Pemandangan sore hari dari salah satu beranda villa di Puncak tidak pernah mengecewakan sepasang mata yang mengunjunginya. Hujan yang baru berhenti sekitar sepuluh menit lalu menyisakan udara dingin dan seakan berusaha masuk menembus kedalam sweater dongker yang sedang dikenakan seorang pria. Sesekali ia menggesek kedua telapak tangan untuk menghasilkan sebuah kehangatan. Lagi dan lagi pria itu mengingat seorang wanita yang masih berada didalam hatinya. Bahkan wanita tersebutlah yang menjadi alasan mengapa dirinya berada disini saat ini.
Dava, pria yang bertubuh tinggi dan memiliki wajah tampan. Banyak sekali wanita yang menyukainya, namun tidak ada yang berhasil mencuri hatinya, kecuali wanita yang bernama Clara. Setelah kepergian Clara memang membuat Dava sedikit tertutup terhadap wanita. Bukan hanya satu atau dua orang yang mencoba untuk mendekatinya, tetapi lebih dari itu. Namun mereka semua gagal. Tidak ada yang bisa menggeser, apalagi menggantikan posisi Clara dihati pria itu.
Kini Dava sedang berada di Puncak. Sudah hampir tiga hari pria itu mendekap disebuah villa yang berada di Puncak. Ia bahkan memilih untuk tidak masuk kerja dalam beberapa hari. Hal tersebut ia lakukan dengan tujuan menjernihkan fikirannya. Setelah bertemu secara tidak sengaja di Australia beberapa waktu lalu dengan Clara, Dava menjadi semakin sering memikirkan wanita itu. Terlebih lagi lagi wanita itu lari pergi meninggalkannya. Sebenernya apa sih Ra, salah aku? Kenapa kamu selalu pergi ninggalin aku? Kamu semakin buat aku ragu, Ra. Ragu kalo misalnya kamu emang gak sayang aku lagi. Apa benar? Aku harus apa? Semua pertanyaan itu selalu memenuhi pikiran Dava. Pria itu tak kunjung mendapatkan jawaban. Bagaimana ia tidak frustasi?
"Arrrgghhh!!" Dava mengacak rambutnya frustasi. "Kenapa sih, aku gak bisa lupain kamu, Ra?" Kedua lengannya yang terbuka bertumpu pada pagar pembatas balkon, lalu ia menunduk. "Setelah kejadian kemarin, apa itu pertanda aku harus bener-bener lupain kamu?"
Dava mendongak, lalu mengembuskan napas kasar. "Kayaknya aku harus bisa lupain kamu mulai dari sekarang, Ra." Ia membenarkan posisi berdirinya. "Tapi aku masih berharap, semoga kita bisa ketemu sekali lagi. Mungkin kita berjodoh. Dan kalo emang kita dipertemukan sekali lagi, aku gak akan biarin kamu pergi lagi."
♥♥♥
Sudah hampir tiga hari Dava mematikan ponselnya. Membuat Aldrian dan Kevin yang merupakan sahabat karibnya menjadi khawatir. Pasalnya pria itu tidak pernah melakukan hal semacam ini, tidak bisa dihubungi dan sampai mematikan ponselnya segala. Aldrian dan Kevin pun langsung datang ke rumah Dava untuk memastikan apa yang terjadi. Namun keduanya hanya bertemu dengan Berlian, adik perempuan Dava satu-satunya.
"Loh? Emang bang Aldrian sama bang Kevin gak tau bang Dava kemana?"
"Enggak, Bian," jawab Kevin.
"Emang kemana si Dava, dek?"
"Bang Dava kan lagi di Puncak, bang." Berlian menatap Aldrian dan Kevin secara bergantian.
"Hah Puncak?" ucap Aldrian dan Kevin bersamaan.
Berlian mengangguk. "Iya, bang. Bang Dava tuh sekarang lagi di Puncak. Dia nginep di villa-"
"Sejak kapan, Bian?" potong Aldrian.
"Hmm, sekitar tiga hari yang lalu kayaknya?"
"Sendiri doang dia? Kok tumbenan?" tanya Kevin.
Berlian mulai berjalan pelan. "Mau tenangin pikiran katanya, bang. Butuh refreshing."
"Loh? Bukannya dia baru balik dari Ausie bareng kamu belum lama ini kan?"
"Nah, itu dia bang. Bian sama mama papa juga bilang gitu," ucap Berlian. "Cuma kata bang Dava dia lagi pengen aja liat yang seger-seger gitu. Kayak di Puncak, kan banyak pemandangan indah, hijau gitu."
YOU ARE READING
Still About Us
Romance[SEQUEL of HOPE YOU KNOW] Memutuskan untuk pergi tanpa tahu kebenarannya merupakan tindakan yang bodoh. Meninggalkan segala kenangan beserta seseorang yang berperan penting dalam kehidupan. Dalam persoalan cinta, tidak selalu berada pada fase bahagi...