"Pecat, Pak?" tanya Ghina terkejut. "Kenapa saya tiba-tiba dipecat, Pak?"
"Ya, saya minta maaf sebelumnya." Dava mencoba untuk menjelaskan pada Ghina. "Tapi dengan adanya kamu, menjadi sekretaris saya dan selalu berinteraksi dengan saya selalu membuat istri saya salah paham dan kepikiran. Saya gak mau istri saya jadi banyak pikiran cuma karna mikirin hal yang gak bener. Dia lagi hamil, dan gak boleh banyak pikiran."
"Tapi, Pak, gimana bisa itu jadi alasan untuk saya dipecat?"
"Sangat bisa." Dava menatap Ghina. "Karna ini adalah perusahaan saya sendiri dan saya CEO disini."
Ghina menunduk. Wanita itu terkejut sekaligus panik dengan keputusan Dava. Jika ia dipecat dan tidak bekerja lagi di perusahaan Dava, otomatis ia sudah tidak bisa lagi bertemu dengan pria yang masih belum bisa dilupakannya. Menjadi sekretaris Dava adalah alasan utama wanita itu agar tetap bisa bertemu dan berinteraksi dengan Dava. Ghina pun semakin sulit menyukseskan rencananya untuk mendapatkan Dava karna Clara sudah kembali. Ditambah lagi Dava dan Clara sudah menikah. Namun Ghina sangat sulit untuk melepaskan dan menghapus Dava dari hatinya. Ia masih memikirkan cara-cara lain agar Dava tetap bisa menjadi miliknya, meskipun itu mustahil. Cinta memang sudah membutakan Ghina.
"Kamu bisa bereskan barang-barang kamu dan segera pergi, ya," ucap Dava sambil kembali fokus pada layar laptop didepannya.
"Hmm, maaf sebelumnya, Pak." Ghina mendongak. "Saya cuma mau kasih usulan. Gimana kalo saya tetap disini sampai perusahaan bisa mendapatkan pengganti saya?"
Dava mengerutkan dahi.
"Iya, Pak. Karna saat ini jadwal Pak Dava sangat padat dan perusahaan juga lagi banyak kerjasama dengan klien, Pak. Kalau misalnya saya pergi gitu aja, takutnya nanti semua jadi berantakan, Pak."
Dava tampak berpikir sejenak. Apa yang dikatakan Ghina memang ada benarnya. Toh juga jika sudah ada penggantinya, wanita itu akan segera pergi dari perusahaan. Jika ia pergi sekarang dan meninggalkan pekerjaan yang sedang banyak, pasti akan sulit untuk Dava dan perusahaannya juga.
"Oke. Kamu boleh tetap bekerja disini sampai saya menemukan sekretaris pengganti kamu," tutur Dava. "Tapi saya peringatkan dengan tegas untuk kamu, jangan pernah melakukan hal-hal yang akan membuat istri saya salah paham. Dan tolong pakaian kamu diperhatikan lebih baik lagi. Dan yang paling penting," Dava menatap Ghina sambil menjulurkan jari telunjuknya. "Saya gak tau itu beneran yang kamu lakukan, tapi tolong stop untuk berusaha menggoda saya jika memang kamu masih ada perasaan sama saya." Pria itu terlihat benar-benar serius. "Saya udah punya istri dan saya sangat mencintai dia. Gak akan ada yang bisa menggantikan posisi Clara dihati saya. Sampai kapan pun."
Ghina merasa tertampar dan sangat sedih mendengar ucapan yang dilontarkan Dava padanya. Perkataan Dava sungguh membuat hatinya sangat sakit.
"Dan ya, kamu harus bisa lupain saya. Sebaiknya kamu cari pria lain yang jauh lebih baik dari saya dan masih sendiri, tentunya," tutur Dava. "Saya yakin masih banyak pria diluar sana yang bisa kamu berikan hati kamu."
"Iya, Pak, saya minta maaf," ucap Ghina sambil menunduk.
"Yaudah kamu boleh keluar dari ruangan saya sekarang."
"Baik, Pak." Ghina mulai keluar dari ruangan Dava. Wanita itu berjalan menuju toilet.
Ghina melihat pantulan dirinya di cermin. Setelah memastikan bahwa tidak ada orang didalam toilet, wanita itu bersuara. "Sial! Ini semua pasti karna si Clara itu!" ucap Ghina dengan perasaan kesal dan kecewa. "Dava sampai mecat gue cuma karna dia?" Wanita itu menghela napas kasar. "Tapi syukur deh, gue masih bisa disini sampai ada pengganti. Lo liat aja Clara, gue bakal bikin lo lebih sakit hati dari sebelumnya." Lalu ia tersenyum miring.
