[17] Masih Berharap

109 12 3
                                    

Ponsel Dava berbunyi. Menyadarkannya dari lamunan karna menunggu lampu merah berganti menjadi warna hijau. Ternyata yang menghubunginya adalah sang sekretaris.

"Iya, hallo."

"Hallo, kak-- Eh maksudnya pak Dava. Apa bapak masuk hari ini?"

"Iya, saya udah dijalan. Kenapa?"

"Oh, baik, pak."

"Apa ada masalah?"

"Tidak, pak. Saya pikir bapak tidak masuk."

Dava memasang ekspresi bingungnya. "Yasudah. Kalo tidak ada hal yang penting saya tutup telfonnya."

"Baik, pak."

Semakin hari sikap Ghina kepada Dava semakin jelas. Wanita itu seperti menunjukkan perasaannya kepada Dava. Namun pria yang berstatus sebagai bosnya itu tidak pernah menyadari akan hal itu. Bagi Dava, Ghina adalah sekretarisnya dan adik kelasnya semasa SMP dahulu, tidak lebih. Lambat laun memang Dava sedikit merasa ada yang berbeda atas sikap Ghina, tetapi ia tidak pernah mau ambil pusing. Pria itu tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Karna nama Clara masih menjadi pemenang dihatinya dan belum ada yang bisa menggeser posisi wanita yang dicintainya itu.

Dava mulai menjalankan mobilnya kembali begitu lampu hijau sudah menyala. Ia melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Tidak lama kemudian ponselnya berbunyi kembali. Nama Aldrian pun tertera dilayar ponselnya.

"Hallo."

"Dimana lo, bro? Udah di kantor?"

"Belum. Gue masih dijalan. Kenapa?"

"Ngumpul dong ntar, bisa kan lo?"

"Ngumpul dimana?"

"Rumah gue, deh."

"Oke gue usahain."

"Harus bisa, dong! Aelah lo! Gue bentar lagi mau nikah nih. Mau melepas masa lajang dulu." Aldrian tertawa.

"Halah gaya lo! Udah nikah juga ntar lo masih bisa kali ngumpul. Kan bini lo juga gak ngekang kayak ayam dikandang."

"Iya tapi kan besok status gue udah suami orang cuy."

"Pamer mulu lo!"

Aldrian tertawa. "Makanya lo nyusul gue, kek."

"Iya ntar gue susul lah, tenang aja."

"Sama siapa? Emang ada yang mau sama lo?"

"Yang mau sama gue kan banyak. Secara gue ganteng banget."

"Tapi yang lo mau cuma satu, si Clara. Sementara dia masih betah di negri orang." Lagi lagi Aldrian tertawa.

"Diem gak lo?!"

"Iya iya ampunn."

"Ngomong-ngomong ntar pas lo nikah dia balik gak?"

"Siapa?" tanya Aldrian pura-pura tidak tahu.

"Ya Clara lah. Gak usah sok-sok an gak tau deh, lo maksud gue."

Aldrian tertawa. "Gak tau juga sih, gue. Kayaknya dia balik gak sih? Soalnya juga kan masa dia gak dateng dinikahan sahabatnya sendiri?"

Dava menghembuskan napas kasar.

"Lo masih ngarepin dia ya? Lo beneran gak mau coba buat buka hati lo untuk yang lain?"

"Al, lo sendiri kan tau. Gue bukannya gak mau, tapi gak bisa. Kan gue udah coba buat buka hati untuk yang lain. Tapi gak ada yang bisa gantiin posisi Clara dihati gue. Sosok dia tuh gak ada yang bisa nandingin. Dia selalu diatas, sementara yang gue jumpain itu masih jauh dibawah dia."

Still About UsWhere stories live. Discover now