas kasar begitu mengetahui hari ini ia datang bulan. "Ternyata emang belum dikasih rezeki," ucapnya lesu. Setelah seminggu lalu ia melakukan tes kehamilan, dan saat ini ia haid, semakin membuat Clara merasa kecewa. Wanita itu sangat menginginkan memiliki anak. Ia sudah tidak sabar ingin merasakan bagaimana menjadi seorang ibu. Mulai dari hamil selama sembilan bulan, melahirkan, dan membesarkan anak. Clara melanjutkan kegiatan ritual mandinya dengan sedikit tidak bersemangat.

Dava terbangun pas disaat Clara keluar dari kamar mandi dengan balutan bathrobe. Ekspresinya yang tampak sedih dan kurang bersemangat mencuri perhatian Dava.

"Morning, Sayang," sapa Dava dengan suara khas baru bangun tidur. "Pagi-pagi kok udah cemberut aja, nih?"

Clara menatap Dava. "Aku haid, Mas."

Dava yang langsung mengerti mengapa istrinya menjadi tampak kurang bersemangat langsung duduk dan bersandar di headboard. "Sayang, kamu jangan sedih gitu, dong." Pria itu turun dari kasur dan mendekati wanita yang sedang berdiri didepan walk in closet mereka. Dava memeluk Clara dari belakang. "Kan waktu itu aku udah pernah bilang, mungkin belum rezeki dan belum waktunya."

Ternyata Clara sudah menangis. "Tapi aku pengen banget, Mas, punya anak," ucapnya dalam isak tangis. "Karine aja udah hamil, Alvin sama Michelle udah punya Noah, sementara kita-"

"Sstt! Sstt! Hei!" Dava memutar tubuh Clara agar bisa berhadapan dengannya. "Yang pertama, mereka lebih duluan nikahnya dari kita. Yang kedua, mungkin Allah masih pengen kita habisin waktu berdua dulu, sebelum nanti kita punya anak. Ketiga, kamu harus percaya, kalo misalnya udah waktunya kita dikasih anak, pasti bakal dikasih kok, Sayang. Kamu gak boleh sedih terus kayak gini." Dava menghapus air mata yang membasahi pipi Clara.

"Apa aku salah ya kalo terlalu berharap terus, Mas?" Clara menatap Dava.

Dava menggeleng. "Gak salah kok. Kan kita boleh aja berharap." Pria itu merapikan anak rambut Clara yang berantakan. "Cuma ya kembali lagi ke Yang Maha Kuasa. Semua atas kehendak-Nya, kan?"

Clara hanya diam.

"Kadang memang sesuatu yang kita harapkan pasti berasa lama dapetnya," tutur Dava. "Makanya kita diajarin untuk sabar dalam hal apapun, salah satunya ya ini." Pria itu membawa tubuh Clara kedalam dekapannya. "Kamu gak boleh sedih terus. Percaya sama Allah, kalo emang udah waktunya, pasti bakal dikasih, kok. Yang penting kita tetap berdoa dan berusaha."

"Makasih banyak ya, Mas. Kamu selalu kuatin aku."

"It's okay, Sayang." Dava mengelus pelan rambut Clara, lalu mengecupnya setelah merenggangkan pelukan. "Yaudah sekarang kamu lanjut siap-siapnya, ya. Aku mau mandi dulu."

Clara mengangguk. "Ntar kamu mau pake baju apa, Mas?"

"Terserah kamu aja, Sayang," ucap Dava sebelum benar-benar masuk kedalam kamar mandi.

Clara hanya mengangguk, lalu mulai mencari baju yang akan ia kenakan. Setelahnya baru ia menyiapkan baju untuk Dava.

♥♥♥

Dava berjalan memasuki kantornya. Setiap karyawan yang dijumpainya selalu melontarkan senyuman dan sapaan, pria itu juga melakukan hal yang sama sebagai balasan. Hampir sampai di ruangannya, langkah Dava terhenti begitu Ghina menyapanya. Pria itu ingin memberi Ghina sebuah kerjaan.

Still About UsWhere stories live. Discover now