♥♥♥
Dava langsung menuju kamar, ketika pulang tidak menemui istrinya dimana-mana. Ketika membuka pintu, pria itu langsung disambut oleh pemandangan sang istri yang sedang menikmati buah didalam mangkuk sambil menonton Drama Korea favoritenya.
Clara menoleh begitu dengar suara pintu terbuka. "Eh, Mas," ucap wanita itu spontan. "Kamu udah pulang."
"Sayang," sapa Dava sedikit tidak bersemangat. "Kamu lagi ngapain?" Pria itu berjalan menghampiri sang istri.
"Ini, makan buah peer sambil nonton." Wanita itu mulai bergerak dan segera berdiri. Ia langsung membantu Dava membuka jas dan juga dasi yang masih melingkar dikrah kemeja suaminya walau sudah tidak rapi. "Kamu mau mandi dulu, Mas?"
"Iya deh. Gerah banget aku."
"Yaudah ntar aku siapin baju kamu, trus sama siap itu kamu makan, ya."
"Iya, Sayang."
Clara memeluk jas dan memegang dasi Dava yang dikenakan pria itu tadi saat bekerja. "Oke, udah. Ntar aku udah siapin baju kamu langsung ke bawah, ya."
"Okee."
"Kamu kalo udah siap juga langsung ke bawah aja, ya."
"Iya, bawel." Pria itu menyentuh hidung Clara sekilas. "Bumil bawel," ledeknya.
Clara memasang ekspresi cemberut. "Nyebelin banget!"
Dava tertawa pelan, lalu mencium dahi sang istri. "Aku mandi dulu, ya."
"Iya, Mas." Dava mulai masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Clara mulai menyiapkan pakaian yang akan dikenakan Dava setelah mandi nanti.
Setelah mendapatkan pakaian Dava, wanita itu meletakkannya diatas kasur dan segera keluar dari kamar untuk menyiapkan makanan. Dengan pelan ia menuruni anak tangga hingga sampai ke tangga yang terakhir.
"Mba, nanti tolong buah-buahannya, ya," ucap Clara pada Mba Tika sambil tersenyum.
"Baik, bu."
Clara lanjut mempersiapkan makanan diatas meja makan untuk sang suami. Wanita itu penuh semangat dan melakukannya dengan bahagia. Setelah dirasa semua sudah siap, ia berencana untuk ke kamar memanggil Dava. Namun belum sempat ia menaiki anak tangga, Dava sudah lebih dulu turun dari atas. Pria itu berjalan menuruni anak tangga sambil memasang alroji dipergelangan tangannya.
"Kenapa, Sayang?" tanya pria itu begitu melihat Clara hendak naik. "Kok naik lagi?"
"Eh, Mas." Clara mendongak. "Aku tadi mau manggil kamu, Mas. Mau bilang kalo sarapannya udah siap. Tapi ternyata kamunya udah turun."
"Oh, yaudah ayo." Dava menyentuh bahu Clara lembut. "Lain kali kamu jangan terlalu sering turun naik tangga deh, ya."
"Kenapa, Mas?" Clara menoleh.
"Loh kok kenapa?" Dava menoleh bingung. "Kamu kan lagi hamil, Sayang. Aku gak mau terjadi apa-apa sama kamu," ucapnya. "Kalo misal kamu kepleset gimana?"
Clara mengehela napas sambil tersenyum. "Aku kan hati-hati, Mas. Lagi pula aku gak lari-larian juga kok."
"Ya tetep aja." Dava mulai duduk di kursi makan.
"Yaudah iya deh iya." Clara menuangkan nasi untuk Dava. "Suami posesif," ledek wanita itu pada sang suami. Sedangkan Dava hanya menatap Clara dengan tersenyum tipis sambil menghembuskan napas pelan. Lalu mereka mulai menyantap makanan yang ada dihadapan mereka.
Tbc...
YOU ARE READING
Still About Us
Romance[SEQUEL of HOPE YOU KNOW] Memutuskan untuk pergi tanpa tahu kebenarannya merupakan tindakan yang bodoh. Meninggalkan segala kenangan beserta seseorang yang berperan penting dalam kehidupan. Dalam persoalan cinta, tidak selalu berada pada fase bahagi...